CHAP 10 : BACK IN TIME (2)

1.3K 170 0
                                    


"Ap..a?"

"Kau akan melihat kembali kehidupanmu di dalam gelembung kehidupan ini." Anak kecil itu dengan perlahan menggerakan jarinya di udara dan sebuah gelembung seolah tertarik hingga tepat berada di hadapannya.

"Ketika kau telah selesai melihat seluruh kehidupanmu. Maka kau boleh memilih untuk tetap hidup ataupun mati seperti keinginanmu"

"Sebenarnya siapa kau?"

Jisoo perlahan bangkit, mamandang tajam kepada anak kecil dihadapannya. Perkataan anak kecil ini sama sekali tak masuk akal seolah ia dengan jelas mengetahui dirinya pun dengan hal-hal yang ia lakukan diluar nalar manusia.

"Pertanyaan itu lagi." Anak kecil itu mendengus pelan. "Siapa aku, apa aku bukan manusia..hal itu sama sekali tak penting. Tak ada bedanya jika kau mengetahuinya atau pun tidak"

"Kau bisa menganggapku orang yang akan menemanimu dalam perjalanan kehidupanmu, aku adalah pembimbingnya." Anak kecil itu bersedekap "Aku yang membuat aturannya dan kau hanya harus patuh."

"Kasar sekali kau, anak kecil."

"Kau bahkan tak mengetahui usiaku." Anak kecil itu tersenyum miring meremehkan."Sudahlah, semua hal ini tak penting. Apa kau mengerti dengan persyaratannya?"

"Bagaimana jika aku menolak?" Jisoo berucap datar. "Aku menolak untuk melihat kembali kehidupanku."

"Maka kau akan tetap berada di sini." Anak kecil itu berucap dengan tak kalah dingin."Kau akan tetap di sini selamanya, sendirian dengan kebingungan setiap saat...perlu kau ketahui kau tak akan pernah bisa mati ditempat ini, bagaimanpun caranya."

Jisoo tersentak begitu anak kecil ini tiba-tiba melemparkan pisau yang entah dari mana lurus kearah jantungnya, mengenainya dengan tepat. Dengan tercekat Jisoo menunduk untuk melihat dadanya yang kini tertancap pisau.

Pisau itu memang ada disana tertancap dengan kuat pun dengan noda darah yang mengenangi, membuat gaun pengantin putih yang ia kenakan berubah warna merah pekat di bagian dada, namun sama sekali tak ada rasa sakit yang ia rasakan, seolah pisau yang kini menancap tak ada.

Anak kecil itu perlahan mendekat, mencabut pisau yang kini menancap di dadanya. Perlahan pisau itu tercabut pun dengan darah pekat yang menghilang tanpa jejak, mengembalikan warna gaun putihnya seperti semula.

"Kau lihat? Tak ada satupun yang akan melukaimu di sini." Gadis itu bergumam pelan dan dengan sekejap pisau yang ia genggam lenyap begitu saja. "Tetapi ketika kau berada di sini untuk waktu yang lama, maka jiwamu akan hampa seiring berjalannya waktu. Hanya ada kesedihan dan kesengsaran yang tersisa, hingga kau hanya akan mengingat semua kesedihan di ruang ini."

Jisoo hanya memandang kosong mendengar segala penjelasan anak kecil itu. Ia tak sanggup jika harus mengingat segala kesedihan yang sekuat tenaga ia ingin lupakan. Bahkan didetik terakhir kematiannya pun ia merasa seolah bebannya terangkat mana kala akan segera melepaskan segala kesengsaraan dan kesedihan di dunia ini.

Bagaimana mungkin ia sanggup untuk berada di ruang ini hanya untuk mengingat segala kesedihan dan kesengsaraan hidupnya dalam diam? Ia tak akan pernah mampu lagi.

"Jadi aku harus melihat kembali hidupku? Tak ada cara lain yang bisa kulakukan?" Pada akhirnya hanya keputusasaan yang Jisoo kembali rasakan. Membuatnya seolah mati rasa, raga dengan jiwa yang kosong.

"Tak ada cara lain. Kau hanya tinggal memilih, ikut denganku dan melihat gelembung kehidupanmu agar kau bisa memilih hidup atau kematianmu, atau tinggal di sini untuk selamanya."

"Mengapa harus aku yang megalami semua ini?" Jisoo mendesah pelan, bergumam seolah berbicara pada dirinya sendiri. Bahkan ketika ia ingin milih kematian pun semuanya tak berjalan lancar.

Apa kehidupannya memang harus seperti ini?

Haruskah hidupnya sekacau ini?

"Karena ini takdirmu, kesempatanmu." Anak kecil itu bergumam pelan menjawab pertanyaan yang bergejolak di dalam diri Jisoo. "Ini adalah bentuk keadilan, Jisoo. Percayalah bahwa ini adalah kesempatan yang sangat berharga."

Ia ingin mempercayainya....
seandainya ia bisa........

Namun sekeras apapun ia berusaha untuk mempercayai bahwa semua ini adalah bentuk keadilan dunia, ia tak menemukan lagi kepercayaan itu. Hatinya telah mati rasahanya untuk sekedar percaya dengan keadilan. Apalagi yang bisa ia lakukan?

"Aku akan memenuhi syaratmu." Jisoo bergumam dingin, hanya memandang kosong. Tatapan yang dingin dan begitu kosong. "Akan kupastikan bahwa aku akan tetap memilih kematian." Jisoo kembali berucap, kali ini dengan luapan tekad dan janji yang kuat, membentengi diri sepenuhnya.

"Kita lihat saja nanti."

Anak kecil itu bergumam misterius, tak terpengaruh dengan raut dingin serta tekad kuat dari gadis dihadapannya kini.

"Untuk yang pertama kita akan melihat ini."

Anak kecil itu memfokuskan pandang pada gelembung yang kini melayang rendah di hadapannya.

"Kematianmu"

Sebelum Jisoo sempat bereaksi, anak kecil itu menyentuh gelembung di hadapannya. Membuat Jisoo mengerang pelan mana kala merasakan sakit di kepalanya yang semakin sakit begitu anak kecil itu menyentuh gelembung sepenuhnya. Tubuhnya seolah terhisap ke arah gelembung yang memiliki maknet kuat, menariknya dengan paksa dengan kesakitan tanpa ampun.

Hingga di titik terakhir Jisoo tak dapat mempertahankan kesadarannya. Dengan pasrah membiarkan gelembung itu menariknya. Pandangannya perlahan menggelap, kegelapan yang pada akhirnya menghilangkan kesadarannya.

TBC

EMBRACE THE DESTINY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang