CHAP 12 : I'M YOUR DAUGHTER

1.4K 165 0
                                    

Gadis itu perlahan mengerjap, membuka matanya perlahan. Kini mereka berada di sebuah taman di malam hari. Cahaya rembulan menghiasi malam itu dengan beberapa lampu dengan nyala sedikit berpendar ikut menerangi pun dengan angin malam yang menusuk dingin.

"Aku hamil, kak."

Lirihan seorang wanita di malam yang sunyi ini mau tak mau terdengar dan memaksa Jisoo berbalik mengikuti sumber suara itu. Semakin ia melangkah dapat dilihatnya seorang wanita berdiri gugup di hadapan pria yang Jisoo hanya dapat lihat punggungnya. Jisoo mendekat dan begitu melihat wajah wanita yang gugup itu ia tercekat. Walaupun ingatannya tentang sosok itu sangat ia ingin lupakan, namun sosok Itu adalah wanita yang melahirkannya, ibu yang tak menginginkannya.

"Lalu apa masalahku?" Ucapan pria itu dingin dan tak peduli, membuang muka seolah muak dengan wanita di hadapannya.

"Tapi kak..ini anak kita..."

Si wanita berusaha meraih tangan sang pria, namun ditepis dengan kasar.

"Kau bahkan bersedia tidur denganku, bagaimana dengan pria lain di luar sana, huh? Aku tak yakin hanya aku yang menyentuhmu!"

Tamparan keras telak mengenai pria itu, si wanita memandang terluka, setetes demi setetes air mata mulai membanjiri dirinya.

"Kak..kau yang paling tahu bahwa aku hanya mencintaimu, aku bahkan rela memberikan hartaku yang paling berharga..mengapa kau tega mengatakan itu..?"

Wanita itu terisak pelan, begitu terluka mana kala pria yang dikira mencintainya juga tega mengatakan hal sekejam itu pada dirinya.

"Kau pikir aku akan menikahmu begitu? Kau yang seorang wanita rendahan, huh? Jangan bermimpi!"

Pria itu mendengus merendahkan.

"Kau adalah wanita yang bodoh."

Wanita itu hanya bisa memandang nanar pria di hadapannya. Menahan gejolak untuk menangis histeris. Ia memang bodoh menyerahkan segalanya pada pria brengsek yang menginjak-injak dirinya serendah mungkin.

"Aku akan memberikanmu uang, setelah itu gugurkan kandunganmu dan jangan pernah menemuiku lagi." Pria itu kembali berucap sinis, membalikan badan siap untuk meninggalkan wanita di hadapannya.

Jisoo tercekat begitu pria itu berbalik dan berdiri tepat di hadapannya. Udara di sekitarnya seolah menipis meihat dengan jelas sosok pria biadab yang telah berkontribusi dalam kehidupannya yang menyesakan dada.

"Benar, itu adalah ayahmu."

Anak kecil yang sedari tadi ikut memperhatikan berucap datar, duduk di sebuah ayunan tak jauh dari tempat Jisoo juga menyaksikan.

"Dia tak pantas disebut sebagai ayah."

Jisoo berucap tajam, memandang dengan penuh kebencian sosok di hadapannya ini.

Pria itu dengan tiba-tiba kembali berbalik, berdiri tepat di hadapan wanita yang kini hanya memandangnya penuh amarah dan kesedihan. Jemarinnya perlahan menyentuh dagu wanita itu, hingga pandangan mereka akhirnya bertemu.

"Jika kau berani macam-macam mengancamku dengan kandungan sialanmu itu, maka aku akan membunuhmu." Pria itu memandang bengis. "Tak hanya dirimu, aku juga akan membunuh kakakmu, aku akan menghancurkan hidupmu lebih dari ini. Kau mengerti, huh?"

Cengkraman pada dagu wanita itu semakin mengeras, menyakitinya tanpa ampun pun dengan ancaman yang mengerikan diucapkan tanpa belas kasihan oleh pria itu. Hingga pada akhirnya gadis itu hanya bisa mengganguk dengan gemetar tak mampu berkata-kata. Setelah merasa puas, pria itu menyentak pegangannya dengan kasar, tersenyum meremehkan dan merendahkan.

Pria itu kembali berbalik, kali ini melangkah tanpa menoleh lagi. Menembus tubuh Jisoo yang hanya bisa terpaku memandang wanita di hadapannya yang tak mampu lagi menahan emosi dan menangis sejadi-jadinya. Wanita itu menangis tersedu-sedu, hanya mampu menyesali kebodohannya jatuh pada cengkraman pria biadab yang hanya memaanfatkannya.

"Ibumu adalah wanita yang bodoh." Anak kecil itu bergumam pelan. "Baiklah, kita akan melihat hal lainnya."

Kali ini Jisoo kembali tertarik, hanya sedetik ia telah berpindah ke dalam sebuah rumah, rumah yang terasa asing namun pernah menjadi tempatnya dulu.

Ini adalah rumah bibi dan wanita itu.......

***

"Kamu hamil!?"

Jisoo tanpa sadar menoleh ke arah sumber suara di dalam sebuah ruangan yang tertutup setengah. Ia melangkah mendekat, dan seperti dugaannya, itu adalah suara sang bibi dengan keterkejutan yang tak dapat ditutupi pun dengan wanita itu, yang Jisoo tak ingin akui sebagai ibunya, hanya mampu terduduk di pinggiran ranjang menahan tangis.

"Aku harus gugurin kandungan ini." wanita itu berucap dengan cepat. "Aku ngak mau berakhir kaya gini."

"Kamu gila?" Suara bibinya meninggi. "Apa kamu mau jadi pembunuh? Bayi yang ada dalam kandunganmu berhak untuk hidup."

"Mau hidup pake apa, kak?" wanita itu menghela nafas. "Emangnya pria brengsek itu yang mau ngidupin? Ngak kan. Kita juga orang miskin kak...aku ngak mau ngorbanin kuliah, masa depan aku, kak."

"Sooyeon, bayi itu ngak salah apa-apa. Kamu tetap harus bertanggung jawab. Kita bisa cari uang sama-sama." Bibinya kembali berucap, ikut duduk di samping sang adik, menggengam tangannya menguatkan.

"Cari uang sama-sama?" Wanita itu menyentak kasar tangan kakaknya. "Emang apa pekerjaan kakak? Kakak cuman pembantu di panti asuhan." Wanita itu berdiri. "Kak, aku punya masa depan, dan ngak akan kuhancurkan cuman untuk bayi pria brengsek itu"

"Sooyeon! Itu juga bayi kamu! Kamu juga harus bertanggung jawab!"

Jisoo hanya memandang miris pada pertengkaran bibi dan wanita itu. Semuanya sama saja, pria brengsek dan wanita yang ada di hadapannya ini, semuanya hanya orang-orang egois yang ingin lari dari tanggung jawab. Memangnya Ia dan Joohyun ingin dilahirkan dari orang tua yang bahkan ingin membunuhnya?

Mereka berdua hanya ingin berbuat dan setelahnya lari dari tanggung jawab. Kalau pun masa depan wanita itu hancur, itu semua adalah kesalahannya yang begitu bodoh terperdaya oleh pria brengsek itu.

Sebelum wanita itu membuka suara, terdengar ketukan di luar sana. Bibinya pun berdiri, berjalan untuk membuka pintu, meninggalkan wanita itu yang hanya berdiri mematung. Jisoo dengan cepat ikut mengikuti langkah sang bibi, dirinya bahkan merasa tak sanggup berada berdua saja dengan wanita itu.

Bibinya membuka pintu, menyambut tamu itu dengan ramah, seorang pria. Ketika pada akhirnya ingatan masa kecil samar-samar Jisoo perlahan menjelas. Jisoo tersenyum cerah ikut menyambut pria itu.

"Ayah....."

Ucap Jisoo dengan riang, tak dapat menyembunyikan perasaan sangat bahagianya begitu melihat lagi pria di hadapannya.

TBC

EMBRACE THE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang