Jisoo merutuk pelan atas pertemuan dengan kakak kelasnya disaat dia dipukuli oleh wanita itu tempo hari. Sekarang bukannya melupakan kejadian itu, ia malah mengawasinya dalam diam, bahkan pria itu beberapa kali mengikutinya ketika ingin pulang. Tadinya Jisoo berharap bahwa itu hanya kebetulan semata, namun setiap hari pria itu terus memperhatikannya dan mengekorinya saat pulang.
Jisoo mendesah kasar, seperti kali ini di perpustakaan, pria itu duduk tak jauh dari tempatnya duduk untuk membaca, namun secara terang-terangan pria itu mengawasinya, memandangnya lurus-lurus.
Jisoo berusaha fokus pada buku bacaannya, menenggelamkan diri dalam bacaannya. Namun tetap saja pikirannya sedikit terpecah belah karena merasa diawasi.
Apasih maunya kakak kelas itu?
Kurang jelaskah Jisoo berkata bahwa pria itu tak perlu berurusan dengan kejadian yang menimpa dirinya. Bahwa seharusnya semua itu dilupakan saja agar semuanya kembali seperti semula. Bukankah kakak kelasnya itu tak suka ikut campur dalam permasalahan orang-orang? Lalu mengapa pria itu terus mengawasi dan mengekorinya seolah peduli?
Apa yang sebenarnya diinginkan kakak kelasnya itu?
***
“Lo kemana aja bro?”Yuta berseru begitu melihat Taeyong memasuki kelas dan duduk di bangkunya, di sampingnya. Tadi saat jam istirahat pria itu hilang lagi, ia tak mengatakan apa-apa dan jelas saja Yuta penasaraan karena pria itu belakangan ini terus menghilang.
“Gue habis ngawasin si anak baru.”
Taeyong berujar datar, sepertinya sudah saatnya untuk memberitahu semuanya pada sahabat satunya ini.
“Lo apa? ngawasin si anak baru itu? yang pernah lo tolongin dulu?”
Sesuai dugaan, Yuta terkejut dengan perkataan Taeyong, sedikit menggebrak meja hingga beberapa murid berbalik ke arah mereka. Taeyong menegur sedikit kesal dengan keterkejutan Yuta, yang membuat cowok itu nyengir bersalah.
Dan akhirnya Taeyong menceritakan semuanya pada sang sahabat, bahwa anak baru itu tinggal di sebuah panti, bagaimana pemilik panti itu tak segan untuk melakukan penyiksaan pada anak baru tersebut, memukulnya tak tanggung-tanggung tanpa perasaan.
Dan Taeyong yang ingin melaporkan wanita itu namun si anak baru menolak, beralasan bahwa si wanita jahat hanya sedang kalap. Bahwa Taeyong terus mengawasi dan mengekori anak baru itu terus-menerus hingga ia menyerah dan melaporkan semua kekejaman yang ia alami.
“Astaga.” Hanya itu yang mampu terucap dari Yuta ketika Taeyong selesai menjelaskan. “Gue ngak nyangka ternyata hidup anak baru itu berat banget.” Yuta mendesah prihatin. Taeyong hanya menangguk mengiayakan.
Ia juga tak menyangka bahwa kehidupan gadis itu begitu menyedihkan dan menyakitkan, Taeyong bahkan tak berani membayangkan entah apalagi kesakitan yang gadis itu alami, dan hatinya selalu membisikan untuk membebaskan gadis itu, untuk menolongnya, dan Taeyong melakukannya, ia akan menolong gadis itu.
***
Taeyong menunggu dengan tenang, menunggu gadis itu pulang menaiki angkutan umum dan setelahnya berjalan beberapa meter memasuki area panti tempatnya tinggal. Biasanya gadis itu akan lewat gerbang belakang yang memang di sebrang jalannya adalah halte angkutan umum. Pria itu terduduk di atas motornya, menunggu tak jauh dari halte. Sebentar lagi gadis itu akan keluar, ia hanya perlu menunggu beberapa menit lagi.
Dan benar saja, tak lama kemudian gadis itu keluar dari gerbang, berjalan sendirian. Jisoo mendongakan kepala dan netra kelamnya langsung bertubrukan dengan netra tajam di sebrang sana yang menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBRACE THE DESTINY
FanfictionKim Jisoo, gadis cantik yang menolak takdirnya, gadis yang ingin melawan takdir kejam yang menyakitinya berkali-kali. Ia akan melakukan apapun untuk lari dari takdir kejamnya, bahkan jika itu berarti melenyapkan diri sekalipun. Namun mampukah seoran...