Jisoo kini berdiri tepat di depan pintu kamar apartement Suho, dengan perlahan menekan tombol-tombol password apartement tersebut. Pintu itu perlahan terbuka, dan lampu-lampu dengan otomatis menyala menerangi ruangan itu.
Gadis itu melangkah masuk dan kenangannya langsung menyeruak mana kala melihat figura-figura foto dirinya dan Suho menghiasi dinding-dinding itu, memaksanya untuk kembali dalam memori-memori indah yang pernah mereka lalui.
Jemari lentiknya perlahan menyentuh salah satu figura, dimana memperlihatkan dirinya dan Suho tersenyum bahagia bersama murid-muridnya di taman kanak-kanak. Saat itu ulang tahun sekolah, dan Suho datang membawa berbagai mainan dan makanan yang membuat murid-muridnya begitu dipenuhi keceriaan.
Netra itu kemudian tertuju pada salah satu figura lainnya yang memperlihatkan dirinya dan Suho menikmati kencan mereka dengan piknik di taman berbukit. Saat itu mereka merayakan ulang tahunnya lebih awal. Suho dengan polosnya lupa bahwa ulang tahunnya sebulan lagi dan malah merayakannya sebulan lebih cepat.
Pria itu bahkan sudah menyiapkan kue ulang tahun dan makan malam indah di tengah-tengah taman. Jisoo bahkan berpura-pura ngambek karena Suho melupakan bulan ulang tahunnya yang membuat pria itu kalang kabut membujuknya.
Melangkah perlahan, kini pandangannya kembali tertuju pada sebuah figura yang terlihat lebih menonjol karena memiliki bingkai berbeda, bingkai putih dengan ukiranan yang indah.
Di sana hanya ada foto dirinya tersenyum cerah memandang langit yang kini berwarna jingga pertanda matahari sebentar lagi akan terbenam, ia mengenakan sebuah gaun sederhana, membiarkan kakinya menginjak hamparan pasir putih dengan air laut yang bergulung perlahan.
Foto itu diambil oleh Suho secara diam-diam, bahkan ia baru mengetahuinya ketika foto itu telah terpajang sempurna di dinding ini. Di foto itu terdapat tulisan tangan sederhana tepat diujung kanan bawah, sebuah coretan pena yang selalu membuatnya tersenyum.
Terima kasih karena telah menjadi kebahagiaanku.
Dengan gemetar jemari itu perlahan menyetuh tulisan sederahan pria itu, rasa sesak langsung menghinggapinya, menekan hatinya semakin kuat. Tanpa sadar buliran air mata yang sedari tadi ditahannya untuk keluar akhirnya menetes juga. Untuk pertama kalinya ia menangis melihat tulisan itu.
***
Taeyong dengan tegang berusaha memfokuskan dirinya menyetir dengan menambah kecepatan mobil hingga mencapai kecepatan maksimal. Tak dipedulikannya lagi beberapa pengendara yang mengklakson sebagia tanda peringatan kepada dirinya yang mengemudi dengan kecepatan penuh yang bisa membahayakan siapa saja. Yang saat ini ia pikirkan adalah untuk sampai secepat mungkin di apartement Suho tempat Jisoo kini berada.Kini moblinya telah berada di area parkir apartement itu, memparkir mobilnya dengan cepat dan bergegas keluar. Ia setengah berlari menuju lift, menekan lantai sembilan unit apartement Suho.
Menunggu dengan cemas, akhirnya lift itu pun terbuka. Dengan cepat ia masuk menunggu dengan tidak sabar. Taeyong berlari cepat, melewati koridor-koridor lantai sembilan. Tergesa-gesa menuju unit apartement Suho.
unit 927, unit 927, unit 927
Hanya kata-kata itu yang terus terulang di kepalanya, menemukan unit 927 apartement Suho. Ketika berada di area koridor apartement Suho, langkahnya semakin dipercepat.
Pria itu menekan tombol password unit itu, membukanya dengan kasar. Lampu ruangan apartement itu menyala dengan otomatis, memperlihatkan ruang apartement dengan jelas.
Tak ada Jisoo di sini...
***
Kini Jisoo tengah berada di dalam ruang kerja Suho, ruang favorit pria itu dimana ia akan memfokuskan dirinya dengan lembaran-lembaran tentang perusahaan. Ketika pria itu berada disini ia akan sangat fokus, bahkan ketika dirinya berkunjung pria akan tetap fokus pada pekerjaannya.Di sinilah Jisoo akan terus menggangu Suho dengan keributan-keributan yang diciptakannya, mereka bahkan terkadang bermain sebuah permainan dimana Suho harus bertahan dengan tetap fokus pada pekerjaannya dan Jisoo yang akan terus menggangunya.
Permainan ini lebih sering dimenangkan Jisoo dengan Suho yang pada akhirnya tak bisa berfokus dan menyerah. Yang pada akhirnya akan membuat Gadis itu tertawa jahil, disusul tawa Suho. Mereka akan tertawa bahagia bersama-sama.
Gadis itu perlahan berbalik, sebuah cermin tepat berada di belakangnya. Kini ia berdiri tepat di depan cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya mengenakan gaun indah terjuntai pas di tubuhnya, gaun pengantin cantik yang memancarkan aura gadis sederhana nan anggun.
Namun kecantikan gaun itu tak terpancar sama sekali pada paras yang kini menatap kosong ke arah pantulan dirinya, sebuah pandangan kosong yang menyayat hati, tatapan yang hanya dimiliki oleh seseorang yang tak memiliki raga di dalam dirinya. Jemari lentik itu bergerak perlahan, dengan gemetaran gadis itu menyentuh cermin di hadapannya.
"Mengapa kau tega melakukan ini kak?"
Perkataan menyayat hati bergaung di ruangan senyap yang terasa dingin. Seharusnya kini dia berbahagia dengan keluarga barunya, kehidupan barunya. Pandangan kosong itu perlahan berubah menjadi sebuah pandangan kemarahan dan kekecewaan.
Takdir ini mempermainkannya, dia sudah melewati takdir kejam yang meremukan jiwa dan raganya, tapi dia bertahan, dengan sebuah harapan bahwa takdirnya akan berubah di kemudian hari.
Bukankah kehidupan ini adalah roda yang terus berputar? Lalu mengapa kehidupannya tak berputar juga? Mengapa Tuhan selalu membuat hidupnya terasa begitu berat? Kalau memang Tuhan itu ada, apakah dirinya tak terlihat dan dirinya hanyalah makhluk yang tak penting, sama seperti orang lain melihatnya.
Disapukannya pandangan kosong itu ke seluruh penjuru ruangan itu. Sebuah ruang apartement yang menyimpan berbagai kerinduan. Langkahnya perlahan terarah menuju balkon.
Hembusan angin malam yang menusuk kulit tak memudarkan langkahnya untuk berdiri berpeganggan pada pembatas balkon yang memperlihatkan gemerlap malam ibu kota dari lantai sembilan ini. Dia sudah bertahan sejauh ini, bertahan dan menjalani kehidupan dimana dia tak punya pilihan lain selain menjalani semuanya.
Jika aku mati apakah aku akan bertemu kakak?
Kaki jenjangnya dengan perlahan melangkah melewati pembatas balkon, berdiri di luar pembatas tanpa terlihat takut atau pun gentar dengan dirinya yang bisa terjatuh kapan saja.
Dia sudah muak dengan terus berharap kepada Tuhan, dia sama sekali tak menginginkan kemewahan atau pun segala keindahan dunia, dia hanya ingin bersama dengan orang yang disayanginya dan menyayanginya, sesederhana itu. Kalau memang Tuhan tak bisa meengabulkan permintaannya yang sederhana itu, dia lebih baik melenyapkan dirinya.
Aku merindukanmu kak........
Aku ingin menemuimu.........Genggaman pada pembatas itu perlahan meengendur, tubuh itu perlahan terhempas, membawa dirinya ke dasar kegelapan, kegelapan yang begitu indah. Dia akan bertemu dengan sang kakak, pemikiran itu membuatnya tersenyum, senyum indah sang pengantin wanita.
Aku mencintaimu kak...........
***
Dengan cepat Taeyong mencari, membuka pintu demi pintu ruang apartement tersebut. Ketika pada akhirnya ia membuka pintu ruang kerja Suho, netra tajam itu dengan cepat memindai. Ruangan itu juga kosong namun pintu menuju balkon terbuka lebar, menghembuskan hawa dingin yang mencekam.Pria itu berjalan perlahan, jantungnya berdetak semakin cepat seiring dengan semakin dekatnya ia menuju balkon. Dengan gemetaran pria itu menyentuh pagar pembatas yang terasa begitu dingin. Pria itu perlahan menundukan kepalanya, berusaha mengenyahkan segala pikiran buruk yang silih berganti menghantuinya.
Namun pemandangan dibawah sana menamparnya dengan keras. Di bawah sana dari kejauhan terlihat jelas sosok yang terbujur kaku, gaun pengantin putih yang dikenakannya kini menyaru dengan pekatnya merah darah yang mengalir.
Terlihat orang-orang mengerubuni sosok tersebut dengan kaget bercampur kepanikan dan kebingungan, menyaksikan kengerian yang mencekam mana kala melihat tubuh mengenaskan tak bernyawa itu.
Ia terlambat...ia tak dapat menyelamatkan Jisoo......
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBRACE THE DESTINY
FanfictionKim Jisoo, gadis cantik yang menolak takdirnya, gadis yang ingin melawan takdir kejam yang menyakitinya berkali-kali. Ia akan melakukan apapun untuk lari dari takdir kejamnya, bahkan jika itu berarti melenyapkan diri sekalipun. Namun mampukah seoran...