"Sudahhhhh!!" ucap Rama penuh semangat sambil menyodorkan mainannya kepada Nadhifa yang tengah duduk di atas ranjang mengerjakan tugas kuliah.
Nadhifa yang mendengar seruan itupun, seketika menghentikan aktivitasnya. Menoleh ke arah bocoh laki-laki itu. Lantas tersenyum bangga, saat mendapati mainan puzzle yang diserahkan Rama sudah tersusun dengan benar.
"MasyaAllah... anak Ummi pinter banget sih," puji Nadhifa membawa tubuh mungil Rama dalam pelukannya dan mencium pucuk kepala Rama berkali-kali. Sedangkan Rama sendiri yang sangat senang mendapat pujian dari Nadhifa, semakin mempelebar senyumannya seraya balik memeluk Nadhifa dengan sangat erat.
"Rama harus jadi anak yang sholeh ya, nak. Yang bisa membanggakan Ummi dan Abi." Tangan Nadhifa mengelus kepala Rama penuh sayang, kemudian turun ke bahunya. Dan berhenti di kedua pipi bocoh kecil itu yang pada saat bersamaan tengah menganggukkan kepalanya.
"Ama cayang Ummi," ucap Rama yang lantas mengecup sekilas pipi Nadhifa.
Nadhifa ikut tersenyum mendengar ucapan Rama. Sebelum akhirnya membalas ucapan itu dengan air mata yang tanpa permisi menelusup lewat kedua sudut matanya.
"Ummi lebih sayang sama Rama." balasnya.
Nadhifa mengusap air matanya. Berusaha menutupi tangisnya itu dari sosok Rama. Dia juga berusaha meredakan gejolak aneh dalam benaknya. Yang entah mengapa membuat perasaannya menjadi kacau berantakan. Bahkan membuat air matanyapun kembali hadir begitu saja membasahi pipinya.
Akhirnya selama beberapa saat tak ada yang bersuara. Hanya kesunyianlah yang menghiasi kamar milik Nadhifa. Ramapun yang biasanya begitu aktif berbicara dan bertingkah, saat ini lebih memilih duduk di pangkuan Nadhifa seraya memainkan jilbab milik Nadhifa dengan menggulung-gulungnya.
Hingga suara panggilan dari Faisa, membuat keduanya secara kompak menatap ke arah pintu kamar yang menampilkan sosok Faisa dengan balutan ghamis hitam tengah berdiri menatap mereka.
Faisapun melangkahkan kakinya memasuki kamar, tanpa memutus pandangannya ke arah dua orang yang sangat dia sayangi itu.
"Rama gak ngantuk?" tanya Faisa setelah mendudukan dirinya di tepi ranjang.
"Enggak," jawab Rama, menggelengkan kepalanya. "Ama maci gak mau tidul. Ama mau emenin Ummi Dhifa dulu. Yakan, Mi?" tambahnya mencari persetujuan dari Nadhifa yang kemudian dibalas anggukan kepala oleh gadis itu.
"Oh gitu..." Faisa tersenyum geli melihat gelagat Rama yang bisa dipastikan mencoba menghidari acakannya yang dianggap menyuruhnya untuk segera tidur. Padahal bukan itu tujuan dia mencari Rama.
"Ya udah kalau gitu, Ummi sama Abi mau belanja dulu ya. Rama disini ajakan nemenin Ummi Dhifa?"
Mendengar kalimat belanja keluar dari bibir Faisa. Seketika Rama langsung beranjak dari pangkuan Nadhifa. Lantas mendekat ke arah Faisa, mengalungkan tangannya ke leher Faisa.
"Ikutttt, Miii! Ama ikut Ummi elanja." ucapnya membuat Faisa dan Nadhifa terkekeh karenannya.
"Katanya mau nemenin Ummi Dhifa?" tanya Faisa setelah mereda kekehannya.
Rama cemberut, menggelengkan kepalanya. "Enggak, Ama mau cama Ummi aja."
Faisa menatap Nadhifa, seolah meminta izin pada adiknya itu. Yang kemudian diizinkan oleh Nadhifa.
"Ya udah dek, Kakak belanja dulu ya sama Mas Irsyad. Kamu gak mau titip apa-apa?"
"Enggak deh, Kak. Kakak hati-hati ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Bertasbih [Completed]
EspiritualSeperti ribuan tasbih yang terlantunkan. Seperti itulah aku berdoa agar takdir membawa namamu dalam garis yang Allah tetapkan untukku.