B A G I A N • 29 •

5K 468 9
                                    

Tanpa terasa waktu bergulir begitu cepat. Menjauh dari jejak kenangan, yang sempat begitu lekat. Berjalan meninggalkan rasa sakit, yang dulu terasa sangat mencekat.

Kini perasaan itu telah mengikis seiring dengan berjalannya waktu. Walau jauh di dalam lubuk hati, masih teramat sulit untuk menghapusnya.

Sudah tiga bulan sejak pertemuan Nadhifa dengan Ridwan malam itu. Dan sudah tiga hari pula sejak pertemuan kedua orang tua Nadhifa dan Ridwan yang membahas perihal pernikahan mereka.

Ya... pada akhirnya Nadhifa memang memutuskan untuk menerima lamaran Ridwan, yang tentunya menerima laki-laki itu menjadi calon suaminya.

Awalnya Nadhifa sempat ragu akan sosok Ridwan. Membuat dirinya akhirnya memutuskan untuk menjalani masa ta'aruf selama kurang lebih dua bulan. Dan saat dirinya mendapat kecocokan dan Ridwanpun semakin merasa cocok. Akhirnya membuat Nadhifa dan Ridwan memutuskan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan.

Memang benih-benih cinta dalam hati Nadhifa masih belum tumbuh. Namun gadis itu yakin, dengan seiring berjalannya waktu, hatinya akan teralihkan kepada sosok Ridwan.

"Rama dimana, Kak?" tanya Nadhifa saat melihat Faisa duduk seorang diri di halaman belakang rumah.

Faisa tak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum ke arah Nadhifa, dan meletakkan buku dan alat tulis yang sebelumnya dia gunakan di atas meja.

"Bu Risma menjemputnya tadi pagi. Katanya ingin mengajak Rama main di rumahnya," ucap Faisa seraya menepuk kursi di sebelahnya.

Nadhifa yang mendengar hal itu menganggukan kepalanya. Berjalan mendekat ke arah kakaknya dan duduk di kursi sebelah Faisa.

"Memangnya--- A... A... Albar lagi gak ada?" tanya Nadhifa begitu sulit menyebut nama laki-laki yang sempat memenangkan hatinya itu. Karena hampir selama tiga bulan ini baik dirinya, keluarganya, bahkan kedua orang tua Albar yang sering berkunjung, tidak pernah menyinggung tentang laki-laki itu. Bahkan menyebut namanya pun tidak pernah.

"Mungkin."

Nadhifa kembali menganggukan kepalanya. Lantas terdiam tak membuka pembicaraan apapun lagi kepada Faisa. Faisa sendiripun turut terdiam, membiarkan kesunyian terjadi di antara dirinya dan Nadhifa.

Nadhifa menundukkan kepalanya. Dan pikirannya tiba-tiba menerawang berbagai kejadian selama tiga bulan ini. Mulai dari pengakuan kedua orang tua Albar yang semakin membuat Risma dan Arian sering berkunjung ke rumahnya, kepindahan Irsyad dan Faisa kembali ke Jakarta, kesibukan dirinya mengurus skripsinya. Hingga rencana pernikahannya yang akan dilaksanakan satu bulan lagi, atau lebih tepatnya seminggu sebelum acara wisuda dirinya dan Ridwan.

Ridwanlah yang awalnya merencanakan hal itu. Karena awalnya Nadhifa ingin melangsungkan acara pernikahan itu setelah wisudah berlansung. Namun beberapa hari sebelum kedua orang tua mereka bertemu. Ridwan kembali memohon kepadanya, dengan alasan agar saat wisuda sudah ada pasangan halal yang bisa digandeng, yang akhirnya disetujui juga oleh Nadhifa.

Jika ditanya alasan apa yang Nadhifa pilih hingga memutuskan menerima Ridwan? Maka Nadhifa akan menjawab hal itu sebagai bentuk ibadahnya, yaitu menyempurnakan separuh agamanya. Dan selain itu, tidak ada lagi. Dia hanya ingin menjaga hatinya. Menjaganya, agar tak lagi menaruh harapan terlalu tinggi pada makhluk-Nya. Apalagi jika nantinya hatinya kembali rapuh dan kembali menumbuhkan benih-benih cinta yang tak sepatutnya ada, tentu membuat gadis itu tak ingin mengulangi hal sama lagi.

"Bagaimana persiapan kamu dan Ridwan, Dek?" tanya Faisa akhirnya bersuara yang menyadarkan Nadhifa dari pikirannya yang hampir memikirkan sosok itu lagi.

"Gak banyak kok, Kak. Kan sudah dihandle sama WOnya Mas Ridwan."

"Emmm... manggilnya udah mas aja nih." goda Faisa seraya senyum-senyum dan mencolek pipi adiknya.

Takdir Bertasbih [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang