Rionard menghentakkan kakinya dengan keras saat ia menapaki satu persatu ubin porselen bermotif mozaik. Dengan raut marah, ia menujukan pandangannya ke arah wanita yang tengah duduk membelakanginya, berbicara lewat ponselnya.
"Mommy!"
Tiara menyelesaikan panggilannya dan berdiri sambil memegang ponselnya. "Ada apa?"
"Apa yang mommy bicarakan pada Vanya?!"
Tiara tak menjawab pertanyaan Rionard. Ia hanya memperhatikan Rionard yang terus mendekat kearahnya.
"Aku tahu Vanya ada disini 2 jam lalu."
"Iya, mommy mengundangnya kesini." ucap Tiara membenarkan.
"Untuk apa? Setelah mommy membatalkan pernikahan kami, sekarang apa lagi yang mommy mau?"
"Mommy memintanya untuk meninggalkanmu." ucap Tiara tenang.
Rionard mengepalkan tangannya hingga memerah. "APA MAKSUD MOMMY?!" VANYA TIDAK SALAH APAPUN MOM!!"
"Rio! Mommy tidak mau Olivia menghancurkan keluarga kita!"
"MOMMY HANYA MEMIKIRKAN APA YANG BAIK UNTUK MOMMY. BUKAN UNTUK AKU!"
"Mommy memikirkanmu! Mommy tidak mau melihatmu hancur lagi. Karena hubungan kalian tidak baik jika dilanjutkan."
"Tidak mau melihatku hancur? Apa mommy tidak sadar dengan apa yang mommy lakukan sekarang? APA MOMMY TIDAK SADAR!!"
"Dengar mom, kali ini aku tidak akan mendengarkan perkataan kalian! Aku sudah memutuskan untuk tetap menikah. Persetan dengan semua masalah kalian. Aku berhak bahagia, dan Vanya adalah kebahagianku!" Rionard berucap tajam.
Rionard membalikkan tubuhnya dan memilih untuk meninggalkan ibunya yang sedang menatapnya dengan cemas.
"Rionard! Tolong dengarkan mommy!" panggil Tiara tanpa adanya gubrisan dari Rionard yang terus melangkah jauh dari pandangan Tiara.
***
"Sudah lama dia tidur?"
Lidya mencoba mengingat. "Kayaknya udah sejaman. Tumben sih sebenarnya dia tidur jam segini."
"Aku langsung ke kamar aja."
"Iya. Oh ya, kalau Vanya sudah bangun, ingatkan untuk makan malam ya!"
Rionard hanya balas mengangguk sambil berjalan ke arah kamar Vanya. Ia mendorong pintu yang tidak tertutup rapat, dan melihat orang yang dicintainya tengah tertidur pulas dengan masih menggunakan baju kerjanya.
Rionard meletakkan telapak tangannya di atas kening Vanya.
"Gak panas.." batinnya lega karena mengira Vanya sedang sakit.
Rionard menundukkan kepalanya dan memberikan kecupan panjang di atas kening Vanya. Vanya yang belum terbangun dari alam bawah sadarnya tak merespon apa yang dilakukan Rionard.
Rionard melepaskan kancing lengannya dan menggulung nya hingga ke siku. Ia juga melepaskan sepatunya disusul kaos kakinya, kemudian menaiki kasur dan berbaring disamping Vanya.
Vanya yang merasakan rasa berat diatas perutnya, terbangun dan terkejut melihat Rionard yang sudah terlelap di sampingnya.
Tak lama ia menyentuh pipi Rionard dan memberikan usapan lembut sambil memperhatikan dengan raut sedih. Vanya yang sudah berlinang air mata, memberikan kecupan singkat di bibir Rionard.
"Aku bingung pada Tuhan, kenapa kita harus dipertemukan kembali kalau pada akhirnya harus berpisah?"
"Siapa yang akan berpisah?" ucap Rionard tanpa membuka matanya.
Vanya terkejut mengetahui Rionard yang mendengar ucapannya. Rionard yang merasa Vanya ingin membalikkan tubuhnya, segera menarik pinggangnya dan membuatnya wanita cantik itu kembali berhadapan dengannya. Sekali lagi tangan Rionard menariknya hingga membuat jarak keduanya hampir menempel.
"Van.. Jangan bicara lagi soal berpisah."
"Aku tahu mommy khawatir soal hubungan kita. Tapi itu semua gak berpengaruh buat aku. Aku perlu kamu van. Hidup aku itu kamu."
"Rio.. Ibu aku itu-"
"Apa berpisah itu jalan terbaik untuk kamu? Dengar Vanya, seburuk dan sejahat apapun ibu kamu, gak akan buat aku takut."
"Tapi Rio-" tangis Vanya mulai terdengar.
"Van! Tolong dengarkan aku! Aku tahu kamu mengkhawatirkan aku. Tapi apa kamu tahu rasa khawatir kamu itu menyakitkan aku terlebih kamu? Kamu jangan hanya memikirkan apa yang baik buat orang lain. Kamu juga harus pikirkan apa yang baik buat kamu."
"Ini beda Ri! Kalo aku memilih untuk meneruskan hubungan ini, aku takut berakibat buruk bukan hanya sama kamu tapi keluarga kamu juga." ujarnya dengan isakan.
Tangan Rionard mengusap sudut mata Vanya. "Van.. Aku janji akan jaga semuanya. Gak akan ada hal buruk yang terjadi pada kita ataupun keluarga aku."
"Aku janji Van.. Aku janji akan jaga semuanya." sambung Rionard meyakinkan Vanya.
Vanya menghentikan isak tangisnya yang masih tersisa. "Kalo kita tetap menikah, bukannya pernikahan kita akhirnya tanpa restu orangtua kamu?"
"Aku akan membuat orangtuaku merestui kita."
"Bagaimana caranya?"
"Aku akan pikirkan caranya. Yang terpenting sekarang adalah kamu setuju dengan pernikahan kita. Bagaimana cantik?"
Vanya menatap wajah Rionard sejenak, dan akhirnya ia mengangguk menyetujui.
Rionard tersenyum senang dan segera mendekap Vanya kedalam pelukannya. "I love you Vanya."
"I love-hmmpp!"
Rionard secepat kilat meraih bibir Vanya sebelum Vanya menyelesaikan ucapannya.
Drrttt... Drrttt...
Vanya mendorong bahu Rionard. "HP kamu bunyi."
Rionard tak menggubris ucapan Vanya, ia menarik Vanya kembali dan semakin mempererat pelukannya.
"HP kamu bunyi Ri! Angkat dulu!"
Dengan malas Rionard menghentikan aktivitasnya dan meraih ponsel yang diletakkannya di atas nakas.
Ia segera menggeser tanda hijau pada panggilannya tanpa memperhatikan siapa peneleponnya.
"Halo..."
"............ "
"Ya."
"............ "
"Terimakasih informasinya."
Rionard terdiam setelah ia menutup panggilannya.
"Ada apa?"
Rionard menoleh kearah Vanya. "Natalie kecelakaan."
"Kecelakaan? Sekarang dimana?"
"Di rumah sakit."
"Lebih baik kamu kesana."
"Gak Van. Aku gak mau lagi berurusan dengan dia."
"Ri.. Gimana kalo cuma kamu yang bisa di hubunginya sekarang?"
"Cepat ke rumah sakit, kamu harus pastikan kalo dia baik-baik aja."
***
20/09/19
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adult Senior (Complete)
General FictionBagaimana perasaan seorang Vanya Samantha ketika ia bertemu kembali dengan seorang pria yang pernah ia sukai saat masih berumur 13 tahun? Dan rahasia apa yang ditemukannya saat ia menjalin hubungan dengan sang senior? Bijak dalam memilih bacaan (21...