CHAP 17 : ONE DAY IN TEARS

1.1K 155 4
                                    

Seperti yang sudah-sudah, dalam sekejap Jisoo kembali berada dalam kilasan yang berbeda. Kini ia telah berada dalam sebuah ruang dimana bibinya terbaring lemah terlhat sakit. Dirinya yang berusia 15 tahun juga berada di sana, duduk di pinggir ranjang menggengam tangan sang bibi.

"Aku tak mau melihat ini."

Jisoo berseru kencang, rasa sesak langsung terasa mencekiknya.

"Kumohon..."

Jisoo merintih pelan, memandang memohon pada anak kecil yang kini telah berada di hadapannya.

"Hadapilah, kau harus melihatnya." Anak kecil itu berujar datar tak peduli.

***


"Bibi terlalu bekerja keras, lihatlah sekarang bibi jadi sakit." Jisoo remaja berucap lirih, memandang bibinya sedih.

"Cuman sakit biasa, kalau tidur sebentar pasti sembuh, kok." Bibinya berucap menenangkan, senyum menghiasi wajah pucatnya.

"Aku berhenti sekolah aja." Jisoo kembali berujar. "Ini karena bibi harus biayain sekolah aku. Aku mau berhenti sekolah. Aku bisa kerja cari uang."

"Jangan bilang gitu, Jisoo." Bibinya kembali berujar lirih. "Bibi sakit bukan karena kamu. Kamu ngak boleh bilang kaya gitu." Ada hela nafas sebelum bibinya kembali berucap. "Bibi mau kamu sekolah tinggi-tinggi, jadi orang sukses, punya masa depan cerah. Kamu harus sekolah baik-baik, sayang."

"Kalau kamu sukses, kamu bisa ketemu sama Joohyun." Bibinya kembali berujar setelah jeda yang cukup lama. Memandang keponakannya dengan senyum lembut.

"Joohyun bahkan udah ngak peduli sama kita!" Jisoo menghardik. "Aku terus kirimin dia surat-surat, bahkan ketika bibi sakit aku juga kirimin surat. Ia bahkan ngak datang-datang nengokin kita."

"Kamu jangan begitu, mungkin Joohyun lagi sibuk jadi ngak sempat--"

"Ini sudah lima tahun, bi...dan Joohyun sama sekali tak peduli dengan kita. Ia sama saja dengan wanita jahat itu, pergi dan ngak akan kembali-kembali lagi." Jisoo berucap penuh gejolak. Menahan kesedihan dan kepedihan.

"Bibi harus istirahat, bibi harus tidur." Jisoo kembali berujar mengalihkan perhatian, tak ingin membahas lagi mengenai Joohyun dan wanita itu. Pada akhirnya bibinya hanya mengangguk lemah, tak lagi membahas keponakan dan saudarinya.

***


Keesokan harinya, Jisoo bersekolah seperti biasanya. Hari ini adalah hari kelulusannya. Ia merasa cukup sedih karena bibinya tak sempat hadir karena kesehatannya kurang baik.

Walaupun begitu, Jisoo tetap berusaha tersenyum. Ia ingin segera pulang dan memperlihatkan prestasi yang diraihnya, menjadi ranking satu di kelas serta berada dalam 10 besar umum terbaik di sekolahnya. Dengan prestasinya itu ia bahkan langsung diterima oleh salah satu SMA negeri terbaik.

Jisoo mempercepat langkah begitu sampai di halaman panti asuhan. Berjalan menyusuri lorong-lorong menuju kamar bibinya.

Dimana orang-orang..???

Jisoo memperlambat langkahnya begitu merasakan keganjalan, panti ini begitu sepi dan lenggang, tak ada satu pun orang-orang yang terlihat. Biasanya tidak seperti ini, walaupun suasana lenggang, tetap saja selalu ada anak-anak panti yang bermain atau pun para petugas yang hilir mudik. Jisoo langsung merasakan kejanggalan yang tak biasa, menelan ludah dengan perasaan yang tak enak.

Ia kemudian mempercepat langkahnya menuju kamar sang bibi. Ketika dirinya telah dekat dengan ruangan itu, sayup-sayup didengarnya suara tangis bersahut-sahutan. Jisoo tanpa sadar berjalan gemetaran, entah mengapa dirinya langsung dibanjiri perasaan was-was dan takut.

EMBRACE THE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang