Vanya memperhatikan Rionard yang sedang sibuk menaikturunkan tubuhnya di pull up bar yang berada diruang gym nya. Meskipun sudah sering melihat Rionard dalam keadaan setengah naked bahkan naked, jantungnya tetap berdebar saat melihat pemandangan seperti itu.
Rionard yang tidak sadar dengan kehadiran Vanya, terus saja melakukan pull up nya hingga 10 menit. Akhirnya ia berhenti ketika mendengar ponselnya berbunyi.
"Vanya?" tanyanya kaget menyadari Vanya yang ada dibelakangnya.
Vanya tersenyum dan menyerahkan ponsel Rionard yang berada diatas kursi tak jauh dari tempatnya berdiri.
Rionard melihat nama si pemanggil dan segera mengangkatnya.
"Halo.."
"........... "
"Montana?"
"........... "
"Ok. Segera kirim file nya ke email saya."
"............"
"Ya. Terimakasih."
Rionard menutup panggilannya dan meletakkan ponselnya kembali diatas kursi.
"Kamu mau ke Amerika?" tanya Vanya sambil menyerahkan handuk kecil ke Rionard.
Rionard menyeka wajahnya yang berkeringat. "Gak."
"Lalu?" tanya Vanya penasaran.
"Ibu kamu tinggal disana."
"Oh." jawabnya dengan anggukan.
"Kamu gak mau ketemu?"
"Kalau ibu mau ketemu aku, aku akan lebih senang."
"Kamu gak marah?"
"Daripada marah, lebih baik aku tanya alasan kenapa ibu pergi ninggalin aku sama ayah. Aku mau dengar langsung penjelasan dari ibu. Ibu pasti punya alasannya."
Rionard membuang handuknya keatas kursi dan memeluk pinggang Vanya erat.
"Aku bersyukur Tuhan memberiku wanita yang baik hati."
Vanya tersenyum dan mencubit hidung mancung Rionard. "Kenapa tiba-tiba kamu ada di cafe semalam? Kamu ngikutin aku ya?"
"Bisa dikatakan seperti itu. Tapi pastinya aku gak harus ngikutin kamu dari belakang."
"Udah aku duga. Sejak kapan kamu bisa lacak lokasi aku?"
"Sejak kamu susah dihubungi. Kamu tahu aku kan? Aku paling gak suka dibuat khawatir."
"Gitu? Tapi kayaknya hari ini aku yang khawatir sama kamu."
"Kenapa?"
"Soal ayah yang mau ketemu kamu hari ini. Aku takut ayah minta macam-macam."
"Aku gak peduli. Sebagai seorang gentleman aku akan lakukan semua permintaan dari ayah kamu."
"Yakin gentle?" ledek Vanya.
"Ragu? Apa aku masih kelihatan kurang gentle?" ucapnya sambil tangannya mulai bermain di bokong Vanya.
"Rionard! Ini udah jam berapa?" Vanya mengalihkan pembicaraan.
"Sepertinya kita masih punya waktu setengah jam." ucapnya dengan nada menggoda.
"Rionard-" ucap Vanya tertahan karena usapan Rionard yang semakin menggoda dirinya.
Vanya berusaha sekuat tenaga menolak Rionard. Tubuhnya benar-benar sulit menolak ketika Rionard dengan mudahnya memercikkan gairah lewat setiap sentuhannya.
Rionard mengulum senyumnya saat ia melihat Vanya sedang memejamkan matanya kuat - kuat, tanda Vanya sedang berusaha menolak perlakuan dirinya.
Rionard melepaskan tangannya, dan seketika Vanya membuka matanya.
"Dasar mesum." ucapnya dan segera berjalan menjauhi Rionard.
***
Vanya dan Rionard telah sampai di rumah ayahnya. Rumah kediaman Vanya ketika masih kecil.
Vanya menghela napasnya ketika ia mengetuk pintu. Ia melihat Rionard yang tampak baik-baik saja.
"Apa dia gak khawatir sedikitpun?" batinnya mengheran.
"Silahkan masuk." ucap Helmi ramah ketika membuka pintu.
Sambil berjalan masuk, Rionard memperhatikan setiap sudut rumah Vanya yang tidak begitu besar tapi terlihat rapi dan terasa pas dengan barang-barang yang tidak begitu banyak memenuhi ruangan.
Akhirnya kini mereka sampai didapur, dan disitu terlihat banyak bahan makanan yang terletak diatas kitchen set tak jauh dari kompor.
"Ayah, untuk apa?"
"Ayah hanya minta tolong Rio untuk membuat makan siang untuk kita."
"Ayah, biar Vanya aja."
"Saya bisa." sela Rionard.
"Kalau keberatan, tidak apa-apa. Saya bisa mengerti."
"Saya tidak keberatan."
"Rio.. Kamu gak bisa masak. Biar aku aja."
"Gak perlu. Aku bisa Vanya." ucapnya mantap.
"Rio-"
"Vanya, aku akan berusaha melakukan yang terbaik."
Vanya hanya mampu menghela napasnya melihat keyakinan Rionard.
"Kamu bisa gunakan semua peralatan yang ada di dapur ini. Saya harap kamu bisa selesai dalam waktu kurang dari 2 jam." ujar Helmi.
Tak lama kemuadian terlihat Rionard sibuk dengan bahan-bahan yang ada di depannya.
"Ri.. Gak usah dipaksain, semampunya aja." cemas Vanya.
"Iya sayang. Kamu tenang aja. Kamu santai aja diluar. Kalo kamu disini, akan susah buat aku konsentrasi."
"Ri.. Kamu yakin?"
"Iya."
"Oke. Aku tinggal ya.. Kalo perlu aku, panggil aja." setelahnya berlalu keluar dari dapur.
Vanya berdiri didepan tembok pagar teras rumahnya. Ia mengingat beberapa kenangan yang pernah dilakukannya ditempat ini. Vanya tidak lama tinggal dirumah ini, karena ia lebih lama tinggal bersama kakeknya. Tapi ada beberapa kenangan bersama teman bermainnya yang masih tertinggal diingatannya.
Tak lama dirinya mengingat sesuatu. Ya.. sesuatu yang menjadi mimpinya selama ini. Bukan mimpi! Tapi ingatannya yang beberapa kali menjadi mimpinya.
Ia berjalan menuju ke pekarangan disamping rumah. Vanya memperhatikan setiap tanaman yang tumbuh di dalam pot yang terletak diatas tanah. Seketika ia menangkap sesuatu di ingatannya. Selanjutnya ia mengulurkan tangannya, ingin mengangkat salah satu pot yang ada di depannya.
"Vanya.." sebuah suara mengagetkan dirinya.
"Ayah.." ucap Vanya gugup.
***
14/09/19
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adult Senior (Complete)
Ficción GeneralBagaimana perasaan seorang Vanya Samantha ketika ia bertemu kembali dengan seorang pria yang pernah ia sukai saat masih berumur 13 tahun? Dan rahasia apa yang ditemukannya saat ia menjalin hubungan dengan sang senior? Bijak dalam memilih bacaan (21...