22: white night

178 33 2
                                    

Musim dingin.

Satu bulan berlalu sejak kepergian Yunseong ke Universitas Hanyang. Satu bulan pula sejak aku memutuskan untuk melupakan perasaanku padanya.

Kupikir selama satu bulan itu aku berhasil untuk berfokus pada diriku sendiri dan mempersiapkan diriku untuk menghadapi ujian kelulusan. Ujian kelulusan akan dimulai senin nanti. Dan sekarang ini adalah hari minggu.

Jika kebanyakan orang akan mulai mati-matian belajar disaat H-1 ujian, aku, Minhee dan Yujin berbeda. Kami memutuskan untuk berhenti belajar, dan mulai bersantai.

Saat ini aku tengah duduk di ruang tengah dirumahku, bersama semangkuk besar popcorn dipangkuanku dan selimut hangat menutupi tubuhku. Aku menunggu Minhee dan Yujin untuk datang karena kami akan marathon film horror bersama. Ibuku telah menyiapkan seloyang pie dan cokelat hangat untuk kami bertiga yang akan menemani dinginnya musim ini.

Aku bisa melihat jelas diluar sana yang terlihat begitu putih karena ditutupi salju. Aku bukan tipe orang yang begitu menyukai salju, aku begitu sensitif terhadap dingin dan akan cepat flu jika berlama-lama diluar. Toh, lebih baik aku didalam rumah, membungkus diriku dengan selimut dan segelas cokelat hangat.

“Kamu kedinginan?” Ibuku yang melihatku tertutupi selimut, melontarkan senyuman keibuannya.

Aku menggeleng, “Aku baik-baik saja, Eomma.”

Hubunganku dengan ibuku bisa dikatakan baik-baik saja setelah sebulan berlalu. Aku tidak ingat tepatnya, tapi waktu itu beliau mengalah, dan dia mendatangi kamarku dan mengajakku berbicara baik-baik. Awalnya aku merasa aneh dan canggung dengannya, mengingat, dia menutupi banyak hal tentang jati diriku. Namun sebagai seorang anak, aku berakhir memaafkannya. Ibuku berjanji akan menceritakan tentang orang tua kandungku jika nanti aku sudah masuk kuliah. Dan dia berjanji tidak akan menutupi apapun lagi tentang masa laluku.

Termasuk tentang Yunseong.

Toh, aku tidak terlalu memusingkan tentang Yunseong lagi sejak hari itu. Hari dimana aku bertemu dengan Yeonhee di café, dan menemukan fakta bahwa Yunseong sama sekali tidak membalas pesanku yang bertanya apakah dia sibuk. Yap, dia tidak membalasnya, sampai sekarang. Aku tidak tahu apa penyebabnya dia melakukan itu padaku. Aku mengumpulkan beberapa alasan yang  mungkin bisa dia gunakan jika aku bertemu dengannya lagi suatu hari:

Pertama, aku salah ID. Tapi itu tidak mungkin, mengingat dia sempat menghubungiku dengan ID itu beberapa kali. Kedua, chat dariku tenggelam? Bisa saja dia begitu sibuk sampai-sampai lupa kalau chat dariku telah tenggelam diantara chat teman-temannya yang lain. Dan yang terakhir, dia memang tidak ingin berhubungan denganku lagi.

Aku hanya berharap tidak akan bertemu dengannya lagi. Tapi kuakui aku sangat merindukannya sekarang.

Bagaimanapun, dia tetaplah orang pertama yang membuat kupu-kupu diperutku beterbangan. Membuatku  merasa di perlakukan spesial meskipun itu hanya sementara atau pura-pura saja. Dan dia pergi begitu saja dan memutuskan hubungan denganku tanpa alasan yang jelas.

Aku memandangi ruang obrolan antara aku dan Yunseong dengan gusar. Apakah pantas bagiku untuk menghubunginya lagi dan menanyakan alasannya menjauhiku?

Ah persetan. Kupikir aku akan melakukannya. Ini yang terakhir.

Dengan niatan yang cukup besar, aku menekan tombol video call. Aku tidak akan melakukan hal ini setengah-setengah, aku harus melihat wajahnya. Aku benar-benar merindukannya.

Jantungku berdegup kencang disaat layar ponselku menunjukkan wajahku dan tulisan pertanda panggilan yang kubuat berhasil masuk ke ponselnya. Aku menahan napasku saat tiba-tiba panggilan yang kubuat diangkat disebrang sana.

Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang