Rasanya sungguh berbeda berada disamping Yunseong malam ini.
Aku sejujurnya tak pernah membayangkan jika aku bertemu dengannya lagi dalam situasi ini, pikiranku terus bertanya-tanya tentang apa yang Yunseong dan Seungyoun rencanakan terhadapku. Maksudku, jelas saja mereka mengenal satu sama lain, bahkan Seungyoun tak segan-segannya ‘menitipkan’ aku pada Yunseong disaat dia pergi entah kemana.
Aku merasakan jempol Yunseong bergerak diatas jempolku saat jemari kami bersatu. Dia dengan sengaja memasukkan tanganku dan tangannya ke dalam kantung jaket tebal yang ia kenakan. Aku gugup. Aku kembali teringat tentang perlakuan kecil yang pernah dia lakukan ketika melihatku kedinginan pada malam itu. Kupikir dia tidak segan-segan memperlakukanku bak kekasihnya dan tak pernah berfikir efek yang dia lakukan itu terhadapku –aku mati tergila-gila.
Dia tidak mengatakan apapun setelah kami berjalan beberapa menit dari tempat awal aku bertemu dengannya malam ini. Dia lantas cuma memandangi keriuhan pasar kuliner disaat aku setengah mati menyembunyikan rona merah pada pipiku karena saat ini Yunseong semakin mempererat genggamannya pada tanganku.
Aku harus melakukan sesuatu untuk mengatasi kesunyian antara aku dan dia sebelum aku benar-benar menjadi gila.
“Aku pikir kamu sudah kembali ke Hanyang.” Kataku berusaha untuk memecah keheningan.
Dia bergumam, “Tadinya, tapi kupikir aku berhutang sesuatu padamu.”
Dia tidak menatapku, lantas pandangannya seperti sedang mencari-cari sesuatu atau menunggu seseorang? Entahlah, dia kelihatan tidak fokus.
“Kamu menunggu seseorang?” Tanyaku heran.
Pertanyaanku tadi membuatnya menoleh seutuhnya padaku, lantas dia tersenyum. “Maaf, aku hanya memikirkan cara untuk melunasi hutangku.”
Aku memajukan bibirku, cemberut. “Memangnya kamu berhutang apa padaku? Aku bahkan belum bertanya apapun pada kamu.”
Dia memutar badannya, menghadap padaku seutuhnya. Tubuhnya yang jauh lebih tinggi dariku itu terlihat begitu proporsional dibalik jaket dan pakaian musim dingin yang ia kenakan. Kupikir tinggiku hanya sedagunya, dan aku perlu mengangkat kepalaku jika ingin memandang matanya yang selalu berhasil membuatku candu itu. Dia memandangi wajahku untuk beberapa detik sebelum akhirnya mencubit lembut pipiku, membuat ekspresiku yang awalnya cemberut menjadi terkejut.
“Kenapa kamu mencubitku?” Aku berpura-pura kesakitan dan memegang pipiku.
“Kamu menggemaskan kalau cemberut.” Dengan santainya dia berkata seperti itu. Tahukah dia perkataannya itu membuatku ingin meloncat kegirangan?
Dia benar-benar berpikir kalau aku menggemaskan.
“Ayo, kita pergi dari sini.” Yunseong menarik tanganku, dan untuk beberapa detik kemudian kami berhasil keluar dari keriuhan pasar kuliner.
Aku ingin bertanya segalanya pada Yunseong begitu kami tiba di trotoar jalanan yang cukup sepi, tapi kupikir aku benar-benar tak ingin menghancurkan situasi ini. Maksudku, mood ku benar-benar bagus sekarang, ada Yunseong disini disaat aku ada dititik dimana aku sangat merindukannya. Apa aku harus menunda untuk mengetahui masa kecilku dulu?
Kami tiba disebuah taman yang ada ditengah kota. Tamannya tidak terlalu ramai namun aku bisa melihat beberapa orang sengaja menghabiskan malam mereka untuk berjalan-jalan atau berpiknik di taman ini. Ada banyak lampu kekuningan yang dipasang sedemikian rupa pada pohon-pohon yang kupikir sebentar lagi akan kehilangan seluruh daunnya itu. Melihat situasi taman sekarang, membuatku merasa bahwa musim dingin sebentar lagi akan tiba.
Yunseong tiba-tiba menghentikan langkahnya disaat aku sedang mengagumi kelap-kelip lampu taman. Aku menoleh padanya, lantas berdiri disampingnya yang sedang memandang danau buatan yang tampak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓
FanfictionNiatnya hanya ingin berteduh dari badai kemudian langsung pulang. Tapi apa jadinya kalau ternyata Cho Minjee terkunci didalam toko Lemonade itu di tengah malam saat badai hebat melanda Apgujeong. Namun siapa sangka, kalau cowok aneh dan misterius se...