#20 U j u n g P e r p i s a h a n

1.6K 230 17
                                    


Labuan Bajo, pukul 18:06. Reza dan teman-temannya telah kembali ke penginapan. Besok mereka akan pulang ke Bandung, sehingga kini mereka tengah berada di kamar masing-masing untuk beristirahat.

Memanjakan tubuh dengan rebahan diatas kasur yang nyaman, sebelum melakukan perjalanan besok yang cukup melelahkan.

Sasya kini berada di kamar Nafisa. Ia malu menemui Kekko ke kamarnya, sebab dua hari yang lalu ia sudah pergi meninggalkan dirinya. Sasya tidak tahu-menahu bagaimana kabar Kekko saat ini, yang jelas kemarin Kekko sempat menghubunginya namun tak terangkat olehnya.

Tangan Nafisa yang tengah asik memeluk guling meraih benda yang berada diatas nakas, dengan mata yang masih terpejam ia mematikan dering ponselnya yang tiba-tiba menyala.

Ia mendudukan tubuhnya, sambil sesekali mengucak mata dan menguap. Rebahan memang begitu nikmat, tetapi Nafisa tak mau terbuai dengan kesenangan yang sesaat. Terlebih tidur setelah ashar memang tidak di anjurkan.

Namun dikarenakan beberapa hari ini tidurnya sangat kurang, tanpa sengaja Nafisa memejamkan matanya. Untung saja ia selalu memasang alarm disetiap waktu sholat, sehingga kini ia dapat tersadar bahwa kini telah masuk waktu sholat magrib.

Sadar bahwa waktu sholat magrib itu singkat, Nafisa segera beranjak.

"Nafis kamu mau kemana?" tanya Sasya tatkala Nafisa beranjak dari atas kasur.

"Wudhu kak."

Nafisa masuk ke dalam toilet tanpa menutup pintunya. Sasya yang merasa penasaran mengekorinya dari belakang, mengintip dari sudut pintu yang terbuka bagaimana tata cara wudhu yang bener.

Nafisa yang merasa di awasi menoleh kearah pintu, lalu mendapati Sasya yang tengah memperhatikannya berwudhu.

"Kakak mau wudhu?" lontar Nafisa.

Malu-malu, Sasya mengangguk. "Aku lupa urutannya."

Nafisa tersenyum hangat, lalu mempersilakan Sasya untuk memperhatikannya lebih dekat.

Beruntung di kamar ini Nafisa mendapat fasilitas hotel yang menyediakan keran untuk berwudhu, karena sebagian hotel biasanya hanya menyediakan wastafel, wc duduk, serta shower.

Tak ada lagi keran wudhu, bak mandi serta gayung yang biasa di pergunakan sehari-hari. Sehingga terkadang menyulitkan sebagai orang yang tak terbiasa dalam situasi ini.

Sebagai orang pasti akan kebingungan, bahkan tak menuntut kemungkinan ia malah mengurungkan niatnya untuk beribadah di saat tak menemukan alternatif lain.

Padahal islam adalah agama yang memudahkan. Allah SWT berfirman: "... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (al-Baqarah: 185)

Terkadang diri sendiri lah yang membuat hidup susah. Hal ringan di perbesar dan yang besar semakin di gemborkan.

"Aku duluan ya kak, habis ini kita gantian." kata Nafisa.

Nafisa membuka keran dan memulai wudhunya. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga.

Kakaknya Hafiz yang telah mengajarkannya. Saat dirinya berusia lima tahun, kakanya pernah bercerita Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu pernah meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu.

Setelah berwudhu Utsman berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, "Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu".

Hi Reza ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang