Part 2

3.6K 219 17
                                    

Bintang bintang bintang
------------------------------------------------------------------------

"Aku Lee Yura, kekasihnya Jin."

"Oh, iya sebentar, Nona." Aku berlalu. Segera menuju dapur, di mana tempat tuan berada. Dia sedang di dapur? Dia memasak? Oh, tidak, dia sedang makan malam.

"Tuan...."

"Tuan!"

"Hmm...?" tuan menatapku dengan tatapan bertanya.

"Ada seseorang di depan," aku bertutur, sekali lagi tuan menusuk potongan gading di piringnya.

"Lalu?" dia memasukkan daging tersebut dalam mulutnya. Lezat sekali tampaknya, seketika perutku jadi lapar. Tapi harus ditahan sebelum ada perintah 'makan'.

"Dia menanyakan seseorang yang bernama, Jin, Tuan. Nah sekarang pertanyaannya apa benar Tuan bernama Jin?"

Tuan menghela napas panjang. Aku bisa melihat kekesalannya, tapi yang salah dari pertanyaanku? Bahkan caraku bertanya sangat sopan. Tuan meraih tanganku dan menjabat, "Perkenalkan namaku, Kim Seok Jin. Panggil saja Tuan Jin," ucapnya berintonasi tinggi, aku tersenyum. Sumpah demi apapun, baru kali ini aku berjabat tangan dengan pria tampan seperti tuan. Tapi, aku tidak menyukainya.

"Oh, berarti benar dia menanyakanmu, Tuan." Aku kegirangan ketika mendapatkan jawaban. Benar, tuanku itu bernama 'Jin'. Aku segera berbalik arah guna memanggil wanita depan pintu.

Namun, belum sempat tubuhku berbalik sepenuhnya. Dia, Lee Yura, sudah menyusul ke dapur dan berdiri di samping Tuan Jin. Aku mundur beberapa langkah sambil membereskan sisa-sisa makanan di sana.
Tatapannya begitu mengejek padaku, aku heran mengapa begitu. Padahal ia sangat cantik, sangat tidak masuk akal jika ia iri padaku, bukan?

"Jin, siapa dia?" wanita yang bernama Yura itu bertanya pada Tuan Jin, sembari memeluk Tuan yang duduk, dari belakang. Aku benar-benar merasa canggung dengan situasi seperti ini. Apalagi ketika meihat Yura mencium pipi Tuan Jin sambil melirik ke arahku.

Tuan Jin menjawab, "Dia asisten pribadiku."

"Kenapa harus dia jadi asistenmu?!" Yura mengernyitkan kening. Sebegitu bencinya ia padaku, hingga seolah aku bukan manusia dan tak pantas hidup menurut pandangannya.

Andai saja dia bukan kekasih tuan, mungkin sudah kubunuh saja. Untung dia wanitanya tuan Jin, jadi jikalau aku membunuhnya, besar kemungkinan jika aku tidak akan mendapat gaji dari tuan. Atau lebih seramnya lagi, aku akan dipenjara.

Tidak! Nanti ibuku mau makan apa?

"Tidak ada yang perlu di permasalahkan, kan?" tuan mengendikkan pundaknya. "Ngomong-ngomong ada apa kau kesini?"

"Aku cuma ingin bilang, aku besok pagi berangkat ke paris."

................

Tak terasa ya, aku bekerja pada tuan Jin sebulan sudah. Hari begitu cepat berganti. Rasanya baru kemarin aku kelelahan mencari kerja, namun nyatanya kini sekarang aku sudah dapat mengirim gaji pertamaku pada ibu di desa. Aku senang, akhirnya ibu mendapat mengobatan juga. Saat ini aku berbaring memandang jam dinding yang jarum pendeknya menunjukkan angka 6, pagi.

Jika mengingat pekerjaan kemarin sangat melelahkan. Bahkan semalam cukup larut kami pulang. Mataku masih kantuk, ingin menambah waktu tidur walau sejenak. "Y/n!" Ah, itu tuan sudah bangun, tak bisakah ia bangun lebih siang sedikit lagi? Dia menggedor-gedor pintu kamar. Apa iya jika ku diamkan saja, ia akan mendobraknya?
Ah, sudah keterlaluan tuan Jin.

My Boss Is Worldwide Handsome [END/1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang