Bab 8 - Berhenti Sebelum Binasa

21.6K 1.9K 61
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Hati wanita itu ibarat barang berharga. Jika ada lelaki tak bertanggung jawab yang mencurinya, maka dia akan sangat terluka.

◽Ada Surga di Matamu◽

🍁🍁🍁

"Cantik. Seperti bunda Aisha."

"Bunda Aisha itu siapa?"

"Istri tercantik Nabi Muhammad."

"Memangnya kak Byan pernah melihatnya?"

Abyan menggeleng.

"Lalu mengapa kak Byan menyebut wajah Lubna seperti bunda Aisha?"

"Hanya perumpamaan saja, Lubna. Selain wajahnya, Bunda Aisha juga memilik akhlak cantik. Seperti kamu."

Itu pujian yang Abyan kemukakan sewaktu umur Lubna baru menginjak sembilan tahun. Tentu saja pujuan itu membuat Lubna senang sebagai anak perempuan yang sedang berusaha mempercantik akhlak.

Satu per satu adab yang diajarkan Claudia mulai Lubna prakteki.

Jika ada sudara bertamu, dia wajib salam sebelum diperintah.

Jika ada yang membantu, dia wajib mengucapkan terima kasih.

Jika dirinya berbuat salah, Lubna harus langsung minta maaf.

"Lihat, Kak. Lubna ingin memakai ini. Kira-kira cocok tidak?" Lubna 11 tahun memamerkan kain hitam bernama cadar pada Abyan lewat video call. "Kata bunda, ayah, begitu pun dengan kak Byan, Lubna cantik? Katanya cantik itu harus ditutupi. Jadi Lubna ingin seperti bunda yang selalu menutupi wajahnya ketika keluar." Anak itu memakai cadar talinya. Abyan tersenyum.

"Kamu memang adik yang pintar. Kak Byan setuju kamu mau belajar memakai cadar sedari kecil."

"Terima kasih, Kak."

Setelah umurnya menginjak 17 tahun, Lubna sudah enggan memperlihatkan wajah di hadapan Abyan. Entah mengapa dia malu walau sudah akrab dengannya. Lubna sangat menyenangi cadar. Dia gunakan kain itu kemana pun pergi.

Abyan pun tidak mempermasalahkan itu. Semakin bertambahnya umur, mereka sudah jarang berkomunikasi. Paling hanya sekadar menanyakan kabar seperti Abyan yang menanyakan kondisi Lubna beberapa minggu ke belakang.

Hingga suatu waktu. Secara tidak sengaja Lubna melihat layar ponsel Mario yang saat itu sang ayah tengah berkomunikasi dengan Abyan.

"Lubna?"

Sadar sedang tidak memakai cadar, cepat-cepat Lubna menghindar. Jantungnya berdetak dua kali lipat. Terasa sekali debarannya kala telapak tangannya ia simpan di dada. Seluruh tubuh diselimuti gentar. Lubna langsung berlari ke kamar. Mario keheranan melihat tingkah putrinya. Namun ia kembali mengobrol dengan Abyan.

Tak lama kemudian Mario memasuki kamar Lubna. Ia duduk di samping sang anak yang sedang duduk diam di tepi ranjang. Terdengar embusan napas dari Mario.

"Kata kak Byan kamu cantik. Cantik sekali, Lubna. Begitu katanya." Mario meniru gaya bicara Abyan tadi.

Lubna langsung menoleh.

Dipuji cantik oleh Mario atau Claudia, tak membuat perempuan bermata bening itu merasa teristimewa. Tapi jika Abyan yang mengatakan? Sisi seorang wanita yang memiliki perasaan ingin disanjung muncul.

Mario tersenyum. "Tidak usah bersedih, kak Byan tidak akan macam-macam, Sayang." Mario mengusap pucuk kepala putrinya seolah mengerti bahwa dirinya kecewa lantaran tadi dilihat Abyan tanpa niqab. Ia kemudian pergi meninggalkan Lubna yang masih diam mematung.

Ada Surga di Matamu [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang