18

272 99 55
                                    

Bertepatan dengan berlalunya Asgaf dari hadapan, ponselku bergetar. Panggilan dari papa. Malas, tapi harus menjawabnya.

"Nak." Ada apa dengan suara Papa?

"Ada apa?" Aku berusaha untuk tidak terpengaruh nada bicara Papa.

"Pulanglah."

Ck! Jika menelepon hanya untuk membicarakan itu, hendaknya kututup saja panggilan ini. Sia-sia membujukku.

"Kalau Papa cuma mau bilang itu—"

"Mamamu masuk rumah sakit, barusan."

Aku mematung.

"Serangan jantungnya kambuh. Mama mengigau kamu terus. Pulang, Nak."

Aku mendesah

"Segera, Pa."

Sambungan kuakhiri sepihak. Aku berjalan cepat menuju parkiran mobil .

Baru saja hendak kuhidupkan, ponselku kembali bergetar. Aku mengernyit. Nomor tidak dikenal?

"Halo?"

"Cewek lo sama gue. Dalam empat puluh menit kalau lo nggak datang dengan 100 juta, nyawa dia, jadi taruhannya." Keningku berkedut. Drama apa lagi ini?

"Cewek yang lo maksud siapa?" Aku memberanikan diri bertanya. Perasaanku mulai tidak enak.

🌞🌞🌞


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


MENTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang