5. Dewilden Band

1.7K 174 33
                                    

Waktu Yang Salah - Fiersa Besari

Bel istirahat baru saja berbunyi di seluruh penjuru kelas. Pembelajaran pun telah selesai. Begitu seorang guru Matematika melangkah keluar kelas, seperti di komandan, semua murid berbondong-bondong berjalan keluar kelas untuk menuju ke kantin. Namun tidak dengan Anneth. Gadis itu benar-benar malas untuk pergi ke mana-mana. Anneth hanya berkutat di tempat duduknya. Rasa kantuk yang berat mengikatnya untuk tetap terduduk di bangku itu.

"Enggak ngantin, Neth?" tanya Nashwa yang baru saja bangkit dari bangkunya.

"Kalian aja. Gua ngantuk," jawab Anneth lalu menguap.

"Ya udah lo tidur aja. Kita duluan." Joa menutup obrolan ketiganya. Anneth hanya mengangguk kecil. Sedetik kemudian, Joa dan Nashwa melenggang pergi dari tempat itu.

Deven dan teman-temannya berjalan melewati bangku Anneth. Deven melirik sekilas ke arah Anneth. Namun Anneth tidak menyadari, sebab Anneth tengah menatap ke arah yang berbeda. Biasanya Deven akan menghampiri Anneth tetapi setelah melihat kondisi Anneth yang tampak tidak memungkinkan, Deven memutuskan untuk mengurungkan niatnya. Lelaki itu segera berlalu bersama teman-temannya.

Rasa kantuk Anneth semakin tidak bisa di ajak berkompromi. Kepalanya yang terasa memberat ia tidurkan di atas tumpukan buku novel, menghadap ke sebelah kanan. Matanya sudah terasa lengket. Gadis itu siap terjun dan beralih ke dunia mimpi.

Sunyi senyap. Hanya ada suara decakan jam dinding. Tidak ada seorang pun yang berada di dalam kelas itu selain Anneth. Gadis itu tertidur dengan lelap dan damai. Tempo napasnya teratur. Wajahnya terlihat sangat lelah dan membutuhkan banyak istirahat.

Sepuluh menit berlalu. Anneth tak berkutat dari tempat duduknya. Ia masih tertidur dan bermimpi indah di alam bawah sadarnya. Hingga akhirnya terdengar suara dentingan ponsel yang memutuskan mimpi indahnya.

Anneth perlahan membuka matanya. Ia berdecak kesal karena merasa terganggu. Tangannya meraba laci meja untuk mencari ponsel miliknya. Setelah ia mendapatkan benda itu, ia langsung mengecek si pengirim pesan kepadanya. Tertera nama 'Joaquine' di layar ponsel.

Joaquine : Mau nitip makanan enggak?

Anneth : Tumben.

Joaquine : Mau apa gak? Keburu gw berubah pikiran.

Anneth : Yaudah iya. Nasgor aja.

Joaquine : Y.

Setelah selesai membalas pesan dari kembarannya, Anneth kembali menidurkan kepalanya sambil menutup kedua kelopak matanya. Mata indahnya tertutup dan hanya menampilkan garis lurus.

Beberapa menit kemudian, Deven datang menenteng sesuatu yang di balut dengan kresek hitam. Senyuman manis mulai mengembang ketika melihat Anneth yang sedang tertidur pulas. Dengan langkah yang melambat, Deven mengamati wajah Anneth sampai akhirnya ia berhenti di bangku Joa. Deven menduduki bangku Joa dengan sangat berhati-hati.

Kepala Anneth menghadap ke arahnya, memperlihatkan wajah Anneth yang cantik dan manis. Deven masih meneliti bagian-bagian wajah Anneth. Mulai dari dahi, alis, mata yang tertutup, bulu mata, hidung, pipi, bibir, dagu. Sempurna.

Cantik. Batinnya.

Deven meletakkan kresek hitam yang ia bawa tadi ke atas meja Anneth. Tepat berada di depan pucuk kepala Anneth. Pada detik itulah Anneth terbangun karena mendengar bunyi keresek.

"Elo?" Anneth samar-samar melihat figur Deven depannya. Gadis itu menguap sambil menegakkan tubuhnya dari posisi bungkuk.

"Ngantuk banget, ya?" tanya Deven dengan suara khasnya. Lembut melirih.

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang