21. Munafik

1K 110 22
                                        

Lo nggak berhak ngebatesin siapapun untuk berteman dengan siapapun.

Anneth Elvarette

*

Lonceng sekolah berdering menandakan bahwa jam istirahat telah tiba. Semua murid bergegas keluar kelas. Ya pasti sudah pada tahu lah mereka akan kemana. Ke rumah akhirat, eh bukan maksudnya ke kantin.

Tetapi di antara mereka yang berlomba-lomba untuk memperebutkan makanan di kantin, ada murid yang memilih tidak berbaur dengan mereka di kantin. Siapa lagi kalau bukan Anneth. Gadis itu terlihat santai sambil memandangi teman-temannya yang begitu antusias menuju ke kantin. Ia lebih merasa nyaman berada di tempat yang tenang, yang tentunya tidak mengganggu kegiatannya.

Membaca novel.

Dan kini ia berada di kelas. Tidak sendirian.

"Nggak laper lo?" tanya seorang lelaki yang mulai mengambil posisi duduk di sebelah bangku Anneth.

"Nggak," jawab Anneth tanpa menoleh.

Hening seketika.

"Masih kepikiran masalah yang tadi malam?" tanyanya lagi dengan raut datar.

"Nggak usah di bahas," tegas Anneth dengan penekanan.

"Tapi lo nggak papa kan?"

"Nggak papa."

Suasana berubah menjadi hening lagi. Tidak ada obrolan. Lelaki di sebelah Anneth hanya mengetuk jemarinya ke meja sembari bersenandung.

"Ngapain masih disini?" tanya Anneth dingin.

"Emang nggak boleh?" Lelaki itu bertanya balik. Raut wajahnya terlihat heran.

"Biasanya, kan, lo ke kantin." Anneth mencetus.

"Salah ya kalau gua disini?" tanya lelaki itu dingin.

"Nggak sih. Tapi gua risih aja. Nggak biasanya lo gini ke gua," jawab Anneth terus terang.

Lelaki itu menatap mata Anneth lekat. Raut wajahnya mendadak tidak bersahabat."Kalo di dekat Deven lo nggak risih?" tanya lelaki itu to the point.

Mendengar pertanyaan itu, sontak Anneth menutup novelnya lalu mengalihkan pandangannya ke arah lelaki di sebelahnya."Maksud lo apa, Den?" Anneth meminta penjelasan.

"Maksud lo tu yang harusnya gua pertanyakan! Cara lo memperlakukan Deven tu beda sama yang lain, Neth," cecar Friden.

"Terus kenapa? Apa urusannya sama elo? Kok jadi elo yang sewot?" tanya Anneth bertubi-tubi, ia merasa tertantang dengan ucapan Friden.

Friden bangkit lalu mendekati Anneth. Ia menunduk menatap Anneth.

"Emang cuma Deven aja ya yang boleh nemenin lo? Cuma Deven aja yang boleh ngasih perhatian ke elo? Cuma Deven aja yang boleh deket sama lo? IYA?" tanya Friden bertubi-tubi.

"Den, lo kenapa sih? Gua nggak ngerti. Kenapa jadi bahas Deven sih?" ucap Anneth bingung.

"Gua nggak suka lo deket sama Deven." Friden berucap terus terang.

"Terus?" tantang Anneth.

"Lo harus jauhin dia. Karena dia nggak pantes buat lo," cetus Friden.

Anneth semakin tidak mengerti dengan pola pikir Friden. Bisa-bisanya Friden berkata sepertinya itu sementara Deven itu sahabatnya.

Anneth yang mulai tersulut emosi pun segera bangkit. Kini ia sudah berhadapan langsung dengan lelaki jangkung di depannya."Deven itu sahabat lo. Gua nggak habis pikir kenapa lo bisa ngomong kayak gitu," balas Anneth."Lagian lo nggak berhak ngebatesin siapapun untuk berteman dengan siapapun!" tegas Anneth menempelkan ujung jari telunjuknya ke dada bidang Friden.

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang