Chapter 15

130K 5.5K 48
                                    

Vanya berdiri sambil tubuhnya bersandar pada pagar besi hitam sebagai pembatas teras apartemen. Ia menikmati malam yang cerah ditemani segelas susu cokelat. Ia memeriksa ponselnya, tidak ada pesan atau panggilan dari sang empunya apartemen.

"Apa mungkin dia gak pulang?" tanyanya dalam hati.

Vanya mengetik sesuatu di ponselnya, tapi tidak lama ia hapus kembali. Ia memutuskan untuk menaruh ponselnya di atas meja kecil didekatnya.

Lama ia termenung disitu, memikirkan beberapa hal yang cukup mengganggu pikirannya.

"Belum tidur?" tanya Rionard ikut menyandarkan dirinya di pagar teras.

Vanya terkaget dan menolehkan kepalanya, ia melihat pria tampan disampingnya yang sibuk menggulung lengan bajunya.

"Udah makan?" tanyanya lagi.

Vanya mengangguk mengiyakan dengan wajah tersenyum.

"Aku pikir kamu gak pulang." Vanya bersuara.

Rionard menyelesaikan kegiatannya menggulung lengan baju sebelum ia menjawab.

"Aku gak mungkin ninggalin kamu sendirian. Maaf ya aku kemalaman. Tadi ada pekerjaan yang harus diselesaikan segera mungkin." Rionard menjelaskan.

"Hmm.. Aku mau bilang terimakasih sama kamu. Udah banyak sekali bantu aku."

"Kamu udah sering bilang makasih." Rionard tersenyum tipis.

"Kalo gitu aku mau minta maaf."

Rionard mengernyitkan dahinya. "Untuk?"

"Pertama, sering menyusahkan kamu. Kedua, sering buat kamu marah." tatap Vanya menyesal.

"Aku juga minta maaf sama kamu. Udah berbicara kasar dan pernah melakukan hal kasar sama kamu." sesal Rionard.

Tak lama ia menutup matanya dan menghela napas. "Aku sangat benci hari itu. Terasa sangat menyakitkan. Sampai aku tak bisa lagi melihat hal baik dari wanita."

Vanya berjalan mendekati Rionard dan tanpa ragu memeluknya. "Orang sepintar kamu ternyata bisa dibodohi juga."

Seketika Rionard merasakan rasa nyaman yang begitu besar saat Vanya memeluknya. Ia juga merasakan hatinya menghangat dan terasa ada sesuatu yang berbeda didalam sana.

Vanya menarik mundur tubuhnya. Ia tertawa geli.

"Habis dikejar zombie? Detaknya kencang banget." ledek Vanya.

Tanpa ragu Rionard menarik pinggang Vanya supaya dekat dengan tubuhnya.

Vanya terkejut dengan perlakuan Rionard. Ia menatapnya dengan gugup ditambah jantungnya yang seketika berdetak cepat.

Rionard semakin menarik maju hingga badan mereka nyaris menempel. Rionard memperhatikan seluruh permukaan wajah Vanya. Mata, hidung, bibir. Ia memperhatikan dengan seksama.

"Apa yang kamu lakukan Vanya?" setelahnya tangannya meraih tengkuk Vanya mendekat ke wajahnya.

Vanya memejamkan matanya. Ia tahu apa akan terjadi selanjutnya. Tubuhnya menegang ketika rasa hangat menyentuh bibirnya.

Rionard menempelkan bibirnya beberapa detik merasakan kehangatan dari bibir Vanya. Ia berpikir tidak apa-apa jika setelah ini akan mendapat tamparan atau makian, saat ini ia tidak dapat melawan perasaannya.

Rionard ingin melepaskannya, tapi ternyata tidak ada perlawanan dari Vanya. Ia mencoba peruntungannya. Ia ingin lebih saat ini. Melumat bibir lembut itu. Dan.. Ternyata berhasil. Dengan lembut ia menikmati bibir Vanya tanpa ada perlawanan. Malah yang semula tubuh Vanya menegang, perlahan mulai menikmati.

Ia merasakan sesuatu yang berbeda saat ini. Ini bukan yang pertama kalinya ia menyentuh bibir wanita cantik didepannya ini, tapi kali ini rasanya sungguh berbeda. Rasanya ia ingin menjadi satu-satunya orang yang menikmati bibir itu.

Saat Rionard ingin menelusuk lebih dalam lagi, ia merasakan tubuhnya terdorong kebelakang. Ia merasa terkejut melihat Vanya mendorongnya dan berjalan cepat masuk kedalam apartemen.

"Apa dia marah?" tanyanya dalam hati.

***

Rionard duduk ditepi kasur melihat Vanya meringkuk didalam selimut tebal.

"Van.. Aku berangkat dulu ya. Jangan lupa makan. Aku udah siapin sarapan diatas meja makan." setelahnya ia berjalan keluar dari kamar dan tidak lama terdengar suara pintu tertutup.

Vanya menyibakkan selimutnya dan menoleh kearah pintu kamarnya yang tertutup.

Vanya memegang dadanya, "Ya ampun, gawat kalo tiap hari begini." ia merasakan jantungnya yang berdetak tidak karuan.

Ia merutuki dirinya yang tiba-tiba berlari kedalam ketika Rionard menciumnya semalam. Bukan bermaksud untuk menghindar, tapi tiba-tiba saja ia merasakan perutnya mulas. Ia lupa bahwa ia tidak bisa minum minuman manis terlalu banyak. Perutnya akan selalu mulas.

Ketika ia keluar dari kamar mandi di kamarnya, ia tidak berani lagi keluar dari kamar. Lebih tepatnya ia tidak tahu ekspresi apa yang harus ditunjukkannya jika bertatapan dengan Rionard. Oleh sebab itu ia memilih untuk segera tidur, meskipun kenyataannya ia tidak bisa benar-benar tidur.

Vanya melihat jam diatas nakas.

"Kenapa awal sekali dia ke kantor?" pikirnya heran.

Vanya bangun dari tidurnya, ia menimbang sepertinya tidak apa-apa jika ia bekerja. Ia sudah cukup bosan di  apartemen. Sebenarnya ada banyak hal yang bisa dikerjakannya. Hanya ia kepikiran dengan Sandra. Pasti Sandra membutuhkannya.

Akhirnya Vanya memutuskan untuk bekerja. Dengan secepat kilat ia mempersiapkan diri untuk bekerja. Toh juga kakinya sudah merasa baikan. Tidak ada yang dikhawatirkan pikirnya.

45 menit berlalu, akhirnya Vanya tiba di hotel. Ketika Vanya hendak masuk kedalam lift, ia merasakan rasa sakit dikepalanya.

"Argghh.." Vanya menahan rambutnya yang tertarik.

"Rasakan kau jalang!!! Kau telah merampas milikku!!!" teriak seorang wanita.

***

25/08/19

My Adult Senior (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang