17. Penting

1.4K 133 25
                                    

Hari sudah menjelang malam. Anneth masih tak ingin pulang ke rumah, karena dirinya belum sepenuhnya tenang. Ia masih membutuhkan sebuah kegiatan yang nantinya bisa melupakan sejenak masalah yang ia hadapi.

Anneth memang belum tahu tujuan yang akan ia singgahi. Sedari tadi taksi yang ia tumpangi hanya berputar mengelilingi kota karena belum ada instruksi dari Anneth. Supir taksi sudah beberapa kali mengingatkan untuk segera memutuskan tempat tujuan tetapi Anneth masih belum menemukan tempat yang pas.

Tiba-tiba terlintas di pikiran Anneth. Menuju ke sebuah bar.

"Pak! Berhenti!" perintah Anneth.

Taksi itu perlahan menghentikan lajunya. Tidak tepat berada di depan bar, tetapi tidak jauh dari bar.

Anneth membayarkan uang kepada supir taksi itu."Makasih pak. Makasih udah sabar ngandepin saya," kata Anneth.

"Iya, neng sama-sama. Eh kok suara eneng kayak nggak asing ya?" tanya supir taksi itu tiba-tiba.

Seketika jantung Anneth berdetak kencang. Mampus! Penyamarannya tidak boleh gagal. Masker yang ia kenakan untuk menutupi bibir serta hidungnya tampaknya tak cukup.

"Salah orang kali, pak. Ya udah saya pergi dulu."

Tanpa mengulur-ulur waktu lagi, Anneth segera turun dan berlari kecil meninggal taksi itu. Daripada supir itu semakin curiga dengan dirinya.

Anneth tidak bodoh. Ia tahu bahwa dirinya sudah di kenal banyak orang, jadi ia melakukan penyamaran ini agar tidak di nilai buruk di mata orang mengingat ia masih berstatus sebagai pendatang baru. Jangan sampai orang lain tahu masalah pribadinya, bahaya jika media mengetahui.

Perlu di ketahui, ini adalah kali pertama Anneth mengunjungi tempat ini. Gadis itu menelan ludahnya sembari menatap sejenak sebuah tempat yang terlihat remang-remang. Banyak orang yang berjoget bebas di sana. Tetapi mungkin tempat itu cocok untuk melampiaskan semuanya.

Dengan penuh keraguan, ia langkahkan kakinya menuju pintu masuk. Sudah saatnya ia berbaur dan mengenal dunia malam.

Hanya untuk pelampiasan, bukan murni dari keinginan.

"Aw," pekik Anneth begitu pergelangan tangannya di tarik oleh seseorang dari belakang. Padahal tinggal selangkah lagi untuk memasuki tempat itu.

"Lepasin gua, brengsek!" umpat Anneth.

Kemudian di pelaku melepaskan cengkraman tangannya. Sudah cukup jauh dari tempat itu. Alangkah terkejutnya Anneth saat menyadari seseorang itu adalah Deven.

"Deven," gumam Anneth.

"Lo ngapain sih di tempat kayak begitu? Harga diri lo kemana, Neth!" cibir Deven pedas.

"Kok lo tau gua ada di sini?" tanya Anneth berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Gua ikutin taksi lo," jawab Deven.

Anneth melepas masker yang ia kenakan. "Kenapa lo harus dateng sih?!" Anneth terlihat geram.

"Gua tau lo tertekan, lo butuh ketenangan. Tapi nggak gini, Neth. Gua nggak mau harga diri lo di injak-injak di tempat itu. Gua nggak rela lo bebas di perlakukan nggak senonoh sama cowok-cowok bajingan di dalem sana," omel Deven.

Anneth tersenyum miris."Masih sempat-sempatnya ya elo care sama gua. Gua aja udah bodo amat sama diri gua. Perlu lo ketahui, perhatian lo itu terkesan mengekang. Gua nggak suka!"

Helaan napas Deven terdengar berat."Oke. Gua ngerti apa yang lo rasain. Kalau memang lo hanya sekedar minum, gua nggak masalah. Karena gua tau tujuan lo cuma mau mengenyahkan sejenak masalah lo. Tapi kita nggak tau kan apa yang bakal terjadi setelah lo hilang kesadaran? Di sana liar, Neth. Lo nggak pantas ada di sana," cerocos Deven panjang lebar.

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang