Nadhifa terisak dalam sujudnya. Menangisi segala dosa yang dilakukannya selama ini. Menangisi masa lalunya yang penuh dengan keburukan. Dan menangisi perasaannnya yang kembali mencintai laki-laki dalam ketidak halalan. Dia begitu menyesal telah begitu besar menaruh perasaannya kepada makhluk-Nya.
Seharusnya dia harus lebih menjaga perasaannya. Menjaga hatinya. Agar apa yang dulu pernah dia alami tak terulang kembali. Harusnya dia menjadikan masa lalunya sebagai pelajaran. Harusnya.
Namun, nyatanya dia tidak bisa. Dia kembali jatuh pada jurang yang sama. Dan untuk kedua kalinya dia merasakan kehancuran itu.
"Maafkan hambamu ini ya Rabb... ampunilah segala kelalaian hamba," gumam Nadhifa seraya berlinang air mata.
"Maafkan lah hamba, jika perasaan cinta yang hamba miliki terlalu besar hingga melebihi kecintaan hamba kepada-Mu. Mungkin ini adalah bentuk teguran-Mu agar hamba bisa lebih menjaga perasaan yang hamba miliki."
Nadhifa masih terisak. Menyesali segala tindakannya yang mungkin memang terlalu berlebihan kepada Albar. Dan mungkin ini memang bentuk teguran dari Allah SWT akan perasaan yang dia miliki. Karena tak sepantasnya dia lebih mencintai makhluk-Nya, padahal ada Allah SWT yang lebih lebih pantas untuk dia cintai.
Seraya mengusap linangan air matanya, Nadhifa bangkit dari sujudnya. Lalu mengambil sebuah tasbih yang telah dia persiapkan di samping sajaddah, dan kembali bermunajat kepada Allah SWT melalui lantunan tasbihnya.
***
Acara pertunangan Albar semalem, menjadi perbincangan hangat di kampus tempat Albar menimba ilmu, dan hal itu sungguh membuat Albar menjadi tak nyaman. Apalagi saat mengetahui pertunangan itu dimuat disalah satu media cetak, membuat Albar semakin kesal dibuatnya.
"Heh kutu! Sialan lu, ngapain sih lu pake acara tunangan menye-menye gitu? Kesel gue, dari tadi cewek yang chat gue nanyain lu mulu!" ucap Gerry seraya melirik malas ke arah Albar yang sibuk memainkan ponsel.
"Ya... lu tau lah Ger alasannya," jawab Albar dengan malas tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya sedikitpun.
Gerry yang mendengar itu, langsung berdecak kesal, turut malas mendengar pernikahan atas dasar bisnis yang sering kali dilakukan oleh para pengusaha, seperti keluarganya dan keluarga Albar.
"Untung bokap gue bukan pengusaha," saut Aldo seraya melempar koran yang di dalamnya berisi foto Albar dan Ferly yang tengah tersenyum seraya memamerkan cicin pertunangan mereka.
"Kalau dilihat-lihat lu kok lebih ganteng di koran ya, Bar?" tanya Aldo kemudian, membuat Albar melirik koran tersebut. Dan menggelengkan kepalanya tak suka, saat melihat wajahnya terpanpang disana.
"Gue emang ganteng sih," balas Albar yang langsung mendapat lembaran botol yang telah kosong dari Gerry dan Aldo, yang tak memberikan efak apapun pada Albar.
"Lu kenapa malah tunangan sama si Ferly sih?" Gerry menatap ke arah Albar dengan tampang serius--penasaran dengan jawaban yang akan dilontakan Albar.
Namun, Albar hanya membalas dengan menggedikkan bahunya.
"Lu bilang suka sama si Dhifa, kenapa ujungnya malah sama Ferly? Gak warasss lu!" maki Gerry geram dengan sikap Albar dan jalan pikiran Albar yang menurutnya tidak singkron dengan keinginan laki-laki itu.
Harusnya jika memang Albar mencintai Nadhifa, dia harus memperjuangkannya. Bukan malah berpasrah diri kepada keputusan orang tuanya. Ingin sekali Gerry mengarahkan tangannya untuk memukul kepala Albar, menyadarkan laki-laki dengan keputusannya yang bagi Gerry sangat-sangat aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Bertasbih [Completed]
EspiritualSeperti ribuan tasbih yang terlantunkan. Seperti itulah aku berdoa agar takdir membawa namamu dalam garis yang Allah tetapkan untukku.