#39 K e l a b u

1.2K 208 15
                                    

Perihal hati yang merasa patah, terkadang penyebabnya adalah orang-orang yang kita anggap sebagai rumah.
~Hi Reza~

🍂🍂🍂

“Apa kalian berhasil nemuin Miko?” tanya Arga ketika berpapasan dengan Sasya dan Reza.

“Pesawatnya baru aja terbang.” ujar Sasya.

“Berarti kita telat.”

“Udah gakpapa, ayo pulang.” ajak Sasya.

“Terus gimana sama Miko?”

“Ya mau gimana lagi. Dia udah terlanjur pergi.”

Arga ikut merasa bersalah.

“Saya bener-bener minta maaf atas perbuatan Miko ke sahabat kamu. Saya juga gak nyangka dan bingung harus mencari dia kemana. Tapi saya janji akan melacak keberadaannya, dan buat dia bertanggung jawab atas perbuatannya. Tolong beri saya waktu.”

“Santai aja kali, Le. Kan bukan lo yang salah. Gue terima ko kalo sekarang gue belum bisa nemuin dia. Karena ada seseorang yang bilang ke gue, mungkin sekarang Allah lagi kasih jeda ke kita biar dia bisa sadar sendiri dengan kesalahannya. Siapa tau nanti Allah kasih hidayah ke dia, ngingetin dia akan dosanya terus balik lagi ke sini buat mempertanggung jawabkan semuanya. Kita doa aja.” ujar Sasya berusaha bersikap dewasa, mengingat perkataan Reza.

“Aamiin.”

Arga sedikit terpukau melihat sisi lain dari Sasya. Yang mampu bersikap dewasa dibalik sikap kekanak-kanakkannya.

“Apa kamu mau pulang bareng saya?”

Sasya melempar tatapan pada Reza.

“Maksud saya, jika kamu tidak keberatan saya ingin sekalian bertemu pak Udin.” tambah Arga.

Reza tak bisa memaksa. Meskipun Sasya telah menerima tawarannya untuk pulang bersama, namun ia memilih mengalah.

“Oh, iya Sya. Lo bareng aja sama mas Arga. Gue lupa kalo hari ini ada janji sama Nino di cafenya.” dusta Reza.

“Lo janjian jam berapa sama Nino?”

“Ini sebentar lagi.” sambil melihat arloji. “Kalo gitu gue duluan ya. Bye.”

“Za,”

Reza sudah berjalan cepat.

“Ayo, Sya.”

Sasya akhirnya ikut bersama Arga, menuju rumahnya.

“Ternyata kamu bisa diam juga. Mau makan dulu, gak?”

Sasya menggeleng pelan. Pikirannya masih terpaut pada Reza. Ia tahu Reza pasti berbohong padanya, demi mengalah pada Arga.

Memang sulit rasanya menyematkan gelar teman pada seorang mantan. Terlebih rasa canggung yang terus bermunculan, karena berusaha menghindari yang namanya rasa nyaman.

Berteman sepertinya bukan jalan keluar untuknya dan Reza. Sebab berapa kalipun mereka mencoba pasti akan gagal juga.

“Sya, kita sudah sampai.”

“Hm, iya.”

※※※

Sepanjang hari yang cerah, awan mendung seakan terus melingkupi Reza. Menghancurkan setiap moodnya, bahkan menghilangkan senyuman manis dari wajahnya.

Sejak sampai di cafe Nino, Reza hanya terduduk diam tanpa senyuman. Menghadap kearah kaca yang menampilkan pemandangan jalan raya.

Hi Reza ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang