Malam itu terasa sedikit panjang.
Aku memandangi embun pada kaca mobil Yunseong saat kusadari atmosfir diantara kami terasa berat. Dia tidak mengatakan apapun didalam perjalanan, begitupun aku.
Aku terlalu larut dalam pikiran-pikiran mengenai perasaanku dan bagaimana harusnya aku bertindak setelah mengetahui bagaimana Yunseong memandangku.
Bahwa aku hanya teman masa lalunya.
Tentu saja dia merasa senang --terlalu senang malah, sampai dia memperlakukanku bak kekasihnya dan dia tidak memikirkan hasilnya padaku. Bahwa aku mengingkan lebih daripada seorang teman masa lalu.
Aku ingin lebih.
Tapi aku tahu diri.
Begitu mobil berhenti didepan rumahku, aku menghembuskan nafas panjang. Aku tidak menyadari seberapa lama aku menahan sesak akibat terlalu larut dalam kegaduhan pikiranku. Bagaimanapun, aku harus berbicara padanya.
Aku menoleh pada Yunseong takut-takut, "Terima kasih untuk hari ini." Suaraku parau, tenggorakanku terasa kering. Namun aku berusaha untuk menjaga ekspresiku tetap tenang.
Yunseong menoleh padaku, rahangnya mengeras. Aku tidak berani untuk memandang wajahnya lantas tidak mengerti tatapan yang ia berikan padaku saat aku hendak meraih gagang pintu mobil.
"Hey," akhirnya dia memanggilku.
Aku berhenti, "Iya?"
Aku mendapati kedua matanya tengah menatapku nanar, dia memutar badannya kearahku.
"Kamu..." Dia menggantungkan kalimatnya. "Aku harap bisa terus bertemu denganmu. Kupikir aku bersenang-senang hari ini."
Perkataannya membuatku sedikit tersenyum. "Iya, aku juga. Terima kasih untuk itu, Yunseongie."
Ekspresi seriusnya lantas berubah melembut, dia membuka mulutnya hendak mengucapkan sesuatu. Namun dia mengurungkannya dan kembali memutar badannya menghadap kemudi mobil.
"Kamu ingin mengucapkan sesuatu?" Tanyaku.
Dia menggeleng cepat. "Kupikir tidak untuk sekarang."
Perkataannya membuatku mengerutkan keningku samar-samar. Dia pasti memikirkan sesuatu. Namun aku tidak ingin memaksanya.
"Kalau begitu aku masuk ya. Kamu hati-hati dijalan." Ujarku.
Setelah itu aku turun dari mobil Yunseong. Aku melambaikan tanganku padanya dan mobil berderap pergi dengan kecepatan sedang. Aku terus memandangi mobilnya hingga lenyap dari pandangku.
Begitu dia benar-benar hilang dari pandanganku, aku menghela napas panjang. Sejujurnya aku merasa sedih. Seharusnya aku menjadikan hari ini sebagai salah satu hari paling membahagiakan dalam hidupku, namun tampaknya percakapan tadi benar-benar menciptakan jarak antara aku dan Yunseong. Aku sedikit menyesalinya. Aku tidak bisa menebak isi kepalanya.
Aku berjalan gontai kearah pintu rumahku, lantas terkejut melihat seseorang sedang duduk di teras rumahku. Dia berdiri begitu melihatku.
"Kemana saja kamu kenapa tak bisa dihubungi?"
"Kang Minhee, kenapa kamu disini? Membuat terkejut saja."
Aku memutar bola mataku, lantas berjalan kearahnya dan berhenti didepannya.
"Ayo masuk, kenapa kamu diluar?"
Dia menggeleng. Aku mendongak untuk memandang wajahnya. Sahabatku yang satu ini benar-benar tinggi, maksudku sungguh tinggi. Proporsinya benar-benar pas dan kakinya yang panjang itu kadang membuatku iri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓
FanfictionNiatnya hanya ingin berteduh dari badai kemudian langsung pulang. Tapi apa jadinya kalau ternyata Cho Minjee terkunci didalam toko Lemonade itu di tengah malam saat badai hebat melanda Apgujeong. Namun siapa sangka, kalau cowok aneh dan misterius se...