🍁17. Khavi minta maaf🍁

3.1K 201 25
                                    

Selepas mata kuliahnya selesai Juan memutuskan langsung pulang ke rumah. Tujuannya tak lain ialah memastikan kebenaran yang sebenarnya. Dua hari belakangan ini dirinya amat gelisah karena Ia berada di luar kota perihal tugas kampus yang diberikan dosennya. Dirinya memang disana. Tapi jiwanya tertinggal dibalik peristiwa yang terjadi.

Baru hari ini dia bisa kembali ke Jakarta. Tidak ingin menunda, Juan akan melihat langsung cctv yang ada di kamar Khavi.

Juan mengotak-atik komputernya mencari record kejadian itu. Apa yang dipikirkan Juan tidak semudah itu ternyata. Ia harus teliti dan memiliki kesabaran extra untuk menemukan video itu.

"Yes, dapet!" Ujar Juan semangat setelah lama mencari akhirnya usaha Juan tidak sia-sia. Dia berhasil menemukan video itu.

Juan memutarnya dan kesimpulan yang ditangkap Juan dari video cctv itu adalah hanya kesalahpahaman saja. Sekarang semuanya jelas, bahwa Khavi--adiknya dan Sherly tidak salah.

"Pa bisa kita bicara sebentar?"

---------

Juan menatap pria berkepala lima itu was-was. Dari tadi Papa nya menatap datar kearahnya.

"Hal apa yang mau kamu bicarakan Juan?" Tanya Beni setelah memesan makanan. Juan menelponnya tepat selepas ia menutup rapat.

Juan memberikan flashdisk kepada Beni. Dan itu membuatnya tidak mengerti.

"Kebenaran yang sesungguhnya." Juan tahu papanya tidak mengerti kenapa ia memberikan flashdisk tersebut.

Diputarlah rekaman itu. Bahkan Beni sesekali memegang pelipisnya. Seraya mengerutkan kening.
Dia tidak ingin melewati sedikitpun adegan video itu.

"Jadi..."

"Khavi dan Sherly nggak salah Pa. Itu cuma refleks, karena setiap Khavi sakit pasti bakalan ngigau untuk dipeluk." Terang Juan membuat Beni membisu.

"Terlambat. Papa sudah memutuskan agar Khavi dan gadis itu segera menikah!"

"APA???" Juan dan Beni terkejut karena orang yang mereka bahas berdiri tegap persis dibelakang Beni.

"Khavi!"

"Maksud papa apa?" Tanya Khavi tidak terima.

"Papa mau kamu menikah dengan gadis itu." Ulangnya.

"Pa, kita bisa diskusikan ini baik-baik. Tanpa ada yang tersakiti. Semua udah terbukti kalau itu salah paham."

"Atas dasar apa Lo ngomong gitu? Tanya Khavi pada Juan. "Mau jadi pahlawan kesiangan? Iya? Gue nggak butuh pembelaan dari Lo!" Sinis khavi.

Beni mencengkram rambutnya kuat. Kepalanya serasa ingin pecah memikirkan masalah putra bungsu nya. Beni kembali duduk dan diikuti Juan.

Sedangkan Khavi memilih duduk bersebrangan dengan Juan. Tangannya sudah gatal mau memberi bogem pada Juan.

"Khavi," Beni menatap putranya lirih "Papa mohon kali ini saja turutin ucapan Papa. Papa mohon sama kamu."

"Papa tahu papa bukanlah orang tua yang baik untuk kalian. Papa hanya sibuk bekerja dan bekerja. Hingga tidak punya waktu untuk kalian dan Mama kalian itu demi keluarga kecil Papa. Karena kalianlah hidup papa. Penyemangat disaat penat pulang bekerja. Tapi melihat kalian semua tertawa dan bahagia, semuanya hilang menguap menjadi kebahagiaan." Juan mengeluas bahu Beni karena mungkin kalimat yang diucapkan barusan adalah ucapan terpanjang seorang ayah untuk anaknya. Ia jadi membayangkan bagaimana perjuangan sang Papa untuk kehidupan nya.

Beni menyeka air matanya yang sempat menetas disela ucapannya.

"Ok. Khavi terima keputusan Papa." Setelah itu Khavi meninggalkan kursinya tanpa pamit.

Fatamorgana [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang