4. Hujan

1.6K 200 36
                                    

Tolong - Budi Doremi

"Konser enggak jelas seperti itu dan kamu nonton sampai semalam ini?!" bentak Derlin.

"Maaf, ma. Anneth tahu Anneth salah."

"Maaf untuk apa? Toh juga kamu bakal mengulangi lagi. Mama kecewa!"

"Ma, ini salah Joa kok. Joa yang tadi maksa Anneth buat nonton konser itu," sahut Joa terus terang.

"JOA!!! Jangan coba-coba membela kakakmu yang jelas-jelas bersalah. Sekarang kamu masuk!" Derlin memerintahkan agar Joa tidak ikut campur dalam masalah itu.

"Mama kenapa sih? Kenapa nggak pernah percaya sama Joa? Kenapa selalu Anneth yang salah? Joa maupun Anneth itu sama, ma, jangan di beda-bedakan." Joa berbicara secara menggebu.

"Sudah berani ya kamu melawan, itu karena Anneth kan kamu jadi berani melawan mama?!" Derlin menuding Anneth secara terang-terangan.

"Sebenarnya apa sih salah Anneth, ma? Kenapa mama memperlakukan Anneth kayak gini? Kenapa cuma Anneth? KENAPA MAMA SEOLAH BENCI SAMA ANNETH?!" Joa semakin gentar menanggapi ucapan ibunya.

PLAK

Satu tamparan keras yang tak terduga melayang ke pipi kanan Joa. Rasa perih dan nyeri mulai menjalar ke seluruh pipinya. Gadis berkuncir kuda itu memegangi pipinya yang terasa panas. Hingga air matanya luruh karena tak percaya bahwa ibunya sendiri melakukan tamparan ini.

Anneth yang menyaksikan kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri refleks memeluk kembarannya. Gadis itu tidak pernah menduga bahwa hal ini akan terjadi. Anneth menyayangkan sikap ibunya yang seharusnya tidak perlu menampar Joa.

"Kenapa, ma? Mau nampar Joa lagi? Tampar aja sepuas-puasnya. Rasa sakit yang Joa rasain gak sebanding dengan apa yang Anneth rasain selama ini." Joa menatap tangan yang akan melayang ke pipinya lagi. Suara gadis itu terdengar parau dan gemetar.

Tangan yang sebelumnya ingin kembali menampar pipi Joa kini turun secara perlahan. Derlin enggan termakan emosinya. Bahkan wanita itu lupa kalau dirinya sedang berurusan dengan Anneth, bukan Joa.

"JOA MASUK!!" Bentakan yang yang terdengar sangat tegas itu membuat Joa maupun Anneth tersentak kaget.

"Enggak! Kalau Joa masuk, Anneth juga harus masuk!"

"Jo, gua mohon lo masuk. Jangan sampai mama marah lagi sama lo." Anneth memohon.

"Tapi lo..." Joa menghentikan ucapannya. Gadis itu mendongak mengamati wajah Anneth.

"Percaya sama gua, gua nggak papa."

Joa menatap kedua manik mata Anneth. Tersirat sebuah rasa sakit dan juga kesedihan yang tidak pernah Anneth luapkan. Akhirnya, Joa mengangguk menyetujui permintaan Anneth. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya memasuki rumah.

"Kamu," Derlin menunjuk Anneth dengan jari telunjuknya."Tidur di sini!" perintah Derlin dengan tegas.

Mendengar pernyataan dari Derlin, hati Anneth seperti teriris lalu merosot ke bawah. Sakit. Namun dirinya hanya bungkam.

"Jangan sampai kamu masih punya impian untuk terjun ke dunia musik. Mama enggak suka!" ancam Derlin menatap wajah Anneth yang kini tertunduk.

Anneth mendongak memberanikan dirinya untuk menatap wajah mamanya."Tapi ma—"

"Atau kamu akan mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada ini?!" potong Derlin.

Anneth bungkam. Lidahnya terasa kelu. Sangat sukar untuk berbicara. Saat ini dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti kemauan mamanya. Gadis itu masih terlihat kuat, tidak ada sebutir pun air mata yang meluruh. Tetapi ketahuilah, saat itulah hatinya sedang menangis.

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang