B A G I A N • 15 •

6.8K 628 48
                                    

"Loh... kamu kok udah pulang? Bukannya kemarin kamu bilang gak bisa langsung pulang ke rumah?" tanya Risma cukup kaget saat melihat Albar memasuki rumah dengan Mbok Imah yang mengikuti di belakangnya membawa sebuah bingkisan.

"Taruh disini aja, Mbok. Makasih ya." ucap Albar pada Mbok Imah yang dibalas anggukan kepala. Kemudian Albar membawa pandangannya menatap Risma yang tak henti melihatnya dengan tatapan heran. "Albar pingin istirahat dulu, Ma. Lagipula aku juga kangen sama mama." ucapnya sambil mengukir senyum dan semakin mendekatkan dirinya dengan Risma. Lalu mencium punggung tangan ibunya.

"Mama gak percaya tuh," Risma mengedikkan bahunya.

"Paling juga gara-gara penasaran mangkannya kamu pulang dulu."

"Nah... itu mama tau." Albar terkekeh. Mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.

Risma ikut mendudukan dirinya persis di samping Albar. Yang pada detik berikutnya langsung memberikan hadiah cubitan di lengan anaknya itu, sesuai dengan ancamannya kemarin.

"Albar ikhlas, Ma. Yang penting mama seneng Albar ikut seneng," ucap Albar sambil mengelus bekas cubitan Risma yang entah kenapa tiba-tiba cukup terasa, karena biasanya walaupun dicubit seperti itu Albar kebal-kebal saja.

Albar tidak mengelak tentang alasan yang diutarakan oleh Risma padanya. Karena pada kenyataannya itu memang lah benar. Dia terlalu penasaran dengan apa yang hendak ibunya sampaikan. Membuatnya memutuskan pulang terlebih dahulu setelah sebelumnya melihat keadaan Nadhifa di rumah sakit yang kata salah satu perawat hari ini sudah bisa pulang.

Albar juga tidak berbohong tentang dirinya yang merindukan Risma. Karena dia memang merindukan ibunya itu. Lebih tepatnya rindu menggoda ibunya. Karena sejak dulu Albar sangat suka menggoda Risma. Bagi Albar dengan menggoda Risma, membuat Risma akan selalu mengingatnya dan tentunya merindukan tingkahnya itu. Ditambah Albar sendiri juga tau bahwa disaat ibunya kesal seperti ini, disaat itu pula ibunya merasa bahagia. Bahagia karena Risma masih bisa sedekat ini dengan putranya.

Albar tau hal itu karena dia pernah mendengar ibunya berkata demikian saat dia pura-pura tertidur.

"Mama gak pernah benar-benar kesal sama kamu, Bar. Karena sebenarnya mama sangat bahagia masih bisa sedekat ini sama kamu. Apalagi bisa melihat kamu tertawa lepas saat bersama mama, itu bikin mama seneng sekaligus bersyukur. Karena biasanya saat seorang anak beranjak dewasa, dia akan lebih menjaga image pada mamanya. Dan semua itu gak terjadi sama kamu. Teteplah seperti ini, Bar. Mama sangat menyayangimu. Dan kamu akan selalu menjadi pangeran kecilnya mama."

Albar tersenyum mengingat kata-kata Risma. Dan dia turut bersyukur karena memiliki ibu yang sangat menyayanginnya, begitu pula dengan ayahnya. Lagi pula bukankah memang seharusnya seperti itu dalam sebuah keluarga? Saling menyayangi dan saling melengkapi satu sama lain.

Albar kembali menatap ibunya. Dan kali ini dengan perasaan campur aduk, antara senang, takut dan gugup.

"Mama mau ngomong apa?" tanya Albar memecah keheningan yang tercipta selama beberapa saat.

Terdengar helaan nafas berat dari bibir Risma. Membuat perasaan Albar menjadi semakin tak karuan. Dan satu pertanyaan yang sejak tadi terngiyang dalam benak Albar. Apakah dia sudah siap dengan apa yang disampaikan ibunya?

"Sebelum mama mengatakannya, mama ingin tanya sesuatu sama kamu dan kamu harus menjawabnya dengan jujur." pinta Risma yang dibalas sebuah anggukan kepala oleh Albar.

"Apa kamu menyukai Nadhifa?"

Albar tampak terkejut mendengar pertanyaan itu. Dan dia kembali mengulang pertanyaan itu dalam benaknya.

Takdir Bertasbih [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang