11: out of the blue

229 45 6
                                    

Aku terbangun dengan kepala yang lebih ringan dan badan yang lebih segar.

Bau khas obat-obatan tercium saat aku menyadari bahwa aku sudah tidak lagi berada didalam kegelapan, terkunci didalam toko Lemonade itu yang bagaikan sebuah mimpi buruk. Ralat. Aku tidak menganggap hal itu mimpi buruk. Aku bertemu dengan seseorang pada malam itu, seseorang yang kupikir akan terus menghantuiku, dalam artian mungkin aku akan selalu memikirkannya. Yunseong, sedang apa dia sekarang?

Aku memperhatikan sekelilingku yang tampak begitu cerah dan damai. Mereka benar-benar membawaku ke rumah sakit setelah berhasil mengeluarkanku dari toko itu. Tak ada lagi suara hujan yang begitu deras dan petir yang memekakkan telinga, tak ada lagi kegelapan dan ketakutan. Kupikir badai telah usai. Aku tidak pernah bersyukur saat bangun pagi dan bisa merasakan hangatnya matahari, namun sejak malam itu, aku bersyukur aku dapat merasakannya lagi.

Aku melihat sebuah selang yang dimasukkan kebawah kulitku yang berguna untuk menunjang kesehatanku. Aku belum membangkitkan tubuhku, lantas hanya menatap kosong pada langit-langit kamar rumah sakit ini. Membuatku teringat pada malam itu, dimana langit-langit roboh dan batang pohon menerjang masuk dari sana. Tapi tampaknya hal itu takkan terjadi disini, kupikir aku harus menenangkan diriku.

“Kamu sudah bangun?” Aku menoleh pada asal suara. Ibuku mengintip dari balik pintu, lantas membiarkan dirinya masuk dan duduk di kursi dihadapanku yang sedang berbaring.

“Eomma? Sudah berapa lama aku tidur?” Aku mendudukkan badanku, kemudian bersandar pada kepala kasur.

Ibuku tersenyum. “Kamu sudah tidur sekitar… dua harian. Um, Eomma mau minta maaf karena tidak bisa menemukanmu malam itu. Eomma sudah mencarimu kemana-mana, bahkan saat gempa, Eomma—“

“Aah, tidak apa-apa Eomma. Syukurlah aku baik-baik saja sekarang.” Aku memberikan ibuku senyum menenangkan. Aku tak ingin dia menyalahkan dirinya lebih jauh.

Dia hendak meraih tanganku, namun aku tersadar bahwa kedua telapak tanganku telah dibalut oleh kain kasa. Kain itu terlihat merah dan sedikit kecokelatan. Aku teringat luka akibat pecahan kaca pada tanganku malam itu saat aku berusaha menyelamatkan Yunseong. Ngomong-ngomong, dimana Yunseong?

“Eomma,” Panggilku. “Apa Eomma tahu dimana Yunseong sekarang?”

Aku langsung menyebut nama Yunseong dan ingin melihat bagaimana reaksi ibuku akan hal itu. Aku benar, dia terlihat terkejut saat aku menanyakannya. Namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang.

“Eomma pikir dia sudah kembali ke Hanyang.” Ibuku berdiri, lantas menepuk-nepuk lututku. “Eomma ambilkan sarapan ya, kamu harus makan sekarang.”

Aku tidak mengiyakan, namun ibuku langsung pergi keluar bagaikan ingin menghindari percakapan ini.

Tingkah ibuku membuatku bertanya-tanya. Kenapa ekspresinya begitu panik?

Aku kembali membaringkan diriku dikasur, memiringkan badanku sehingga menatap pada luar jendela kamar rumah sakit yang menunjukkan langit yang terlihat begitu sedikit mendung, memang badai telah usai, namun diluar sana masih gerimis.

Aku tak bisa menyangkalnya tapi sekarang otakku selalu memikirkan Yunseong setiap kali aku melihat hujan, kehadirannya pada malam itu menyisakan hal yang membuatku candu. Aku selalu ingin dia menatapku lekat-lekat, aku ingin dia ada disini sekarang. Apakah kakinya sudah sembuh? Apakah dia akan sedang memikirkanku seperti aku yang saat ini memikirkannya?

Kreek.

Aku membalikkan badanku begitu mendengar suara pintu kamar dibuka secara perlahan. Awalnya aku pikir itu ibuku yang membawa sarapan, namun ternyata itu seorang pria paruh baya yang tidak kukenal, ia masuk dengan perlahan begitu melihat aku yang tengah menatapnya dengan terheran-heran. Aku tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Ditangannya, ia membawa sebuket bunga matahari yang begitu cantik.

Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang