69

4K 242 29
                                    

Bagian keenampuluhsembilan dari cerita.
Sekali lagi,ini hanya FANFICTION.
Happy Reading!

***

Jennie menatap Jiyong dengan sengit, begitupun sebaliknya. Dan disisi lain, Jongin menatap sedikit ciut kearah keduanya. Dia bingung harus apa sekarang. Apalagi, daritadi Jennie dan Jiyong saling menatap tajam satu sama lain, sudah lebih dari 5 menit. Setelah Jiyong menceritakan semuanya tadi, Jennie merasa kesal. Pasalnya, dia tidak suka dengan tindakan Jiyong itu, apalagi pada Taeyeon. Menurut Jennie, Jiyong sangat keterlaluan sekali. Apalagi, Jennie rasanya bisa mengerti apa yang Taeyeon rasakan saat ini, apalagi setelah menerima perlakuan Jiyong.

Pasti rasanya sakit.

"Aku tidak mau tahu. Pokoknya, apapun yang terjadi, aku hanya mau mendengar permintaan maafmu untuk Taeyeon eonnie." Sahut Jennie menatap tajam Jiyong.

Jiyong yang ditatap seperti itu, hanya menatap cuek kearah Jennie. Sambil mengedikkan kedua bahunya, dia pun mengeluarkan suara. "Apakah harus?"

"Tentu saja, oppa!" Gertak Jennie. Jongin disebelahnya saja terkejut karena nada suara wanita Kim disebelahnya itu. Dia kemudian menatap Jiyong yang kini tengah menatap malas kearah Jennie.

"Bagaimana bisa oppa berlaku seperti itu pada Taeyeon eonnie? Apa oppa lupa dengan semua yang pernah Taeyeon eonnie lakukan untuk oppa? Apa Taeyeon eonnie pernah membuat oppa kesusahan atau sakit hati saat dulu kalian berpacaran? Bagaimana bisa..kau setega ini?"

"Kau lupa sesuatu." Nada suara Jiyong yang daritadi terkesan cuek, tiba-tiba berubah menjadi sedikit dingin dan datar. Apalagi, tatapan pria Kwon itu juga tampak menajam. Jongin yang daritadi diam saja tiba-tiba menjadi ciut, sementara Jennie, yang mungkin memang sudah kebal dengan Jiyong beserta segala sikap datarnya itu, hanya menatap remeh kearah leader Bigbang itu.

"Apa? Apa yang aku lupakan?"
"Kau lupa jika dia yang memulai semua ini." Jawab Jiyong. "Wanita itu. Dia yang memulai semua ini. Coba jika dia mau bicara, coba jika dia mau cerita, dan coba..jika dia mau berjuang bersama. Semua ini tidak akan terjadi. Kalau dia tidak melakukan ini semua,mungkin saja aku dan dia telah menikah dan punya anak bersama."

Jennie dan Jongin saling menatap satu sama lain. Setelahnya, keduanya kini serempak menatap kearah Jiyong yang kini juga tengah menatap kearah mereka berdua.

"Anak?"

"Lupakan!" Seru Jiyong. Dia menatap kearah Jennie dan Jongin lalu menggeberak meja. "Sudah sana pergi! Berpacaranlah, aku tidak akan menganggu kalian berdua lagi. Kalian ini..kerjanya hanya bisa merecoki kehidupan pribadiku, tapi hubungan percintaan kalian masih saja tetap datar."

"Oppa!" Jennie mengeluarkan suara teriakan membahananya, sementara Jongin pun berdiri dari duduknya dan  membungkuk hormat -ala pangeran-pangeran dalam cerita dongeng umumnya-kearah Jiyong.

"Segera hamba laksanakan, Yang Mulia." Jennie makin berteriak keras begitu kini Jongin menarik tangannya dengan kencang sampai dia berdiri dari duduknya, kemudian berlari pergi, meninggalkan Jiyong yang kini menatap kearah dua sejoli itu sambil tersenyum tipis.

"Terimakasih, Yeon."

***

"JONGIN!" Jennie berhasil menarik tangannya dari Jongin. Setelahnya, wanita itu membungkuk,berusaha menetralkan nafasnya yang terengah-engah. Rasanya, Jennie sudah tidak kuat lagi berlari, apalagi Jongin yang terus saja berlari didepannya sambil menarik tangannya sangat kencang, tidak peduli Jennie yang merasa nafasnya sudah pendek seperti saat ini.

Jongin menatap Jennie yang kini membungkuk. Dia merasa kasihan juga melihat Jennie yang tampak kelelahan seperti ini. Akhirnya, dengan pelan dia pun mengambil salah satu tangan Jennie dan menariknya lembut, menuntun wanita itu untuk duduk ditrotoar, karena pasalnya kini mereka tengah berada ditengah jalan. Jongin hanya takut saja jika ada mobil yang lewat atau bagaimana dan nanti bisa saja mengenai mereka berdua.

dating √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang