ILUS - BAB 1

11.2K 378 7
                                    

“Sam . . . sebenarnya kerjamu cukup baik nak, tapi sayang sekali. Kedai kami sepi akhir-akhir ini, lagipula kesehatanku sudah tidak terlalu baik belakangan.” Kata pak tua Greddy, pemilik kedai tempatku bekerja ketika sore hari tiba, dan kami duduk di salah satu meja menunggu pelanggan datang.

Akhir-akhir ini kedai kopi kami memang tak seramai biasanya, dan kondisi pak tua Greddy juga semakin memburuk dengan penyakit jantung yang sebenarnya sudah dideritanya cukup lama.

“Aku mengerti Mr. Smith.” Aku meraih tangannya dan kulihat tiba-tiba matanya berkaca.

“Kau gadis yang sangat baik, pasti akan mudah bagimu menemukan pekerjaan baru.” Katanya.

“Pasti Mr. Smith.” Kataku sambil tersenyum, meski aku juga tidak yakin dengan nasibku setelah aku tidak lagi bekerja di kedai Mr. Greddy Smith.

“Ini sedikit tabunganku, kau bisa memakai untuk keperluanmu. Anggaplah ini ucapan terimakasih dari seorang kakek tua.” Katanya sambil mengeluarkan sebuah amplop coklat dari saku bajunya.

“Tidak Mr. Smith, aku tidak membutuhkannya. Simpanlah untuk biaya berobat.”

Pak tua Greddy tersenyum. “Umurku mungkin tak panjang lagi, jadi uang ini tidak akan banyak berguna. Tapi bagimu, kau bisa membeli pakaian bagus dan melamar pekerjaan yang lebih baik nak.” Akhirnya airmatanya menetes dan airmataku juga ikut menetes.

“Terimalah nak.” Katanya sambil menyodorkan uang dalam amplop itu dan kemudian meninggalkanku dan masuk ke ruang kerjanya. Aku menerima amplop itu dan menyimpannya dengan berderai airmata. Aku yakin ini menjadi hal yang sangat berat mengingat saat pertama kali aku bekerja padanya, lima tahun lalu, Pak tua Greddy pernah mengatakan bahwa kedai kopi itu sudah dia bangun sejak duapuluh tahun yang lalu, jadi hingga saat terakhir, kedai kopi ini sudah berusia kurang lebih duapuluh lima tahun.

***

Kami menutup kedai, saling berpelukan di depan kedai malam itu dan di hari berikutnya saat aku melewati kedai itu kulihat kedai itu sudah digantungi sebuah papan bertuliskan “for sale”.  Sejujurnya hatiku menjadi kecut, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan jika uang pemberian pak tua Greddy dan seluruh tabunganku dikumpulkan, aku bahkan tidak akan mampu menyewanya, apalagi membelinya.

Dua minggu setelah pertemuan terakhir kami di kedai, aku mendapat kabar bahwa pak tua Greddy tutup usia dan dimakamkan di Philadelphia. Aku tentu saja tidak bisa datang ke sana karena letaknya jauh dan cukup mendadak. Aku menerima kabar itu dari mantan rekan kerjaku di kedai pak tua Greddy yang bernama Hanna.

Aku patah hati seperti baru saja ditinggal mati kekasihku karena mengenal pria tua bijak sana itu membuatku merasa nyaman dan meski sekedar tahu bahwa dia baik-baik saja sudah membuatku senang. Tapi begitu mendengar kabar kepergiannya duniaku menjadi lesu. Aku mengurung diri di apartment untuk beberapa hari sampai akhirnya Hanna menghubungiku dan mengajakku keluar untuk minum.

“Aku tidak minum alkohol.” Kataku.

“Alkohol tidak membunuhmu, tapi pikiranmu yang akan membinasahkanmu.” Katanya sambil menuang minuman kedalam gelasku.

“Minumlah . . .”

“Hanna . . . aku tidak ingin muntah di sini.” Kataku.

“Kau patah hati kehilangan pak tua Greddy, akupun juga.” Katanya sambil menyesap minuman dalam gelasnya.

“Dia selalu memberiku uang lebih dari hasil penjualan untuk membantuku membeli susu anakku. “ Kata Hanna dengan tatapan kosong. “Sejak sibangsat itu meninggalkan kami, hidupku menjadi sangat sulit. Tapi pak tua Greddy hadir seperti seorang malaikat bagiku dan anakku.

I Love You Sam #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang