"Neth, lo yakin?" tanya Joa. Mungkin sudah ribuan kali gadis itu menanyakan hal yang sama.
Anneth menghela napas panjang."Iya, Jo. Kenapa nggak? Ya anggap aja ini sebagai perayaan karena Clinton gak bakal mengusik kehidupan gua lagi," katanya sembari menyisir rambutnya di depan cermin.
"Kejam amat lo! Emang dia sebejat apa coba sampai-sampai lo bilang dia tu mengusik kehidupan lo?" cerca Joa.
"Gua risih sama perbuatan dia selama ini. Lo inget kan kejadian yang dia hampir nyium gua? Oh God, It 's so gross!" ucap Anneth. Lalu ia membalikkan badannya menghadap ke adiknya.
Kedua mata Joa mengamati penampilan Anneth dari atas sampai ke bawah. Posisi duduknya berubah menjadi tegak, yang sebelumnya bersandar di kepala ranjang.
"Lo pake style yang begini?" tanya Joa yang menampilkan wajah ragu.
"Ya emang kenapa?" Anneth malah bertanya balik.
Joa segera beranjak dari posisinya. Kemudian ia menduduki bibir ranjang dengan posisi menghadap ke Anneth.
"Gua tau sih ini cuma makan malam doang, itupun sama orang yang bahkan lo gak suka. Tapi, Neth, lo juga harus tetep jaga penampilan lo. Lo itu cewek. Tunjukan sisi kefeminiman lo. Kan gak enak dilihat kalo si cowok udah gagah, tampan, maskulin. Eh elo nya setengah feminim, setengah maskulin. Malah jadi aneh." Joa mencerocos panjang kali lebar.
"Ini bukan acara yang penting yang mengharuskan gua pakai pakaian yang terkesan feminim. Dan lagi, gua bakal menunjukkan sisi kefeminiman gua untuk orang yang pantas. Itu ada waktunya," jawab Anneth.
"Setidaknya lo kan bisa menghargai dia. Ya perlakukan dia sama kayak yang lain," sanggah Joa masih belum puas.
Sementara Anneth, gadis itu sedikit geram dengan Joa. Yang ingin bepergian Anneth tetapi yang ribet setengah mati malah Joa. Dengan perasaan sedikit jengkel, Anneth mulai berjalan mendekati Joa hingga sampai ke hadapan Joa.
"Kalo gua gak menghargai dia, gua gak bakal datang. Tapi karena gua masih punya rasa manusiawi gua putuskan untuk datang. Jadi, lo gak usah menggurui gua," telak Anneth tajam di depan Joa. Ia tetap teguh terhadap pendiriannya. Ia akan tetap mengenakan pakaian seadanya, seperti memakai Hoodie berwarna tosca serta bawahan jeans senada.
Joa sedikit terkejut dengan pernyataan Anneth. Gadis itu kemudian mengangkat kedua tangannya ke udara sebagai isyarat menyerah."Oke, oke, oke, gua gak mau memperpanjang," jelasnya.
"Ini udah hampir jam 8. Berangkat gih," suruh Joa.
"Iya emang gua mau berangkat," kata Anneth sambil berjalan menuju nakas. Ia lalu mengambil tas selempang nya.
"Hati-hati. Jangan lupa pulangnya bungkusin gua makanan," canda Joa.
"Hm," deham Anneth sambil melangkahkan kakinya menuju pintu kamar.
Jangan tanyakan apa yang akan Joa lakukan setelah ini. Ya, menghabiskan waktunya untuk bertelepon ria dengan William. Walaupun belum jelas hubungan antara keduanya.
***
Anneth menapakkan kakinya di sebuah kafe yang telah di tentukan. Awalnya ia merasa heran karena tiba-tiba saja suasananya berubah menjadi tak biasa. Kafe yang seharusnya banyak dikunjungi oleh orang-orang kini malah berbanding terbalik. Justru kafe ini terlihat sepi pengunjung.
Mungkin karena masih jam 8. Pikirnya.
Kepala Anneth terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan Clinton sambil melangkah memasuki kafe. Tak butuh waktu lama, ia berhasil menemukan seorang lelaki yang tengah terduduk memainkan ponselnya di meja paling pojok. Tanpa berpikir panjang, ia segera menghampiri lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEEPEST
Teen FictionPernah merasa terganggu karena kedatangan seseorang? Yang membuatmu tidak bisa hidup damai seperti sebelumnya. Seperti yang di rasakan oleh gadis yang satu ini. Anneth Elvarette. Si pendiam dan tertutup. Namun siapa sangka ternyata cowok yang di cap...