B A G I A N • 3 •

12.4K 1K 17
                                    

Happy reading  guys 💕💕
Baca basmallah dulu ya... biar kamu kuat 😄😄

***

Entah apa yang sebenarnya Albar rasakan. Mendengar Nadhifa akan berkujung pagi ini, membuat perasaannya menjadi tak menentu. Bahkan membuatnya rela mendapat omelan panjang lebar dari Gerry dan Aldo karena menolak mentah-mentah permintaan keduanya untuk menjemput mereka sebelum Albar berkunjung ke rumah sakit. Padahal rumah kedua sahabatnya itu satu arah dengan rumah sakit tempat ibunya di rawat.

Sungguh, Albar hanya tidak ingin terlewatkan momen bertemu Nadhifa. Toh dia pikir, Aldo dan Gerry memiliki motor sendiri, bahkan mereka juga memiliki mobil. Sehingga tanpa Albar berikan tumpanganpun, meraka sudah bisa datang sendiri.

"Ayo ma, satu kali lagi," ucap Albar sambil mengarahkan satu sendok bubur ke arah ibunya.

Risma menggelengkan kepalanya, menolak permintaan Albar.

"Biar mama cepet sembuh. Mama gak mau kan sakit terus?" rayu Albar.

"Mama sudah kenyang, Bar..." balas ibunya yang tampak lebih sehat dibandingkan kemarin. "Lagian mama itu gak sakit, terus kenapa harus di rawat di sini sih?" tanyanya kemudian.

Sejak semalam atau lebih tepatnya selepas sholat magrib, Risma memang sudah sadarkan diri. Bahkan langsung memprotes kepada Albar dan Arian kenapa dia tidak di rawat di rumah saja. Karena bagi Risma luka yang didapatnya tidak begitu parah. Sehingga tanpa dirawat di sinipun, tidak apa-apa. Sedangkan bagi Albar dan Arian lebih baik Risma dirawat terlebih dahulu di rumah sakit, agar mendapat penangannya yang lebih baik.

"Ma... Albar cuma--"

"Tapi mama itu gak kenapa-kenapa Albar," potong Risma cepat, lalu menghembuskan nafasnya perlahan, bermaksud menghilangkan kejengkelannya kepada anak dan suaminya.

"Mama itu baik-baik aja. Yang luka itu cuma ini, sama ini." Risma menunjuk secara bergantian perban yang melekat di pelipis kirinya dan di bahu kirinya. "Yang lain cuma lebam aja."

Albar menatap Risma, memberikan sebuah senyuman yang membuat Risma mau tidak mau luluh dengan tatapan sekaligus senyuman itu.

"Kenapa sifat kamu gak kaya mama aja sih, Bar?"

Dan mendengar hal itu Albar terkekeh. Ia tidak menyangka ibunya masih saja mempertanyakan hal itu. Albar sendiri juga tidak tau mengapa sifatnya lebih mirip dengan ayahnya. Padahal wajahnya lebih mirip dengan ibunya. Mungkin memang itu yang dimaksud dengan Allah Maha Adil. Memberikan sesuatu sesuai dengan takarannya.

"Bar, semalem orang yang nolongin mama kesini," ucap Risma tiba-tiba, yang lantas membuat Albar menghentikan kekehannya. Lalu menatap Risma dengan tatapan tak menyangka.

"Dhifa maksudnya?"

Risma menganggukan kepalanya, "Kamu sudah kenal?"

"Serius? Dia sudah kesini?" Suara Albar terdengar jales menunjukkan keterkejutan. Dan hal itu membuat Risma menatap putranya heran.

"Kamu kenapa? Kok kaget gitu?"

Albar menggaruk kepalanya yang sebenernya tidak gatal. Mengalihkan tatapannya beberapa saat, sebelum akhirnya kembali manatap ibunya sembari memberikan senyuman unjuk gigi.

"Anu-- Albar mau ketemu sama dia," ucapnya. "Eh bukan-bukan. Albar mau minta maaf." Ralat Albar.

Selama beberapa detik meraka saling beradu pandang. Hingga Albar lebih memilih mengalihkan tatapannya.

Takdir Bertasbih [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang