Bab 14 - Seorang Adik

18K 1.6K 67
                                    


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Ya Allah, jika memang dia jodohku, maka pertemukanlah kami dalam keridaanmu. Agar cinta ini terjaga kesuciannya.

◽Ada Surga di Matamu◽

🍁🍁🍁

Di malam hari suasana kota Jakarta masih ramai. Orang-orang masih hilir mudik di luar. Kota besar memang tak pernah sepi dalam segala waktu, apalagi  dengan adanya kerlap-kerlip lampu yang membuat kota terasa indah dan syahdu.

"Ayah turut bangga padamu. Semoga ini adalah awal dari dakwahmu," ucap Mario bangga pada Abyan. Lelaki berwajah Eropa itu tersenyum. Dia senang akhirnya dirinya diterima menjadi dosen tetap di salah satu Universitas. Maka dari itu, untuk merayakan keberhasilannya, ia mengajak Mario, Claudia, dan Lubna makan malam bersama di sebuah restoran. Claudia dan Lubna berjalan di belakang, Claudia terus bertanya pada Lubna apakah dia baik-baik saja? Sebab tadi Lubna sedang drop, tapi dia tidak mau menghancurkan acara istimewa Abyan.

"Lubna baik-baik saja, Bunda. Tidak perlu cemas," jawab gadis itu di balik cadar biru mudanya.

"Syukurlah...."

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di meja. Atmosfer restoran berkelas malam itu lumayan ramai didatangi para pengunjung. Abyan memanggil sang pramusaji untuk memesan makanan. Setelahnya mereka kembali berbincang, Abyan menceritakan pengalamannya saat melsanakan serangkaian tes. Tentu saja hal itu ditanggapi antusias oleh orang tua angkatnya. Mereka bangga pada Abyan.

"Dulu masih menjadi anak TK yang selalu merengek ketika keinginannya tidak dipenuhi. Sekarang sudah menjadi dosen. Wah, waktu memang berjalan sangat cepat ya, Bukan," ucap Mario bernostalgia.

Lubna merasakan keringat dingin bercucuran dengan deras. Persendiannya juga terasa sakit. Ia lebih banyak diam menikmati rasa sakitnya tanpa berniat mengatakan apa yang tengah dirasakan. Ia berusaha menahan dan yakin bahwa semua rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya.

Beberapa menit kemudian, sang pelayan kembali dengan beberapa menu makanan. Dia menyajikannya dengan hati-hati. Ada makanan inti dan penutup. Semua terlihat menggugah selera dan lidah, kecuali di mata Lubna.
Ia kehilangan selera makan. Sejak sakit pun berat badannya turun secara drastis. Jika saja ia tidak mengenakan gamis, pasti ia akan terlihat lebih kurus.

Tiba-tiba Lubna merasakan bagian atas bibirnya basah. "Astagfirullah," bisiknya.

"Lubna izin ke toilet...." Gadis itu segera bangkit sebelum darahnya menetes dan terlihat. Mario dan Claudia terkejut, begitupun dengan Abyan.

PRANGG!!!!

"Hey, kalau jalan itu lihat-lihat, dasar teroris!"

"Saya minta maaf, tidak sengaja."

Sayup-sayup mereka mendengar suara pecahan piring dan makian itu. Abyan langsung berdiri dan berlari menghampiri Lubna yang saat itu jatuh.  Ternyata Lubna-lah yang menjadi pelaku dalam kericuhan tersebut. Mario dan Claudia ikut berdiri dengan wajah kaget. Namun ia percaya pada Abyan dan membiarkan pria itu menyelesaikan.
Belum sempat Abyan membantu, tanpa mengatakan apa-apa, Lubna segera bangun dan berlari membuat Abyan keheranan.

"Hey!" teriak si pelayan. Semua pandangan orang-orang tertuju pada Lubna yang berlari.

Pelayan yang barusan tak sengaja bertabrakan dengan Lubna masih misuh-misuh. Abyan meminta maaf atas  kejadian tadi. Mereka terlihat berbincang serius. Untunglah Abyan bisa meredakan emosi pelayan itu dan berjanji akan mengganti kerugian.

Ada Surga di Matamu [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang