"Apa yang harus ku lakukan agar kau memaafkanku?" Sean menatap Sam yang sedang membawakannya kopi pagi itu. Sementara Sam tampak tidak mengatakan apapun.
Malam tadi Sean akhirnya keluar dari kamar tamu saat Sam mendadak mengigil, sekujur tubuhnya bergetar dan dia segera berlari ke toilet. Seluruh isi perutnya keluar dicloset. Sean menyusul untuk membantu membuat keadaan Sam lebih baik tapi Sam, sambil terus muntah berkata "Keluarlah, aku tidak ingin kau melihatku seperti ini." Kata Sam di sela usahanya untuk menghentikan muntahnya.
Sean dengan perasaan hancur keluar dari kamar itu dan praktis sepanjang malam dia tidak bisa tidur, dia terjaga siapa tahu Sam membutuhkan bantuannya. Dua kali dia turun dan mengetuk pintu kamar tamu tapi tidak ada respon dari dalam. Sementara Sam sepanjang malam melawan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena dia terus muntah hingga lemas, bahkan untuk sampai ke ranjang lagi, dia harus merangkak. Tidak ada kekuatan yang tersisa, begitu sampai ke atas ranjang, yang tersisa hanya rasa sakit, lelah, dan pepayahan.
Pagi ini, Sam bangun dengan perasaan yang sama. Lelah, sangat lelah, tapi diberusaha terlihat baik-baik saja di hadapan semua orang. Dia tidak ingin aibnya diketahui banyak orang, terlebih Granny. Cukup Sean yang tidak tahu diri itu yang melihatnya tersiksa akibat perbuatan buruknya.
"Maafkan aku." Sean meraih tangan Sam dan Sam menghentikan langkahnya, dia menutup matanya sekilas, menarik nafas dalam sebelum memalingkan wajahnya menatap Sean.
"Tolong lepaskan saya Mr. Dexter." Kali ini Sam merasa dia tidak akan sanggup menerima Sean dengan segala spontanitasnya yang mungkin akan menghancurkan dirinya seperti yang terjadi semalam atau bahkan lebih parah.
"Samantha, jangan membuatku mati karena rasa bersalahku padamu." Sean berbicara dengan nada rendah, sementara ekspresinya jelas sudah tidak karuhan.
"Itu salahku, bukan salah anda." Sam tersenyum sekilas, menarik perlahan pergelangan tangannya dan pergi dari kamar itu. Jemari lembut dan hangat milik Sean berubah menjadi bilah-bilah pisau yang rasanya menusuk sekujur tubuh Sam saat mereka bersentuhan. Separah itu reaksi yang diberikan tubuh Sam jika dia terpapar penyebab trauma yang menghantui dirinya, meski sebelum kejadian malam itu, tubuh Sam sudah bisa menyesuaikan dengan keberadaan Sean didekatnya.
"Hei . . . kau." Kata seorang wanita berambut coklat tanah sebahu yang tampak duduk di ruang tengah saat Sam melintas. Sam menoleh dan ini kali pertama dia melihat wanita itu, dia tampak berada di ruangan itu dengan seorang pria botak bertubuh tinggi yang sedang sibuk menelepon.
"Ya . . ." Sam menghampiri wanita itu.
"Kau pekerja baru di rumah ini?" Tanyanya.
"Ya nonya."
"Aku nyonya rumah ini, Theresa Dexter." Kata wanita itu.
"Oh . . . maafkan aku tidak mengenali anda nyonya." Kata Sam sopan.
"Dimana Granny?"
"Sepertinya masih di kamarnya."
"Ok. Kau boleh pergi." Katanya dan Sam berlalu dari hadapan wanita itu. Semakin ketakutanlah dia melihat ibu Sean yang begitu "High class" wajahnya juga tidak terlihat ramah samasekali.
Sam sampai di dapur dan bertemu dengan Gloria yang sedang menyiapkan makanan pagi untuk Granny.
"Biar ku bantu." Kata Sam ramah dan Glo berbalik dengan wajah kusut.
"Penyihir itu sudah datang." Bisik Glo sangat pelan dan Sam mengerutkan alisnya.
"Apa dia seburuk itu?" Tanya Sam polos.
"Lebih buruk dari seekor ular betina."
"Oh . . ." Sam mengangguk, tak lama seorang pria masuk ke dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Sam #Googleplaybook #JE Bosco Publisher
RomansaJangan Lupa Follow Akun saya ya 🤗 --------------- Telat nikah . . . Masih perawan diusiaku yang ke dua puluh enam tahun, dianggap sebagai kutukan yang harus ku tanggung seumur hidupku. Semua orang mentertawakanku termasuk Arabelle, orang yang sudah...