Setelah berembuk, kami semua sepakat untuk mengambil pilihan dari Rinai. Satu persatu dari mereka menceritakan sedetail-detailnya informasi yang diketahui tentang setiap perusahaan. Rinai yang paling mengetahui banyak dibandingkan Sasha dan Rifan.
Baik Rifan dan Sasha hanya mengenal sedikit dari banyak informasi yang ada. Tak ayal mereka menerima cetusan Rinai sebagai ide baik. Walau begitu, aku sangat menghargai usaha mereka. Usaha yang benar membuatku menghargai arti sahabat.
Yah, memang benar perkataan orang bijak yang menyatakan, saat kamu berhasil, maka teman-temanmu akan tau siapa dirimu, sehebat apa dirimu. Tapi, saat kau gagal, kau akhirnya akan tau siapa teman-temanmu dan aku tau, mereka akan selalu menjadi temanku. Hal ini, buktinya.
Rinai juga sudah menghubungi direkturnya langsung yang notabene adalah karib pamannya. Karena Rinai kenal dekat dengan direktur juga menjadi alasan kuat hingga pilihan itu dijatuhkan ke rekomendasi Rinai. Entahlah bualan apa yang Rinai katakan pada karib pamannya hingga aku dapat langsung diterima tanpa harus menjalani interview. Untuk ini, aku lega.
Dan case ditutup.
Pa, Ari akan buktikan bahwa Ari mampu, tanpa fasilitas dari papa sekalipun. Jangan menyesal saat melihat Ari lebih baik jika kembali nanti.
Aku membatin. Apa yang kuperlukan sekarang? Bukti? Iya. Bukti. Bukti yang banyak, cukup dan menjanjikan. Bahwa pilihanku untuk menolak perjodohan adalah seratus persen benar.
***
Aku menoleh ke kiri. Mengakhiri salam dari sujud isyaku. Sesekali aku masih memanjatkan syukur. Entah syukur karena hal apa dan juga, entah sejak kapan aku mulai belajar bersyukur seperti ini. Ah, buat apa aku memikirkannya? Begini sudah lebih baik.
Teleponku berdering ketika hendak melipat sajadah. Aku lantas menatap layar. Kinan menelepon.
"Halo, Kinan?"
"Mas di mana sih? Udah kabur kok nggak pulang?" Terdengar nada khawatir dari intonasi Kinan.
Aku menghela nafas berat. Apa ia tidak memahami masalah? Mana mungkin aku kembali ke rumah setelah memutuskan pergi, alias, kabur. Apalagi dalam waktu dekat. Kinan ada-ada saja.
"Emangnya kenapa? Gue nggak tau kapan bakal balik."
"Loh? Kenapa gitu?"
"Kin, papa nggak mau cabut tuntutan untuk jodohin gue."
"Jadi, kapan Mas pulang?"
"Kalau papa nyabut tuntutan, gue pulang."
"Sekarang suasana rumah lagi nggak kondusif, Mas."
Alisku spontan mendekat satu sama lain, bertaut bingung. Sedang tidak kondusif? Benarkah? Hubungan siapa yang sedang tidak kondusif? Apa papa tau, kalau pelarianku adalah sebuah kasus terencana dan dilakukan profesional oleh keempat anaknya? Lalu marah besar terhadap Ghana, Kinan, dan juga Ratih?
"Nggak kondusif gimana, maksud lo?"
"Mas di sana nggak apa-apa kan?"
Kenapa justru pertanyaan basa-basi dari Kinan malah terdengar lebih mengkhawatirkan?
"Sebenarnya ada apa, Kinan? Apanya yang nggak kondusif?"
Di seberang sana, aku dapat mendengar Kinan melengos pelan.
"Mas beneran dipecat dari kantor, kan? Sama papa?"
"Iya, dan sekarang, tolong lo jangan bertele-tele. Jelasin ke gue, apanya yang nggak kondusif."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI
Romance(COMPLETE) [SUDAH TERBIT] Razwan Tsabit Ghifari dengan segala kelebihan yang ia punya. Harta, keluarga, tahta, sahabat. Hanya saja, untuk perkara agama, Ari begitu meremehkan banyak hal. Suatu hari, sang ayah berniat menjodohkan putra sulungnya deng...