1: drenched

613 57 2
                                    

Cho Minjee

Waktu itu menunjukkan pukul 9.00 malam disaat aku mengayuh sepedaku keluar dari halaman luas Apgujeong High School, sekolahku.

Penghujung musim gugur membuat suhu terasa begitu dingin, dan aku yang masih mengenakan seragam sekolah bersyukur karena menyempatkan diriku untuk memakai jaket wol tebal kesayanganku demi menghalau suhu yang terasa menyucuk kulit.

Tubuhku menggigil diikuti dengan angin malam yang menerpa kulitku disaat aku masih setia mengayuh sepedaku mengarungi jalanan kota Apgujeong yang entah kenapa cukup sepi malam ini. Tentu saja, suara gemuruh yang sedari tadi menjadi backsound yang cukup membuat jantung berdebar kapan saja. Kupikir orang-orang cukup pintar untuk tidak berkeliaran disaat seperti ini dan lebih memilih tetap didalam rumah agar tetap hangat, kecuali aku.

Hari ini sekolah pulang malam, sekitar pukul sembilan. Kami harus mengambil pelajaran tambahan karena sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir. Aku sudah duduk dibangku kelas akhir di SMA, dan sebentar lagi akan berkuliah. Kurasa pulang malam, les, dan bergelut dengan soal-soal adalah makanan sehari-hariku kali ini. Tapi aku tidak mengeluh. Aku ingin masuk ke jurusan hukum di Hanyang University. Aku ingin meneruskan jejak keluargaku yang selalu berkuliah disana. Bahkan kakak laki-lakiku sekarang, Cho Seungyoun, tengah berkuliah disana jurusan kedokteran.

Ah sudah hampir setahun aku tidak bertemu Seungyoun dan tiba-tiba aku merindukannya.

Duaaarrr

Suara petir yang menggelegar diikuti dengan sebuah kilat membuatku sedikit terlonjak. Aku menghentikan kayuhan sepedaku. Aku mengamati langit malam kota Seoul yang sepertinya tampak lebih muram dari biasanya. Cuaca malam ini juga sangat dingin mengingat ini sudah diujung musim gugur.

Aku merapatkan jaket wol tebalku, aku masih memakai seragam musim dingin sekolahku dibalik jaket ini. Masih sekitar 30 menit lagi untuk mencapai rumahku dengan sepeda ini.

Drrrrtt drrrtt

Aku merasakan hpku bergetar pada kantung jaketku, kemudian merogohnya dan mendapati sebuah pesan dari ibuku.

Dari: Eomma💕

Minjee, berteduhlah jika masih jauh. Ibu rasa akan ada badai malam ini. Kami akan menjemputmu setelah ayah pulang. Jangan paksakan menerobos hujan, ibu tak mau kau sakit.

Aku bernapas lega membaca pesan dari ibuku. Benar saja, aku yakin beberapa menit dari sekarang akan turun hujan lebat mengingat keadaan awan yang begitu menggelap diatas sana, dan petir yang berlomba-lomba meledak.

Handphone-ku memberikan notifikasi baterai lemah. Ternyata bateraiku sudah 3%.

"Ah sial." Aku mengutuk benda itu kemudian kembali mengantonginya.

Pandanganku mengamati kawasan yang saat ini tampak sepi. Hanya ada beberapa mobil diparkir dan beberapa orang di trotoar. Aku berusaha menemukan tempat untuk berteduh seperti yang diperintahkan ibuku kalau-kalau tiba-tiba hujan deras.

Namun saat aku mengamati satu persatu toko yang berjejer dipemukiman itu, tiba-tiba suara petir yang sangat mengerikan mengejutkanku.

DUAAARR

Aku begitu terkejut dan ketakutan sehingga aku menjatuhkan sepedaku. Sedetik kemudian hujan turun sangat deras bagaikan sebuah lautan ditumpahkan sekaligus dari atas langit.

Aku berteriak panik dan berusaha menegakkan sepedaku. Dalam hitungan detik, pakaianku telah basah kuyup. Petir tak henti-hentinya menyambar, dan angin yang sangat kencang berhembus mendukung badai hebat ini semakin mengerikan saja. Aku mulai megap karena air hujan yang begitu deras mengguyur badanku.

Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang