Jisoo berjalan dengan bersenandung pelan menuju apartementnya, sebuah tempat tinggal sederhana yang berada di dalam gedung tua walaupun begitu tetap terawat dan berada di kawasan kota yang cukup ramai. Malam ini cuacanya cukup dingin hingga Jisoo beberapa kali mempererat jaket di tubuhnya.
Walaupun begitu senyum tetap menghiasi wajah cantiknya, pernikahannya akan dilaksanakan seminggu lagi dan tentu saja Jisoo sangat menanti hari itu.
Sore tadi ia menggunjungi makam bibinya di pingiran kota. Meminta restu pada sang bibi, ada rasa sedih karena tak bisa membagi kebahagiannya pada bibi yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri, walaupun begitu Jisoo yakin bibinya akan senang di sana mengetahui keponakan kesayangannya akan menemukan kebahagiaan.
Tanpa sadar Jisoo telah sampai di dalam gedung apartementnnya. Ia kemudian melangkah ke arah tangga untuk menuju lantai dua tempat apartementnya. Gedung ini memang hanya berlantai empat dan hanya ada tangga. Tempat tinggalnya ini memang diperuntukan untuk kalangan menegah kebawah dan kebanyakan pennyewanya adalah anak kuliahan atau pun keluarga kecil. Namun ia sangat bersyukur menemuka tempat ini, tempat yang selama ini menjadi rumah untuk bernaung.
Langkahnya terhenti, tatapan itu terpaku pada seorang gadis yang kini berdiri tepat di depan kamar apartementnya. Ia seolah membeku memandang gadis dengan penampilan yang modis walaupun sedikit terhalangi dengan blazer yang menutupi tubuhnya tersenyum di hadapannya, seorang gadis yang sangat mirip dengan dirinya seolah mereka adalah satu yang dibagi dua, saudari kembar yang tak ingin dilihatnya lagi.
***
"Mau apa ke sini?"
Jisoo berucap datar dan dingin tak ingin berbasa-basi kepada saudari kembarnya, Kim Joohyun,
"Bagaimana keadaanmu? Kupikir tak bisa bertemu denganmu karena sudah larut malam."
Joohyun berusaha tak memperdulikan perkataan dingin dari saudari kembar yang hanya berbeda beberapa menit darinya. Tersenyum tulus dan bersungguh-sungguh menanyakan keadaan Jisoo.
"Kalau kau hanya ingin menanyakan pertanyaan yang tak penting lebih baik pergi saja."
Jisoo berjalan menuju pintu apartementnya, melewati begitu saja Joohyun, seolah gadis itu tak ada.
Dengan cepat ia merogoh saku jaket untuk mencari kunci apartementnya, ketika ia akhirnya menemukan kunci itu, Jisoo dengan cepat berusaha membuka pintu apartement, namun genggaman di pergelanggan tangannya menghentikan gerakan Jisoo.
"Apa maumu, huh?!"
Suara Jisoo meninggi diringi hentakan keras yang membuat genggaman tangan Joohyun terhempas begitu saja, seolah Jisoo begitu jijik bersentuhan dengan gadis di hadapannya ini.
"Kumohon, aku hanya ingin berbicara denganmu"
Joohyun berusaha tegar, tak menutupi suaranya yang gemetar oleh kesedihan. Tak pernah disangkanya bahwa sang saudari begitu membencinya hingga nyaris jijik kepadanya. Namun perkataan menyayat hati itu tak mencairkan es yang membekukan hati Jisoo. Dengan tak peduli gadis itu kembali ingin membuka pintu apartementnya, begitu muak dengan gadis di hadapannya ini.
"Aku minta maaf , aku menyesal. Aku mohon berikan satu kesempatan untuk memperbaiki ini semua. Aku juga ingin berbahagia bersamamu, pernikahanmu, aku sungguh--"
"Tahu apa kau dengan kebahagiaanku, huh ?!"
Joohyun tersentak, saudari kembarnya kini memandang dengan penuh kebencian, kebencian yang membara. Seolah akan menghanguskan Joohyun begitu saja.
Isakan pelan tak dapat ditahan oleh gadis itu. Dia memang salah, dia mengaku dan sangat menyesali kesalahannya itu. Akan tetapi melihat saudari kembarnya begitu membenci dirinya begitu menyakitkan, sangat menyakitkan hingga meremukan hati.
"Aku memang bersalah, aku minta maaf, sungguh aku sangat menyesal...."
Joohyun mendekat berusaha menggapai sang saudari, namun langsung ditepis begitu saja. Jisoo tetap bergeming, memandang dengan dingin walaupun saudarinya kini terlihat begitu sedih dan putus asa.
"Pergilah"
Ucapan dingin itu diucapkan seiring dengan tertutupnya pintu apartement. Meninggalkan Joohyun sendirian bersama kesedihan yang tak tertahankan.
***
Jisoo menghelas nafas perlahan, kini dia duduk termenung di sofa ruang tamu apartementnya. Tak disangkan gadis itu tak mau menyerah dan datang lagi. Tak terhitung berapa kali selama beberapa bulan ini gadis itu terus berada di depan apartementnya, menunggu seperti orang bodoh. Apakah gadis itu tak mengetahui bahwa berapa kali pun ia memohon, Jisoo tak akan pernah memaafkannya, tidak setelah apa yang ia lakukan.
Mau tak mau kenangan pedih itu kembali terngiang. Dimana mereka berdua dulunya adalah saudari kembar yang saling menyayangi dan memiliki satu sama lain, walapun mereka adalah anak yang dibuang oleh ibu kandung yang seharusnya merawat dan memberi kasih sayang. Tetapi itu sama sekali tak menjadi masalah, bahkan mereka pun tetap berbahagia walaupun harus tinggal di panti asuhan. Mereka saling menjaga dan juga memiliki seorang bibi yang sudah berperan sebagai seorang ibu penuh kasih.
Namun Joohyun meninggalkannya sendirian, pergi bersama keluarga barunya. Joohyun berjanji untuk menemuinya dan ia percaya. Menunggu selama satu minggu, satu bulan, satu tahun, berlalu dan terus berlalu. Hingga ia tersadar bahwa janji sang saudari kembar hanyalah sebuah janji semu.
Ia harus berjuang untuk hidupnya, sendirian. Bibinya meninggal lima tahun setelah kepergian Joohyun. Hingga Jisoo pada akhirnya harus berjuang sendirian, hidup yang begitu berat untuk gadis belia, tanpa keluarga, teman, sendirian, kesepian.
Jisoo menarik ingatannya. Ia benci sekali mengingat kenangan pahit itu. Namun sekarang berbeda, ia telah bertemu dengan cinta dan kepercayaannya, Kak Suho. Pria yang membuatnya bisa kembali mencintai dan mempercayai.
Berusaha mengusir berbagai pemikiran yang berkecamuk, Jisoo menyalakan TV di hadapannya, sebuah TV kecil di ruang tamu merangkap ruang keluarga ini. Siaran itu malah menayangkan saudari kembarnya yang membawakan sebuah berita, memang Joohyun adalah seorang reporter muda berbakat di salah satu stasiun TV swasta. Di sana sang saudari tersenyum manis seolah mengejeknya yang kini memandang dengan penuh kebencian.
Dengan cepat ia mengganti saluran TV. Jisoo mengusap wajahnya perlahan, membentengi hatinya. Ia tidak akan terlena dengan perasaan iba ataupun perasaan menyedihkan kepada sang saudari yang bahkan tega meninggalkannya tanpa menoleh lagi. Dan sekarang setelah ia dapat berdiri sendiri dengan kekuatannya menghadapi kehidupan yang menyesakan dada, sang saudari yang hidup dengan segala kemewahan dan kemudahan hidup meminta sebuah permintaan maaf ?
Beraninya gadis itu meminta sebuah ampun!
Bahkan ketika memaafkan merupakan hal satu-satunya yang dapat dilakukan Jisoo, dia tak akan pernah melakukannnya, tak akan pernah.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBRACE THE DESTINY
FanfictionKim Jisoo, gadis cantik yang menolak takdirnya, gadis yang ingin melawan takdir kejam yang menyakitinya berkali-kali. Ia akan melakukan apapun untuk lari dari takdir kejamnya, bahkan jika itu berarti melenyapkan diri sekalipun. Namun mampukah seoran...