#7 L e b i h B a i k

2.3K 329 3
                                    

Tak perlu menjelaskan tentang dirimu pada siapapun, karena yang mecintaimu tidak membutuhkan itu dan yang membencimu tidak akan mempercayai itu.
~ Ali bin Abi Talib RA ~

🍂🍂🍂

Malam ini masih dengan Reza yang sama. Menjerumuskan diri di tengah sepi. Menghadapi setiap narasi yang berbicara tiada henti. Meratapi setiap keping masa lalu yang tak dapat di ulang kembali. Hanya kalimat memperbaiki yang tergambar jelas di dalam hati.

Mampukah ia menjadi lebih baik?

Pertanyaan yang ikut terseret ke dalam pikirannya saat ini, setelah perdebatannya dengan abinya di meja makan tadi.

<Tiga jam lalu>

Pukul setengah delapan malam Reza sampai di rumahnya. Nino langsung melanjutkan perjalanannya tanpa mampir terlebih dahulu. Reza masuk ke dalam sambil tak lupa mengucapkan salam, meski pelan tetapi Marwah mampu mendengar.

"Wa'alaikumsalam warahmatullah." sambut Marwah, sedari tadi sudah menanti kedatangannya.

"Kamu dari mana saja, kebiasaan tidak langsung pulang," sambung Marwah khawatir dan mengajak Reza ke ruang makan.

"Tadi magriban dulu, Mi."

Marwah menatap Reza tiga detik. "Yasudah, ayo makan."

Reza mengangguk samar.

"Bi." Reza menyalami punggung tangan abinya, meski kedatangannya tak di sambut baik olehnya.

Hafiz dan Nafisa juga sudah berada di sana, seja menunggu Reza untuk makan malam bersama. Reza akhirnya ikut bergabung dengan mereka. Hingga suasana meja makan yang semula hening, mulai terdengar suara.

"Minggu ini, abi dan ummi akan pergi ke Jogja. Rencananya abi akan mengembangkan bisnis kita yang di sana dan kita semua akan pindah ... Kecuali kamu Hafiz. Abi percaya kamu bisa menjaga diri dan kamu boleh menyelesaikan tugas kamu di sini," ujar Aryan–abi dari ketiga anak yang ada di sana.

Betapa terkejutnya Reza mendengar kabar tersebut. Terlebih ia harus ikut tanpa kecuali seperti Hafiz. Seketika Reza memberhentikan aktivitas makannya saat hilang selera. Lagi-lagi, abinya memberi keputusan tanpa menanyakan persetujuannya. Keberadaan Reza seakan tak pernah di anggap olehnya. Ia hanya seperti boneka yang di mainkan oleh si pemiliknya.

Reza mulai memberanikan diri untuk berbicara, "Maaf, Bi. Aku nggak mau ikut ke sana, aku mau tetep sekolah di sini."

Terdengar suara cukup keras di bagian ujung meja. Suara gelas yang di letakkan kembali ke tempatnya menyedot perhatian semuanya. Marwah sudah menoleh sejak awal anaknya membuka suara. Di susul Hafiz dan Nafisa yang hanya dapat diam melihat ke arah abi mereka.

Aktivitas makan terhenti seketika. Aryan kini menatap Reza lekat, sedangkan Reza terdiam menatap meja di hadapannya.

"Mau jadi apa kamu di sini tanpa ummi dan abi? Mau jadi berandalan terus? Mau bebas?" seru Aryan cukup keras.

Marwah menyentuh punggung suaminya lembut. "Sab--"

"Cukup, Mi. Tidak perlu lagi kamu membela anak ini," sergah Aryan cepat.

Aryan masih menatap Reza lekat. "Abi tanya sama kamu, mau jadi apa kamu!?" ulangnya dengan suara yang kian meninggi.

"Abi tenang aja, Reza akan berubah," janji Reza.

Hi Reza ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang