🍁 23. Mizan Murka+Ziko Kompor

2.1K 153 15
                                    

"Weh ada apa gerangan pengantin baru udah kelayapan. Bukannya dikamar malah main diluar." Sejak Khavi duduk, tidak ada diantara mereka yang tidak menyindirnya. Kecuali yang tidak hadir disini. Terlebih Ziko dan Bian tidak berhenti melontarkan sindiran keras untuknya. Untung Khavi tidak berminat meladeni mulut lemes mereka, kalau tidak sudah ia bungkam pake sambel terasi.

Entahlah suasana hati Khavi benar-benar memburuk sekarang. Dan ia juga tidak mengerti alasannya apa.

"Kayaknya kita kedatangan tamu jauh !" Ucap Bobby dan semuanya ikut melirik ke arah pandangan Bobby.

"Tumben muncul Lo bang. Nggak ngurusin masa depan lagi?" Mizan berlalu tidak mendengarkan pertanyaan Bian. Sebenarnya ia dengar, tapi berpura menulikan indera pendengaran.

"Yaelah sok serius Lo Sharuhkhan lokal!" Cibir Bian lagi.

Seperti nya orang seperti Bian tidak bisa dikasih hati, "lo tenang aja Ian, masa depan itu udah jelas pasti, tapi sahabat yang utama."

Prok...prokk

Bian, Bobby dan Ziko bertepuk tangan tidak percaya dengan quotes by Mizan.

"Boleh juga quotes lu bang. Comot dimana?"

"Enak aja lo bilang comot. Itu hasil otak gue," Mizan duduk disamping khavi, tapi orang yang duduk disampingnya seperti tidak menyadarinya. Mizan bertanya melalui kontak mata pada Bian, Ziko dan Bobby bergantian tapi mereka justru mengedikkan bahu.

"Ngelamunin apasih Khav!" Khavi tersentak ternyata pikirannya melalang buana sehingga ia tidak sadar ada Mizan.

"Gapapa." Balasnya singkat. Mizan bukanlah hanya sekedar senior atau teman nongkrong yang hanya tau Khavi dari cover. Semua seluk beluk Khavi ia paham. Tidak hanya Khavi Bian, Sena, Ziko, Bobby mungkin anak Vegas juga ia tau.

"Jelas banget Lo boongnya," Khavi menoleh sebentar lalu mengalihkan pandangan ke kumpulan anak Vegas yang bernyanyi bersama. Sahabatnya juga sudah beralih kesana, ikut nimbrung menghilangkan stres dengan latihan vokal.

"Gue kenal Lo nggak sehari dua hari sob tapi udah hampir dua tahun. Walaupun nggak selama persahabatan kalian," ucap Mizan juga menatap ke tempat yang sama. "Tapi gue ngerti kita punya porsi masalah yang beda."

"Gue bingung,"

Mizan menjawab dengan enteng, "bingung kenapa lagi?"

Khavi menyisir rambutnya yang menimbulkan tatanan rambut itu berantakan, "gue juga bingung karena apa. Bahkan diri gue sendiri gak tau."
Namun bayangan Sherly dengan Juan tetap menghantui pikiran Khavi.

Mizan mendesah pelan dan memutar tubuhnya menghadap Khavi agar ia bisa berbicara dengan jelas,              "sebenarnya Lo tau, tapi Lo pura-pura nggak peduli. Itu kan yang Lo rasain? Gue yakin pasti tentang Sherly?"

Gue peduli?

"Sekarang disini gue sebagai sahabat sekaligus abang buat lo sama yang lain, gue pikir udah seharusnya Lo berdamai dengan masa lalu. Toh itu udah berlalu. Gue bukan ingin menggurui seakan perkataan gue yang paling benar, nggak. Walaupun gue bukan diposisi Lo," Mizan berhenti sejenak dan meminum teh hangat yang dipesannya sejak tadi. Dan Khavi masih menunggu kalimat wejangan selanjutnya.

"Intinya buka hati Lo. Lo harus keluar dari lumpur yang dalam. Karena diluar sana ada orang yang menunggu Lo. Istri Lo. Bukan pengagum seperti dulu." Mizan menepuk bahu Khavi dan melanjutkan untuk memakan mie instant yang sudah mulai dingin. Ini semua karena ia terlalu sibuk memberi wejangan pada Khavi. Sampai ia melupakan mie-nya yang mengembang kini seperti cacing gila.

Mizan mengangkat piringnya, "Khav ganti rugi. Liat mie gue udah kayak cacing gila njir!" Protesnya.

"Woy mau kemana Lo Sen?" Teriak Ziko melihat Sena berjalan cepat tapi melewatinya tanpa menyapa dan bergabung. Ia justru melenggang ke meja Khavi dan Mizan.

Sena mengabaikan Ziko. Karena alasannya kemari untuk memberi informasi kepada Khavi. Jika bukan karena ia melihat Sherly dengan Juan di mall, mungkin ia tidak akan lari meninggalkan sang mama seorang diri.

"Khav, Lo harus ikut gue!" Sena yang baru datang mengagetkan Khavi. Tiba-tiba saja pria itu menarik lengan Khavi tanpa aba-aba.

Khavi menghempaskan nya tidak terima, "apaansih Lo!"

"Penting ayo buruan."

"Kemana?" Tanya Khavi bingung.

Mizan menghentikan kunyahan nya sejenak "kenapa sih Sen? Tumben amat Lo bawel begini?"

"Gue liat Sherly sama Juan di mall, makanyo ayo kita susulin. Ayo Khav!"

"Uhuk..uhuk..." Mizan auto tersedak mendengar penjelasan Sena. Sedangkan Khavi mematung tidak bergeming.

Cepat-cepat Mizan menyeruput teh manisnya,"seriusan Lo?" Tanya Mizan memastikan.

"Serius!" Sena mengangkat jari tanda ia tidak bercanda. 

"Yaudah ayo! Gue juga ikut!" Mizan mengambil jaket Levis yang ia sampaikan dan memakainya.

Disaat Mizan dan Sena melenggang duluan, justru Khavi hanya diam.

"Woy ayo!" Ucap mereka serempak hingga menarik perhatian yang lain melirik mereka.

"Gue nggak peduli. Terserah dia mau ngelakuin apapun." Khavi kembali duduk. Sena dan Mizan geram melihat Khavi yang egois.

"Lo ingat nggak Khav apa yang gue bilang tadi? Nah ini contoh kecilnya Khav. Bahkan dia jalan sama Abang Lo sendiri." Rahang Mizan mengeras dengan intonasi suara yang meninggi. Nyatanya percuma ia berbicara pada Khavi, karena orangnya tidak kunjung mengerti.

"Gue kasih tau sama Lo, status Lo sekarang udah setingkat lebih tinggi dari kita.  Dan diri Lo harus bertanggung jawab atas Sherly. Tapi sekarang Lo justru egois sama diri Lo sendiri. Sok nggak pedulian, padahal gue lihat dari pancaran mata Lo, udah ada benih cinta yang bersemi. Lo bisa bohong sama gue, tapi nggak sama diri Lo sendiri." Ucap Mizan panjang lebar tepat dihadapan wajah Khavi. Kenapa? Biar Khavi benar-benar memahami omongannya yang kelewat panjang.

Karena masih tidak ada reaksi juga dari Khavi, Ziko berdiri disamping Mizan dan ikut menambahkan, "ingat Khav, tikungan tajam. Jangan karena Sherly cinta sama lo, Lo berpikir dia nggak akan berpaling? Lo salah besar. Ada masanya suatu hari nanti dia akan jenuh. Dan mencari rumah yang baru. Saran gue, Lo harus hati-hati sama Abang Lo. Sekarang aja dia udah mulai curi start dari Lo! Nggak tau deh besok."

Khavi langsung meninggalkan mereka semua tanpa berbicara. Sudah kenyang dirinya menelan ucapan Mizan ditambah lagi kompor dari Ziko. Ia tidak peduli lagi kalau ia tidak cinta Sherly. Toh ia lebih berhak atas Sherly. Ia suaminya sedangkan Juan bukan siapa-siapa, hanya sebatas kakak ipar. Cih bahkan Khavi tidak sudi mengganggap orang itu sebagai kakak lagi.

Mizan dan Ziko tersenyum bangga. Akhirnya Khavi dapat bertindak sesuai isi hatinya.

"Mantep, untung Lo nambahin ucapan gue! Kalau nggak pasti dia belum gerak dari sini."

"Nggak mau tau, besok gue minta ganti rugi sama Khavi. Air ludah gue kering gara-gara komporin dia."

Sena menempeleng kepala Ziko keras hingga ia mengaduh kesakitan.

"Sakit njing!"

"Tapi gue salut sama Lo, Lo bisa komporin batu kayak Khavi."

"Lo Jan muji dia, ntr besar kepala dia." Ucap Bian mulai angkat suara sebab ia hanya bisa terdiam disela kemurkaan Mizan.

"Lo sih baru nyadar, Ziko gitu loh!" Ziko menepuk dadanya  berbangga hati.

Dan semuanya hanya melengos tidak peduli. Dan memilih melanjutkan latihan vokal yang tercancel.

----------------

To be continued
Happy reading😘
(Ada yang penasaran visual Khavi dan Sherly siapa? Atau udah punya bayangan sendiri?hehe kalau ada yuk coba kasih tau aku🤭)

Sumatera Barat
Minggu, 19.04.2020
18.09

Fatamorgana [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang