CHAP 9 : BACK IN TIME

1.5K 188 1
                                    

"Hey bangun, hey bangunlah..."

Kedua netra kelam itu perlahan mengerjap, sayup-sayup ia mendengar suara yang berusaha membangunkannya pun dengan goncangan pelan ditubuhnya. Ketika mata itu akhirnya terbuka, dapat dilihatnya dengan jelas seorang gadis kecil yang berusaha membangunkannya. Seorang gadis kecil dengan mata bulat bernetra..jingga??

Jisoo terkesikap, berusaha bangkit dengan cepat. Gadis itu bergeser menjauh, kali ini telah tersadar sepenuhnya. Diperhatikannya gadis kecil di hadapannya kini.

Seorang anak kecil berkisar 10 tahunan dengan bola mata berwarna jingga cerah, mengenakan sebuah gaun hitam polos dengan rambut ikal hitam dikuncir dua pun dengan kulit putih pucatnya yang begitu kontras dengan gaun yang ia kenakan.

Anak kecil itu berjongkok di hadapannya, memandangnya dengan kedua mata bulat polosnya, seolah menunggu reaksinya. Kepala gadis itu secara tiba-tiba terasa begitu sakit, kepingan demi kepingan memorinya dengan cepat berputar terus-menerus. Bagaikan kilasan kaset film yang berputar dengan cepat. Hingga akhirnya semua kepingan itu menjadi satu. Membuatnya mengingat semua yang telah terjadi pada dirinya.

Bukankah aku sudah meninggal?.....

"Benar kau sudah meninggal.."

Jisoo tak bisa menutupi keterkejutannya mana kala anak kecil di hadapannya ini bergumam pelan seolah membaca pikirannya. Jisoo perlahan memindai sekitar, dan yang dilihatnya hanya sebuah ruangan kosong dengan warna putih yang menutupinya, seolah ia berada di dalam sebuah kotak putih yang sangat luas tak berujung.

"Siapa kau?"

Anak kecil dihadapannya ini hanya memandang datar. "Aku bukan siapa-siapa.." Anak kecil itu kemudian bangkit, merapikan gaun hitam selututnya dengan pelan.

"Siapa kau?! Aku sedang tidak bercanda." Jisoo meninggikan suaranya, merasa kesal karena anak kecil di hadapannya ini seperti mempermainkannya.

"Dasar manusia..apakah perkataanku kurang jelas? Aku bukan siapa-siapa.
Bukankah disana juga terdapat banyak istilah tak bernama, unknown, onbekend, unbekannte..sepertinya kalian memiliki banyak istilah untuk itu."

Anak kecil itu memutar kedua netra jingganya bosan, berkacak pinggang dan mendengus pelan malas-malasan.

"Bukankah aku sudah meninggal? Lalu dimana aku sekarang? Dan kau..siapa kau!? Apa yang terjadi padaku?"

Jisoo berucap frustasi, pikirannya terasa begitu kacau. Secara tiba-tiba berada dalam ruangan putih yang misterius pun dengan anak kecil bermata jingga yang aneh.

"Memang yang sedang kau alami ini akan terasa aneh bagimu. Tempat ini dan aku bukanlah apa-apa..kau hanya perlu fokus pada dirimu."

Anak kecil itu berucap misterius, menjentikan jarinya dan perlahan ruang putih ini dipenuhi oleh gelembung balon yang tipis. Jisoo tersentak, berusaha bangkit dari duduknya.

Gelembung itu semakin lama semakin banyak memenuhi ruangan putih ini, bergerak-gerak pelan memenuhi udara. Beberapa diantaranya bahkan mengelilinginya dengan putaran yang konstan.

"Lihatlah kedalam gelembung itu.."

Jisoo langsung melihat kedalam gelembung balon tipis yang tepat berada dihadapannya. Gadis itu berusaha memfokuskan pandangannya. Hingga akhirnya ia dapat melihat apa yang ada di dalam gelembung itu dan matanya langsung terbelalak dengan langkah yang otomatis mundur. Nafasnya tercekat memandang tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Itu adalah dirinya yang sedang mengajar di taman kanak-kanak...di dalam gelembung itu ada kilasan hidupnya.

"Benar, di dalam gelembung-gelembung ini adalah kilasan-kilasan kehidupanmu." Anak kecil itu kembali berucap, ikut memperhatikan sebuah gelembung yang melayang tepat di hadapannya "Gelembung kehidupanmu."

"Ba...bagaimana bisa?Sebenarnya apa yang terjadi padaku..?" Jisoo berucap gemetaran,menutup matanya perlahan seolah menolak apa yang dikatakan anak kecil di hadapannya ini.

"Ini adalah kesempatanmu." Anak kecil itu melangkah mendekat. "Kesempatan mengembalikan takdirmu." ia mendongak, memandang datar kepada Jisoo yang dibalas dengan pandangan kebingungan oleh Jisoo.

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu ketika manusia terlahir ke dunia, maka mereka akan mendapatkan kesempatan untuk melihat kehidupan yang akan dijalaninya." Anak kecil itu perlahan meniup gelembung yang mendekatinya hingga gelembung itu menjauh. "Itu artinya kau pun juga telah melihat kehidupan yang akan kau jalani,dan kau menerimanya, kehidupan menyedihkanmu ini"

"Bunuh dirimu ini, juga adalah salah satu takdir yang harus kau jalani. Begitu juga dengan dirimu yang berada di sini, ini juga adalah takdirmu." Anak kecil itu kembali menjentikan jarinya dan gelembung-gelembung yang tadinya bergerak di udara terdiam seketika.

"Orang yang bunuh diri akan melihat kehancuran dirinya dalam kegelapan yang tak berdasar. Ketika pada akhirnya mereka menyadari bahwa hanya kehancuran yang akan menemaninya hingga akhir...mereka terlambat." Anak kecil itu memandang lurus ke arah Jisoo. "Mereka memohon untuk kembali kedunia, menyesali keputusan yang mereka ambil. Namun mereka terlambat...mereka harus menjalani kekejaman dari kehancuran yang mereka inginkan sendiri."

"Kau berbeda.."

Anak kecil itu secara tiba-tiba telah berada di belakangnya tanpa Jisoo menyadari. Membuat dirinya terkesikap dan berbalik cepat dan melihat dia telah duduk di sebuah kursi dengan tenang.

"Ketika kau bunuh diri,pandanganmu seolah tertutupi. Kau tak melihatnya..kehancuran yang akan kau alami ketika kau bunuh diri. Hingga bahkan kau masih dapat tersenyum tulus di detik terakhir kehidupanmu."

"Dunia ini adil, Kim Jisoo" Anak kecil itu kembali berucap. "Begitupun untukmu...kau mendapat kesempatan untuk melanjutkan kehidupanmu, kehidupan yang sangat jauh lebih baik dibanding kematian. Kau bahkan tak bisa membayangkan kekejamaan apa yang akan kau dapatkan jika kau memilih kematian."

"Tak bisakah aku mati saja?" Jisoo berucap gemetar. "Aku lelah..aku hanya ingin mati...tak bisakah aku mati dengan tenang?"

Tanpa sadar air mata itu kembali keluar, gejolak emosi yang tercampur aduk di dalam dirinya.

"Kau tak mengerti." Anak kecil itu memandang datar. "Apa kau pikir kematian adalah akhirnya?Tidak..kau akan menjalani kekejaman yang akan menghancurkanmu lebih dari ini...kau akan menyesalinya disetiap detiknya, kau ingin kembali tapi kau tak akan pernah bisa. Yang kau alami bahkan tak sepadan dengan kematian yang kau pilih."

"Kau merasa tak adil karena ibumu bahkan meninggalkanmu? Jutaan orang pun mengalami hal yang sama. Kau tersiksa dengan hidup sebatang kara? Bahkan ada yang menjalani hidupnya jauh lebih berat dari pada dirimu. Kau ingin mati karena orang-orang yang kau cintai direnggut darimu? Semua orang jugaakan meraskannya, kehilangan orang yang dicintai" Anak kecil itu menghela nafas. "Banyak orang yang juga mengalami takdir buruk dalam hidupnya, tapi mereka tetap menjalaninya dengan kesabaran. Pada akhirnya mereka akan mendapatkan kebahagiaan, itulah harga dari kesabaran"

"Aku tak peduli..aku tak peduli.." Jisoo berucap kesakitan. "Selama ini aku juga menjalani hidupku dengan kesabaran..aku menerima semuanya dengan lapang dada." Air mata kembali mengalir dari kedua netra kelamnya."Pada akhirnya aku mendapatkan kebahagiaanku, satu-satunya kebahagiaanku. Namun itu pun kembali direnggut. Kenapa?....kenapa?" Dengan gemetaran Jisoo kembali terduduk, tak mampu menopang tubuhnya yang gemetaran.

"Kau pikir hanya itu kebahagiaanmu?" Anak kecil itu telah berada di hadapan Jisoo, ikut berjongkok mensejajarkan pandangan mereka. "Kau memiliki banyak kebahagiaan..kebahagiaan yang menantimu." Dengan perlahan anak kecil itu mengusap air mata yang terus mengalir dari netra kelam Jisoo.

"Aku tak peduli.." Jisoo menggeleng sekuat tenaga "Aku hanya ingin mati..biarkan aku mati saja. Aku akan menanggung semua konsekuensinya. kumohon.."

"Gadis keras kepala." Anak kecil itu bergumam pelan, bangkit perlahan. "Kau ingin mati, kan? Kau akan mendapatkannya." Anak kecil itu berucap lambat-lambat memperhitungkan. "Tapi kau harus memenuhi syaratku."

"Kesempatan kedua untuk melihat kehidupanmu lagi, dari awal hingga akhir." Anak kecil itu berucap tenang. "Kehidupan ketika kau memilih kematian." Anak kecil itu menjentikan jarinya dan gelembung-gelembung yang tadinya terdiam kembali bergerak perlahan memenuhi udara.

"Ap..a?"

TBC

EMBRACE THE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang