17: diving under

234 38 5
                                    

Dari yang kutahu, semua orang bisa menemukan keajaiban dalam hidupnya. Contohnya seperti ayahku, beliau tak henti-hentinya mengingatkanku bahwa aku adalah keajaiban untuknya, setidaknya hal itu membuatku merasa begitu spesial meskipun nyatanya aku bukanlah darah dagingnya.

Namun terlepas dari itu, aku mulai memikirkan tentang keajaibanku. Aku bukanlah tipe orang yang menonjol dan memiliki segudang bakat yang bisa membawaku menjadi seseorang yang terkenal, bukan juga seseorang yang memiliki status bangsawan, ataupun seseorang yang berambisi untuk duduk diatas dunia. Tapi keajaibanku adalah bertemu dengan Yunseong.

Hwang Yunseong, aku mengenalnya sedari kecil, namun aku sempat melupakannya karena head trauma yang kualami sewaktu musim panas 2010 waktu itu membuatku lupa akan masa kecilku bersamanya. Aku menyimpulkan beberapa hal setelah bertemu dengannya, bahwa Yunseong selalu menungguku, dan yang kedua Yunseong ingin mengisi kembali memori itu dengan sebuah kenangan yang baru.

Di umurku yang menginjak 18 tahun, aku memulai semuanya dari awal, meskipun orang-orang disekitarku tetap menganggap tidak ada yang berubah. Tapi aku tahu, hidupku takkan sama lagi.

Yunseong menjemputku sepulang sekolah hari ini. Aku biasanya pulang bersama Minhee naik bus dan akan berpisah di persimpangan dimana aku harus berjalan kaki sejauh 1 kilometer. Aku juga sering naik sepeda, alih-alih menghemat uang sakuku dan menjaga tubuhku agar tetap bugar. Sepanjang perjalanan Yunseong memutar lagu-lagu ballad, dia sedikit menyenandung, tak kusangka dia tipe laki-laki yang seperti itu.

Aku memintanya untuk singgah ke rumahku dulu agar aku bisa mengganti baju seragamku sebelum memulai hariku bersamanya. Dan dia setuju.

Begitu kami sampai dirumahku, aku bergegas meluncur ke kamarku. Aku mengganti seragam sekolahku dengan jeans biru, blus berwarna putih dan jaket berwarna mustard yang pastinya akan membantuku menghalau suhu dingin berhubung saat ini sudah mencapai penghujung musim gugur. Setelah memastikan diriku siap, aku turun ke ruang tamu dan berhenti saat mendengar suara nyaring dari TV.

Aku mendapati ibuku sedang tertidur pulas di sofa, ditangannya ia memegang remot TV. Aku baru menyadari bahwa rumah kami terasa begitu harum dan bersih sekarang, kupikir ibuku kelelahan karena baru saja beres-beres. Aku begitu mengenalnya, ibuku selalu berusaha menyibukkan dirinya jika ia sedang banyak pikiran. Aku mengambil remote TV itu dari tangannya secara perlahan, lantas mematikan TV yang sepertinya takkan di tonton, lalu menarik sebuah selimut dan menyelimuti ibuku.

Aku memperhatikan wajahnya sekilas. Wajah ibuku cantik, kalau orang lihat mungkin mereka pikir ibuku seorang sosialita atau semacamnya. Kupikir dia selalu memperhatikan penampilannya, mungkin karena pekerjaannya dulu yang seorang staff di agensi hiburan? Entahlah, tapi aku jadi bertanya-tanya jika aku benar-benar anak kandungnya apa aku juga akan secantik ibuku?

Aku menghela napas panjang, “Aku pergi dulu ya, Eomma.” Kataku dengan suara pelan.

Setelah itu aku pergi.

Begitu aku keluar dan menutup pintu, aku mendapati Seungyoun sedang berbicara dengan Yunseong. Mereka seperti tengah membicarakan perihal mobil atau semacamnya karena Seungyoun mengitari mobil sedan Yunseong dan terlihat begitu tertarik.

“Hey,” Sapaku.

Mereka berdua menoleh padaku.

“Aku pikir kamu akan pergi ke Hanyang hari ini, oppa?” Tanyaku pada Seungyoun.

Seungyoun tersenyum, “Tambah libur sehari lagi takkan melukai, kan? Lagi pula, aku sudah sepakat dengan Yunseong untuk kembali bersama.”

“Wah sudah seberapa dekat kalian?” Tanyaku iseng.

Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang