6: flash

242 50 0
                                    


“Hal apa yang ingin kamu lakukan jika keluar dari sini?”

Aku membuka percakapan setelah meneguk habis satu botol jus kiwi.
Kuakui jusnya enak –sangat enak malahan. Berbeda sekali dengan jus yang ibuku buat. Aku merasa lebih segar setelah itu. Entah apa yang mereka masukkan kedalam jus itu tapi aku bisa tahu kenapa teman-temanku ketagihan jus dari toko ini. Aku melihat Yunseong memainkan tali jaketnya.

“Aku mungkin akan segera kembali ke Hanyang.” Katanya tanpa menoleh padaku.

“Bukan, maksudku selain itu. Apa kamu tidak ingin makan sesuatu atau pergi kesuatu tempat? Kamu tahu, seperti hal-hal yang sangat ingin kamu lakukan tapi tidak pernah sempat.”

Dia menoleh padaku, mata cokelatnya lagi-lagi membuatku gugup. “Sebenarnya ada satu hal.”

“Oh ya? Apa itu?”

“Kalau aku memberitahumu pasti kamu akan terkejut.”

Aku mengerutkan keningku samar-samar. “Memangnya apa?”

Dia menghirup nafas kemudian mengeluarkannya dengan keras, lantas membuang pandangannya kemanapun kecuali kedua mataku. “Aku akan memberitahu kamu kalau kita sudah diluar. Tidak ada gunanya aku memberitahu kamu sekarang.” Ucapnya dalam satu tarikan napas.

“Yah setidaknya supaya kamu memiliki motivasi untuk tidak menjadi gila terkunci disini.”

Dia mengembalikan pandangannya padaku. “Bagaimana dengan kamu? Apa yang ingin kamu lakukan jika keluar dari sini?”

Aku tersenyum begitu mendengar pertanyaannya. Hal pertama yang muncul diotakku adalah makanan. “Aku ingin sekali ttaekbokki pedas. Aku benar-benar mengidam hal itu selama seminggu.”

Dia terkekeh. “Tak bisakah kamu pergi membelinya sepulang sekolah? Apa Apgujong tidak memperbolehkan muridnya jajan kaki lima?”

Aku menggeleng, “Tidak, ibuku selalu melarangku jajan. Dia tidak memberiku uang saku dan hanya memberiku bekal buatannya. Yaa aku tahu makanan buatannya enak, tapikan sekali-kali aku ingin sekali jajan.” Aku menghela napas panjang. “Ibuku benar-benar memperhatikan makananku, dia ingin aku fokus belajar dan tidak makan sembarangan.”

Aku mendapati Yunseong tersenyum kecil, “Ibumu tetap seperti dulu.”

“Kamu mengenal ibuku?” Dia kenal ibuku?

Dia mengganti posisi duduknya begitu aku menanyakan itu, punggungnya menegak dan ekspresinya menjadi panik. Aku tak tahu kenapa dia seperti itu dan kenapa dia berkata seperti tadi. Tapi aku menunggu jawabannya.

“Maksudku ibumu sama seperti ibuku, mereka tak pernah berubah meskipun anaknya sudah besar. Hah, aku bisa membayangkan wajah ibuku yang sedang panik sekarang.”

“Ya, ibuku pasti sedang mencariku kemana-mana sekarang. Dia pasti cemas.”

Aku menebak-nebak apa yang sedang dilakukan ibu dan ayahku sekarang. Aku juga bertanya-tanya apa didaerah rumahku listriknya juga mati? Apa diluar sana banyak pohon tumbang seperti pohon yang ada didepan toko ini? Apa diluar sana jalanan sudah hampir banjir mengingat volume hujan yang tak henti-hentinya tumpah? Aku yakin aku akan mendapatkan jawabannya besok pagi begitu aku keluar dari tempat ini.

“Ngomong-ngomong sudah jam berapa sekarang?” Tanyaku saat merasakan kepalaku mulai pusing karena menahan kantuk.

Yunseong mengeluarkan handphone-nya dari kantung jaketnya. Cahaya dari layar handphone-nya menerangi wajahnya. “Sudah jam 12 malam.” Dia menoleh padaku yang tengah menguap saat ini.

“Kamu ngantuk?” Tanyanya.

Aku mengangguk, kemudian mengucek mataku yang berair akibat menahan kantuk.

Lemonade Nights | Hwang Yunseong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang