"Jadi kamu sekolah di Apgujong?"
Membuka mataku, aku mengangkat kepalaku dan menoleh pada Tuan muka datar itu. Aku tersadar bahwa aku hampir tertidur.
"Iya," aku menjawab. "Kamu pasti tahu dari seragamku kan?"
Aku melihat dia mengangguk dari kejauhan.
"Bagaimana denganmu? Kamu bersekolah dimana?" Aku memberanikan diri untuk bertanya tentang dirinya. Yah hitung-hitung menjaga diriku agar tidak mengantuk.
"Apa yang membuatmu berpikir aku masih bersekolah?"
Aku hampir tersedak mendengar jawabannya.
Benar juga. Aku tidak tahu apa dia seumuranku atau bahkan lebih tua.
"J-jadi kamu kuliah?"
"Ya, di Hanyang."
Punggungku menegak, lantas menatapnya dengan mata berbinar. Wah, dia berkuliah di tempat yang paling kuinginkan dihidupku. Tuan muka datar itu ternyata seorang jenius juga bisa berkuliah di tempat bergengsi seperti itu.
"Benarkah? Jurusan apa?" Tanyaku semangat.
Dia menoleh padaku begitu melihat ekspresiku. "Kenapa kamu ingin tahu?"
"Well, aku sangat ingin berkuliah disana. Tiap hari aku bergelut dengan soal-soal dan les, pulang malam dan pelajaran tambahan. Mungkin agak melelahkan tapi itu benar-benar kampus impianku!" Aku bersemangat. "Kakakku juga berkuliah disana... Dan hey! Kenapa kamu ada disini? Bukankah semester ini belum berakhir?"
"Aku sedang mengurus sesuatu disini, aku berencana akan kembali ke Hanyang besok, kalau saja kita bisa keluar dari tempat ini...." Dia membuang pandangannya ke pintu keluar.
"Ahh begitu." Aku manggut-manggut.
"Aku dijurusan hukum. Agak payah memang, tapi aku bermimpi untuk menjadi hakim."
"Aku juga!!" Aku makin bersemangat.
"Ahh kenapa kau terus ikut-ikutan denganku, carilah mimpimu sendiri!"
Aku memajukan bibirku melihat reaksinya. "Hey, aku tidak mengikutimu! Aku juga bermimpi menjadi hakim sedari kecil!"
Dia tidak menjawab, lantas menoleh padaku dan menatapku lekat-lekat dengan matanya yang menarik. Hal itu membuatku gugup, aku lantas membuang pandanganku ke lantai. Kenapa dia selalu melakukan hal itu? Ah membuatku gugup saja.
"Kamu belum berubah rupanya." Katanya pelan.
Aku mengerutkan keningku samar. Apa maksudnya?
"M-maksud kamu?" Tanyaku gugup.
"Ah lupakan, aku cuma asal bicara."
Aku kembali memandang lantai dan tak menjawabnya. Suara hujan yang menghantam atap menjadi backsound yang menarik untuk memecah keheningan antara aku dan Tuan muka datar itu. Gemuruh masih terdengar mengerikan diluar sana. Aku memeluk diriku berusaha menghilangkan kegelisahan karena memikirkan nasibku yang begitu sial hari ini.
Ditengah-tengah itu, aku merasakan perutku bergumuruh, menimbulkan sedikit rasa perih disana. Aku teringat belum menyentuh makanan dari tadi pagi. Makanan yang terakhir masuk ke mulutku adalah roti bakar buatan ibu. Tadi siang dikantin aku tidak sempat menyantap bekal yang ibuku berikan karena aku terlalu sibuk bermain Try not to laugh challenge bersama Yujin tadi, kemudian terlalu sibuk memikirkan cara untuk memberikan Kim Wooseok surat cinta yang alih-alih adalah hukumanku dari Yujin akibat kalah tantangan itu.
Menarik ranselku ke dekatku, aku merogoh-rogoh isinya yang tampaknya tidak terlalu basah. Aku bersyukur memiliki ransel yang Waterproof sehingga buku-buku pelajaran ku tidak sebasah aku sewaktu menghadapi badai diluar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓
FanfictionNiatnya hanya ingin berteduh dari badai kemudian langsung pulang. Tapi apa jadinya kalau ternyata Cho Minjee terkunci didalam toko Lemonade itu di tengah malam saat badai hebat melanda Apgujeong. Namun siapa sangka, kalau cowok aneh dan misterius se...