Bab 17 - Kain Itu Namanya Cadar

18.3K 1.6K 58
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kamu. Tanyakan pada dirimu. Akankah kamu berusaha mencari hidayah-Nya jika dirimu lahir bukan dari kalangan Islam? Pertanyaan itu tak akan pernah ada jawabannya selama kamu belum mengalaminya langsung.

Ada Surga di Matamu◽

🍁🍁🍁

Sesuai dengan janjinya, Galiena memutuskan untuk membawa anjingnya ke tempat penampungan anjing. Ia berharap di sana ada yang mengadopsi Hans dan merawatnya dengan baik seperti dirinya. Awalnya berat, tapi ia harus melakukan itu meski air mata jatuh. Bagaimanapun Galiena sudah menganggap anjing piaraannya seorang teman setia. Kini ia sudah sah menjadi seorang Muslim, maka dari itu Galiena sudah tidak bisa memelihara binatang haram tersebut.

Selain itu, untuk masuk ke agama Islam, Galiena harus mengganti nomor ponselnya. Ia ingin menghilang sejenak dari Dave--ayahnya. Galiena tidak tahu apa yang akan dilakukan pria itu nanti. Jika memang dia akan menyusul kemari, ia harus bisa menghadapi.

Sepulangnya dari tempat penampungan anjing yang ada di kawasan Jakarta Pusat, tidak sengaja Galiena melewati sebuah bangunan yang terlihat banyak menyediakan buku. Ia ingin ke sana. Pasti di dalam banyak buku-buku islami yang bisa ia pelajari.

"Sebentar, Zidan. Kakak ingin ke sana." Telunjuk Galiena ia arahkan pada toko buku saat ia ada di atas motor, dibonceng Zidan. Otomatis Zidan langsung melaunkan jalan motornya dan menepi. Jalanan disesaki oleh kendaraan.

"Tapi aku buru-buru, Kak. Nanti saja."

Terdengar lenguhan dari Galiena. "Kamu pulang duluan saja."

"Memangnya Kakak bisa pulang sendiri?"

"Pasti bisa. I'm not that stupid. Kita hidup di zaman modern, Zidan." Galiena lantas turun dengan riang dan berpamitan pada Zidan. "Percaya saja pada kakakmu ini." Galiena melepas helm dari kepalanya lalu diberikannya kepada Zidan. "Bye!" Dia langsung melangkah pergi. Seperti tidak sabar untuk masuk ke sana.

"Assalamu'alaikum!" teriak Zidan.

Galiena berbalik, kemudian tersenyum. Ah, ia lupa. Dalam Islam kan bukan kata 'bye' yang diucapkan ketika hendak berpisah, tapi salam.

"Waalaikumussalam."

Indahnya Islam.

Sesampainya di toko buku, Galiena langsung mendekati rak dengan tulisan "moslem". Pasti di sana banyak buku-buku yang berkaitan dengan Islam.

Aurat Galiena belum sepenuhnya tertutup. Dia belum bisa menutup aurat dengan sempurna seperti kebanyakan perempuan Muslim yang taat. Kerudung pasmina dibiarkan membungkus rambutnya tanpa jarum, hingga rambut bagian depannya terlihat. Galiena terlihat semangat sekali di depan buku yang berjejer rapi. Seperti menemukan harta karun. Apalagi kala menemukan buku bertuliskan 'Muhammad' di sampulnya. Dadanya bergetar.

Galiena melirik ke samping, betapa terkejutnya dia saat mendapati seorang perempuan yang menutupi wajahnya dengan sehelai kain. Roman Galiena memancarkan ketakutan.

Kala mata wanita bercadar tersebut mendapati sosok Galiena, dia tersenyum. Ya, Galiena merasa bahwa wanita di depannya tersenyum. Walau tertutup, tapi Galiena bisa melihatnya dari mata. Perlahan rasa takut itu menguap.

Tiba-tiba suara azan terdengar di antara hiruk-pikuk kota. Perempuan bercadar tadi mulai bergegas pergi karena tak mau menunda kewajibannya. Ia sudah sering ke tempat ini. Toko buku yang dipijaknya berada tak jauh dari Masjid.

Ada Surga di Matamu [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang