22. Pilihan

1.1K 91 44
                                        

Bebas ya jadi orang cantik. Nggak ngejar tapi di kejar. Nggak nyari tapi di cari.

Joaquine Kananta

*

Bukan Anneth namanya jikalau sedang menghadapi masalah, dapat berpikir dengan tenang seolah tanpa masalah. Selama jam pelajaran Anneth selalu melamun, diam seribu bahasa, dan gagal fokus. Semua itu karena ucapan Friden yang benar-benar menohok hatinya. Selain telah mencaci maki Deven tanpa sepengetahuan Deven, Friden juga berkata kasar kepadanya.

Bitch.

Hanya satu kata tetapi selalu menggema di telinganya. Di tambah lagi jika teringat dengan raut wajah Friden yang emosional. Tidak pernah menyangka bahwa Friden sekasar itu dan se-munafik itu. Tidak percaya tetapi itulah kenyataannya.

Bruk

Anneth merebahkan tubuhnya di kasur empuk bermerek miliknya. Hari ini yang seharusnya menjadi hari bahagia karena ia telah memulai perjalanan awalnya untuk menjadi musisi harus kacau karena Friden. Ia bukan tidak bahagia, namun ia merasa belum sepenuhnya bahagia karena terganggu oleh bayang-bayang Friden.

Karena gua suka sama lo. Puas?

Kepalanya mendadak pening mengingat kalimat itu. Lantas ia memijit pelipisnya perlahan. Mengapa semua menjadi seperti ini? Bahkan di saat ia sudah mencoba menerima Deven. Apakah salah jika ia menerima Deven tetapi menyakiti hati Friden? Anneth harus bagaimana?

"Kenapa seribet ini sih?"

Selama ini ia tidak tutup mata. Perilaku Deven begitu kentara menunjukkan bahwa lelaki itu menyukai dirinya. Ia mengetahui itu tetapi selalu bersikap biasa saja. Seiring berjalannya waktu, ia juga berusaha menerima Deven. Sampai akhirnya perasaan itu menjadi terbiasa. Ia terbiasa di dekat Deven dan mulai terdefinisi kan kata nyaman.

"Deven, Clinton, Friden. Ah! ANNETH LO INI KENAPA?!"

Dari kejadian yang baru ia alami, ia mulai mengerti bahwa Friden termakan api cemburu. Selama ini Friden memang hanya bungkam. Sikapnya misterius. Ternyata di balik semua itu, Friden mengagumi dirinya. Ia takut jika suatu saat akan berimbas kepada Deven. Pada situasi ini, sangat jelas bahwa Friden membenci Deven—tanpa sepengetahuan Deven. Cacian dari mulut Friden begitu lugasnya ditujukkan kepada Deven, sahabat karib nya sendiri.

"COWOK BIKIN RIBET!"

"Cowok yang mana?" tanya seseorang yang baru saja memasuki kamarnya.

Anneth terlonjak dari ranjangnya. Mengapa tiba-tiba Joa ada di sini? Sejak kapan? Kayak jin aja tiba-tiba datang.

"Udah pulang lo?" tanya Anneth mengalihkan pembicaraan."Habis mampir kemana aja? Lama banget," ujarnya dingin.

"Nggak mampir-mampir, cuma agak di lambatin aja motornya William. Biar lebih kerasa berduanya," cengir Joa tidak berdosa.

"Dasar bucin!" cibir Anneth datar.

"Semua bakal bucin pada waktunya. Asal lo tau itu," balas Joa sengit.

Anneth hanya berdeham kemudian kembali menikmati rebahan santuy-nya.

"Oiya cowok yang lo maksud siapa?" tanya Joa, lalu mengambil posisi duduk di bibir ranjang.

Anneth terbatuk kecil."Nggak ada," kilahnya tenang.

"Nggak ada selain Deven. Iya kan?" tebak Joa dengan lagak sok tau.

"Sok tau. Salah!" koreksi Anneth, wajahnya ketus.

"Kalo bukan Deven, siapa lagi?" tanya Joa seperti sedang berpikir."WAH PARAH LO, NETH! PUNYA SIMPENAN YA LO? DIEM-DIEM MENGHANYUTKAN! GUA ADUIN DEVEN LO!!!"

THE DEEPESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang