CHAP 15 : CHILDHOOD MEMORIES

1.2K 153 7
                                    

Kedua netra kelam itu perlahan mengerjap, megumpulkan kesadaran. Ketika pada akhirnya kedua mata terbuka, ia telah berada kembali dalam sebuah ruang putih dengan gelembung yang memenuhinya.

Ternyata bukan mimpi...........

Untuk sesaat ia mengira bahwa apa yang telah ia alami, segala kilasan-kilasan hidup yang ia lihat adalah mimpi. Namun ternyata tidak, dirinya masih berada dalam ruang ini pun dengan anak kecil bermata jingga yang kini duduk di sebuah kursi kayu mengamati dirinya.

Perlahan Jisoo mencoba bangkit dari duduknya, berdiri terpaku dalam ruangan ini. Gelembung-gelembung itu mengelilinginya dengan gerakan konstan berputar.

Berapa banyak lagi yang ia harus lihat..???

“Tenang saja, semua ini akan berakhir.” Anak kecil itu menjawab pelan, seolah kembali membaca pikirannya. Kali ini Jisoo hanya memandang datar.

“Apakah orang-orang diluar sana  ada yang mengalami hal seperti ini. Melihat hidup mereka lagi?” Jisoo menyeruakan pertanyaan setelah jeda waktu dalam ketermenungan.

“Hanya orang-orang terpilih.” Anak kecil itu berucap misterius. “Orang-orang yang bahagia dalam kegelapan, sepertimu.”

“Memangnya akan ada yang berubah?” Jisoo berucap lirih. “Apakah dengan melihat hidupku yang menyedihkan akan merubah sesuatu?” Jisoo hanya memadang dingin tepat ke arah netra jingga itu, yang hanya membalas dengan senyum miring.

“Hal sekecil apapun bisa mengubah sesuatu.” Anak kecil itu bangkit dari duduknya, melangkah mendekat. “Perubahan yang tak kau sangka.”

“Kau memang memiliki ibu yang kejam, sangat kejam.” anak kecil itu telah berada di belakangnya, membuat Jisoo refleks menoleh.

“Kuakui hidupmu memang cukup menyedihkan.” Kali ini anak kecil itu  menggerakan jari-jarinya hingga sebuah gelembung tepat berada di hadapannya.

“Hidupku memang menyedihkan, lalu mengapa aku harus melihatnya lagi? Untuk menambah kesakitanku?” Jisoo memadang tajam. “Haruskah seperti ini?” ucapan itu terdengar lirih, bentuk keputusasaan yang dalam.

“Kau telah diberikan kesempatan untuk menerima atau menolak kehidupanmu. Dan kau menerimanya, maka jalanilah”

Anak kecil itu kemudian menyentuhkan jari-jarinya ke permukaan gelembung tipis itu.

“Hal ini juga adalah kesempatanmu untuk memperbaiki takdirmu, maka jalanilah”

Kesadaran gadis itu kembali terenggut paksa.

***


Ini panti asuhannya......

Ketika Jisoo kembali berada di dalam kilasan hidupnya, ia telah berada di sebuah panti asuhan sederhana namun terlihat sangat asri.

Setelah kepergian ibunya yang sangat kejam, ia beserta bibi dan saudarinya terpaksa tinggal di panti asuhan. Wanita jahat itu menjual rumah yang dulu mereka tempati sebelum pergi, mengambil semua uangnya.Terpaksa mereka bertiga yang tak punya apa-apa harus tinggal di panti asuhan ini.

Awalnya memang sangat sulit untuk berbaur dengan sekitar, namun lambat laun Jisoo dan Joohyun kecil mampu beradaptaasi dengan cepat. Berteman dengan anak-anak panti yang senasib dengan mereka, bermain dengan ceria.

Jisoo kini dapat melihat dirinya dan Joohyun kecil bermain bersama anak-anak panti yang lain di halaman panti yang asri penuh keceriaan. Tak jauh dari sana bibinya juga berada di sana, menjaga anak panti yang lebih kecil dan juga mengawasi keponakannya dengan senyum kebahagiaan.

Jisoo memejamkan mata, menghirup udara asri panti dengan senang. Masa-masa ini adalah salah satu masa membahagiakan bagi dirinya.
Ketika membuka matanya, dilihatnya dirinya yang kecil berlari ke arah sang bibi, ikut duduk di bangku itu.

“Bi, kapan ibu datang ke sini buat jemput kita?”

Jisoo melangkah mendekat dan samar-samar mendengar pertanyaan polos dirinya yang masih kecil, perkataan seorang anak yang sarat akan kerinduan seorang ibu.

“Ibu lagi kerja, kita tunggu sama-sama, yah?”

Bibinya mengusap pipi Jisoo kecil penuh kasih sayang, berusaha terlihat tegar. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Sooyeon. Dan Jisoo tak henti-hentinya terus bertanya kapan sang ibu pulang, penuh pengharapan.

Jisoo hanya memandang miris pada dirinya yang begitu polos merindukan sosok ibu yang mungkin bahkan tak pernah memikirkannya lagi.

“Ibu ngak akan jemput kita lagi, Jisoo.”

Jisoo menoleh kesumber suara di belakangnya, dimana Joohyun berdiri di sana dengan raut wajah tak suka.

“Berhenti bahas itu terus.”

Joohyun kecil kembali berucap kesal, mendekat ke arah bibi dan saudari kembarnya, menembus Jisoo yang masih berdiri dalam keterpakuan.

“Ibu pasti datang! Kenapa Joohyun ngak pernah percaya?” Jisoo kecil kembali bersuara tak mau kalah.

“Ibu bahkan ngak menoleh ketika ninggalin kita, Jisoo. Dia ngak akan pernah kembali!”

Joohyun kembali berucap dengan keras, berusaha menyadarkan saudari kembarnya yang terus-terusan berharap.

“Ngak..ngak..ibu pasti datang..ibu pasti jemput kita..”

Kali ini Jisoo kecil tak dapat menahan tangisnya, isakan itu semakin menjadi-menjadi. Tangis anak kecil yang memilukan.

“Joohyun!” Bibinya menegur. “Kamu jangan bilang begitu! kembali ke kamar kamu, bibi perlu bicara sama kamu.” Bibinya berucap tegas.

Joohyun pada akhirnya menuruti perkataan sang bibi, melangkah menuju kamarnya dengan cemberut. Sandara menghela nafas, kini perhatian tertuju pada Jisoo kecil yang menangis sesegukan.

“Jisoo sayang,udah jangan nangis.”

Sandara merangkul tubuh mungil keponakannya dengan sayang, menghapus air mata yang terus mengalir.

“Kenapa..kenapa Joohyun ngak mau percaya kalau ibu bakalan jemput kita?” Setengah sesegukan Jisoo kecil berujar.

“Joohyun percaya, kok. Dia cuman ngak mau Jisoo sedih mikirin ibu terus” Sandara berucap penuh pengertian, membelai rambut Jisoo kecil dengan sayang. “Udah jangan nangis, keponakan bibi kan kalau senyum cantik banget. Jadi Jisoo harus senyum biar cantiknya kelihatan.”

Perlahan Jisoo kecil menghapus sisa air matanya dengan tangan mungilnya, tersenyum cerah memarkan gigi susu yang mulai bertumbuh, memeluk bibinya erat.

Jisoo mendesah kasar mellihat pemandangan di hadapannya. Bagaimana polosnya dirinya dulu dengan terus-terusan berharap hal yang semu. Joohyun bahkan lebih mengerti dari dirinya. Jisoo memang pada saat itu begitu polos, berbeda dengan Joohyun yang jauh lebih berpikiran dewasa dan mengerti.

Nyatanya ibunya tak akan kembali........
Tidak...Ia tak ingin kembali....

TBC








Bagi yang menunggu moment taesoo, sabar yah, soalnya cerita ini emang lebih berfokus pada jisoo dan kehidupannya. Tapi tenang aja nanti ada moment taesoo yg "banyak" 👀

Kasih saran juga dong kalau menurut kalian cerita melodrama kayak gini lebih ngena happy ending? Sad ending? Atau gantung sesuai pandangan pembaca masing2?

Last but not least thanks for reading, vote, and comment ^^ dukungan kalian sangat berarti buat aku rajin2 ngerevisi ulang cerita ini :") see you soon ^^

EMBRACE THE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang