26. Menjauh? Emang Bisa?

714 92 23
                                    

Seharian ini Deven terlihat uring-uringan. Semua orang terdekatnya menjadi korban pelampiasan emosinya. Pikirannya kalut setiap kali mengingat apa yang Anneth katakan tempo hari. Dan benar saja, Anneth tidak main-main dengan ucapannya. Gadis itu benar-benar menjauh. Jika kemarin Deven bisa mengikuti kemauan Anneth untuk berjaga jarak, maka hari ini Deven menyerah. Mau sekuat apapun ia berusaha, tetap saja sulit untuk ia lakukan.

Ketika Deven datang menghampiri, Anneth selalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Jangankan ngomong, natap wajah Deven aja Anneth nggak mau. Beberapa kali Deven mencoba perlahan mendekati Anneth lewat perantara Joa. Namun ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Anneth sama sekali tidak bisa dipengaruhi, walaupun oleh adiknya sendiri.

Di sisi Anneth, usaha gadis itu terbilang cukup besar. Anneth tidak tanggung-tanggung untuk menjaga jaraknya dengan Deven. Contohnya, gadis itu sampai bertukar tempat duduk dengan Nashwa yang berada dibarisan belakang. Alasannya tentu adalah untuk menghindari Deven yang semula posisinya berada di belakangnya.

"Ck! Ah susah!" keluh Deven sambil membanting bolpoin nya ke atas meja. Wajahnya terlihat kusut. Deven sedang mengerjakan tugas fisika. Kebetulan guru yang mengajar berhalangan hadir jadi diberi tugas dan harus dikumpulkan hari ini juga.

"Lo kenapa sih, Dev? Dari tadi marah-marah mulu gua liat. Darah tinggi lo lama-lama. Atau jangan-jangan lo caper ya?" ucap Alde yang tampak terusik dengan tingkah Deven.

"Berisik lo!" sahut Deven.

"Gua nanya, anjir! Malah jadi marah-marah ke gua. Sakit hati adek bang," kata Alde dramatis.

"Diem, oon! Lama-lama gua sumpelin juga mulut lo pake kaos kaki William!" ancam Deven.

"APA WILLIAM WILLIAM?" sergah William tidak terima jika namanya dibawa-bawa.

"Karungin tu peliharaan lo!" kata Deven.

"Mana cukup karung nya dipakein sama dia. Badan segede gaban gitu!" cerca William tertawa ngakak.

"Kurang ajar lo, Will! Orang udah kurus gini," bantah Alde sambil memijit-mijit lengannya yang berotot.

"Kurus matamu! Lihat tu baju udah ketat gitu. Lagian lo makan bakso aja masih dua porsi, malah kadang tiga porsi. Gimana mau kurus," tambah William.

"Yee.. itu mah kalo udah laper bingit," kilah Alde.

"Iti mih kili idih lipir bingit. Maruk lo! Mana ada laper setiap saat. Apalagi kalo udah gratis, abis se warung lo makan sendiri," cibir William, mimik bibirnya sengaja dibuat-buat.

"Ya udah sih. Yang makan juga gua. Kok yang sewot elo!" kata Alde.

"Cuma mau ngingetin. Hati-hati tu otot ketutup sama lemak," kelakar William.

"Nggak ada akhlaknya mulut lo Will!" kesal Alde. Sampai-sampai menggebrak meja.

William tertawa sampai bahunya berguncang."Ayo baku hantam. Gua suka keributan!" ajak William masih tertawa terpingkal-pingkal.

Bug

Bug

Bermodalkan buku paket tebal, Deven tidak segan-segan memukul kepala kedua temannya itu secara bergantian. Geram dengan tingkah kedua temannya itu. Bukannya menghibur justru menambah kacau suasana hatinya.

"Lama-lama stres gua disini! Ah kenapa temen gua gini amat ya Tuhan!" keluh Deven mengacak rambutnya frustasi.

"Emang lo kenapa sih? Udah napa emosinya. Giliran ditanya malah jawabnya ngegas. Nggak capek lo ngebentak-bentak kita mulu dari kemarin?" tanya William.

"Kali ini gua sepemikiran sama lo. Ingat kali ini doang!" sahut Alde, menyentak.

"Idih ikut-ikut lo," tukas William.

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang