🍁1. Khavitalan Abdi Negara [Revisi]🍁

15.8K 586 10
                                    

Panas mentari siang ini sangat menyengat. Membuat kulit terasa terbakar, wajah memerah, keringat bercucuran dan rasa haus yang tak tertahankan untuk tidak meneguk sebotol air mineral.

Sekarang adalah jam olahraga kelas XI MIPA 2. Dan semua siswa sedang berkumpul di lapangan untuk melakukan pemanasan agar terhindar dari cedera dan kram. Kalau dipikir, untuk apa pemanasa tubuh lagi— jika tubuh saja sudah panas sejak tadi.

"Ayo Khavi kamu pimpin menghitung ya," ucap Pak Maskeri.

Khavi hanya mengangguk setuju.

"1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8..." Khavi mulai memimpin pemanasan.

Setelah melakukan beberapa gerakan pemanasan, Pak Maskeri kembali memberi arahan pada siswa.

"Ok cukup, sekarang langsung saja bermain. Minggu depan kita akan mengambil nilai praktek basket, yang diutamakan dalam pengambilan nilai ini adalah teknik. Jadi kalian tidak perlu ragu kalau Shooting kalian tidak masuk. Sebelumnya saya minta maaf, tidak bisa membimbing permainan hari ini. Saya ada kepentingan dan harus pergi 10 menit lagi. Semua bisa berlatih lebih dulu. Usahakan tidak ada yang remedial. Karena saya tidak akan mengadakan remedial." jelas Pak Maskeri panjang lebar.

Rata-rata siswa sibuk dengan aktivitas sendiri. Mengabaikan ocehan Pak Maskeri.

Setelah menjelaskan penilaian pengambilan nilai praktek Basket, Pak Maskeri melenggang meninggalkan lapangan.

"Ah elah tu orang bisa nya ngatur doang!" maki Ziko kesal, setelah setahun diajari Pak Maskeri sekarang harus berhadapan lagi dengan si Pemarah.

"Kayak gak tahu dia aja lo." sahut Sena.

"Khav, Kantin yuk? Laper nih gue." Ziko memegang perutnya dan mengajak Khavi yang kini sedang meneguk sebotol air mineral hingga tandas lalu berjalan kembali menuju lapangan.

" Lo duluan aja. Gue masih mau disini "

" Lo ikut nggak Sen?" teriak Ziko karena jarak mereka yang terbilang jauh. Ia berada di tepi lapangan. Sedangkan si dingin—Sena masih sibuk memantul-mantulkan bola ditengah terik nya mentari.

" Yaudah kuy " Sena berjalan mendekati Ziko.

" Khav kita duluan ya." ucap Ziko dan Sena serentak.

Setelah itu Ziko dan Sena berlalu meninggalkan lapangan. Suasana di Lapangan saat ini sangat sunyi. Karena sekarang adalah waktu nya jam istirahat sholat dan makan bagi seluruh siswa.

Khavi berusaha melakukan shooting dari tengah lapangan. Setiap ia menembak  pasti masuk, tepat ke keranjang.

Sayang beribu sayang, tembakan Khavi meleset ke arah barat, ia terkejut setelah mendengar sebuah teriakan memanggil namanya.

" Khav.... Khavi.... " teriak seorang gadis berambut pendek dari lantai dua sekolah.

Khavi tidak menghiraukan teriakan gadis tersebut. Khavi tahu siapa yang memanggilnya. Khavi menepi, mengambil handuk yang tergelatak di tempat duduk penonton, berjalan membawa barang nya.

Merasa tak dihiraukan, gadis itu berlari menuju lapangan. Untuk menghampiri khavi.

Sherly berlari di sepanjang koridor SMA Cakrawala. Banyak pasang mata yang melirik tidak suka. Ah, ia sudah terbiasa mendapat perhatian lebih sejak mengungkapkan isi hatinya pada sang idola sekolah . Namanya Sherly Agustin. Seorang siswi kelas XI IIS 1. Sudah beberapa bulan ini ia selalu berusaha mendekati Khavi. Iya, berusaha!

Setibanya di lapangan outdoor, Sherly tidak menemukan keberadaan Khavi yang tadi masih stay disana.

Sherly mengedarkan pandangan ke seluruh lapangan. Tapi minus, dia masih belum menemukan Khavi. Akhirnya dia melihat ada dua orang yang sedang berjalan di koridor XI MIPA 1. Dia adalah Khavi dan Yolanda.

Sherly langsung berlari ke tempat mereka yang asik berbincang-bincang. Entah apa yang mereka bicarakan, Sherly tidak mengerti.

"Owh, yaudah kalau gitu gue duluan ya Khav. Thank's usulannya." pamit Yolanda undur diri.

Yolanda berjalan menuju kelas XI MIPA 1. Siapa yang tidak mengenal Yolanda Syandari? Ia adalah Ketua OSIS yang telah menjabat sejak 6 bulan belakangan, menggantikan posisi Chiko. Si Ketua OSIS yang menjabat tahun lalu, dan kini sudah naik ke kelas XII dan otomatis harus fokus  belajar untuk menghadapi Ujian Nasional dan perguruan tinggi untuk melanjutkan study.

Berdasarkan voting pemilu OSIS, Yola memperoleh suara terbanyak. Ia menang 57% suara dari Chandra yang kini menjadi partner sekaligus kekasih nya.

Sherly tahu itu, mereka adalah dua sahabat yang amat dekat. Banyak juga yang ngeship berharap ada something diantara tali persahabatan tersebut.

Dan Sherly sadar, Khavi sudah menaruh hati pada sang sahabat yang mirisnya sudah sold out duluan. Bagaimana Khavi memandang Yola, terlihat lelaki itu sangat memuja dan menghormati lawan bicaranya.

Iri. Benar, Sherly iri pada Yola. Mengapa Yola tak pernah melihat pada Khavi yang berharap? Sedangkan ia disini bersusah payah memperjuangkan Khavi, tapi tak kunjung di notice. Ia hanya ilusi yang tak tampak.

" Nasi goreng yang aku kasih tadi pagi udah dimakan? "

.....

" Enak nggak Khav? " sambungnya.

.....

" Tadi pagi aku sengaja bikinin nasi goreng spesial buat kamu."

Khavi tak mendengarkan celotehan gadis berambut pendek itu. Dia justru mengabaikannya.

Sherly berusaha menyamakan langkah dengan Khavi. Sejak tadi dia berusaha berada di samping Khavi. Namun langkah Khavi terlalu lebar, sehingga ia harus sedikit berlari lagi.

Saat posisi mereka telah sama, ia membombardir Khavi perihal bekal yang selalu diberikan. Tapi Khavi hanya diam, tak memberi jawaban. Entah itu sebuah gelengan atau anggukan.

Khavi sudah biasa begini, dan selalu begini.

Khavi tidak suka sikap Sherly. Sherly selalu mengintil kemana-pun ia pergi. Sebenarnya ia sudah menyuruh Sherly menjauh. Tapi gadis itu tidak pernah mendengarkan perintah Khavi. Justru dia semakin gigih mendekatinya.

"Yang mana?" tanya Khavi singkat namun membuat hati Sherly menghangat.

Bibir Sherly tertarik kesamping. Akhirnya Khavi mau mengeluarkan suaranya,"masa kamu lupa, tadi udah dianter ke kelas, yang kotak biru." terangnya antusias. Pasalnya ini kali pertama Khavi mempertanyakan apa yang sudah ia beri.

Mulai sekarang ia akan lebih semangat memperjuangkan sang pujaan. Lampu kuning sudah menyala!

"Owh yang itu.. tadi udah gue buang di tempat sampah!"

Sherly menghembuskan nafas kasar. Ingin sekali memaki pria jangkung dihadapan nya ini. Tapi dia tak memiliki nyali untuk menyampaikan uneg-uneg selama ini. Padahal, setiap pagi ia membuatkan sarapan untuk Khavi. Tapi tak pernah ada yang dimakan. Justru dia memberikan pada Sena dan Ziko. Dan tragisnya lagi berakhir di tempat sampah.

"Yaudah besok aku buatin sarapan yang lain buat kamu."

Khavi berbalik menghadap Sherly. Sherly yang menunduk tak sadar hingga keningnya menubruk dada bidang Khavi. Sherly mendongak sambil mengelus kening. "Kenapa berhenti tiba-tiba sih Khav." Dengusnya.

"Tolong jauhi gue!" itu bukanlah pernyataan melainkan perintah yang tidak bisa dilanggar. Sherly tersenyum melihat pemilik punggung itu mulai menjauh setelah menyatakan 3 kata itu.

Seperti ada batu besar yang menimpa ulu hatinya. Tapi perasaan itu sudah biasa. Bisa dibilang makanan sehari-hari yang menyakitkan.

"Aku akan pergi disaat waktunya aku harus pergi Khav."

❤️❤️❤️

Hello buat semua teman yang sudah mau baca cerita ku. Maaf pemanasan nya singkat dulu ya. Next lebih panjang. Jangan lupa vote & comment yak... Biar aku makin semangat nulis nya. See uu ^_^

#Salam hangat Istri Sah Jimin
-Sumatera Barat

Fatamorgana [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang