Vanya duduk didepan meja rias nya sambil menyapukan brush make up ke wajahnya. Ia memoles wajahnya yang terlihat tidak segar, terutama bagian matanya yang sangat terlihat sembab.
Ia menghentikan aktivitasnya dan memandang pantulan wajahnya dicermin.
"Apa ini keputusan yang benar?" batinnya ragu.
Vanya kembali melanjutkan aktivitasnya hingga selesai. Setelah dirasanya rapi, ia beranjak keluar dari kamarnya.
"Vanya.. Kamu baik-baik aja?" tanya Lidya.
Lidya mendekati Vanya dan mengusap lengan Vanya. "Aku berharap ini cuma salah paham aja."
Vanya tak mampu menjawab perkataan Lidya. Bibirnya mulai bergetar menahan tangisnya yang akan segera pecah.
Lidya segera meraih Vanya dan memeluknya. Ia memberikan rasa tenang untuk Vanya lewat usapan tangannya di punggung Vanya.
"Kalau masih mau nangis, nangis aja Van.."
Tak lama terdengar isakan kencang Vanya dibalik ceruk leher Lidya. Ia menumpahkan segala perasaan yang dirasanya sekarang.
Setelah merasa sedikit lega, Vanya melonggarkan pelukannya. "Make-up aku jadi rusak."
Lidya terkekeh melihat Vanya yang sedang kesal.
"Tanpa make-up pun kamu tuh udah cantik." sambil tangannya merapikan riasan disekitar mata Vanya.
"Van.. Kamu sarapan dulu ya. Aku ada buat nasi goreng seafood. Atau kalo gak, minum susu cokelat aja, kalo kamu gak mau makan. Kamu harus sarapan, biar ada tenaga." perintah Lidya.
Vanya memilih untuk meminum susu cokelat, karena saat ini dirinya sedang tidak berselera makan.
Tanpa ragu Vanya meneguk susu cokelatnya, tapi belum sampai setengah dari gelasnya ia merasakan perutnya seperti sedang di aduk. Dengan segera Vanya berlari kearah wastafel dapur yang berjarak 2 meter dari meja makannya.
"Ueeekkk..." Vanya memuntahkan susu yang baru saja di teguknya.
"Van.. Kamu kenapa?" Lidya mulai panik.
"Kamu kasi aku susu apa?"
"Susu yang biasa kamu beli. Kenapa emangnya?"
"Kenapa rasanya gak enak?"
Vanya masih merasa mual dengan rasa susu yang masih terasa menyangkut di tenggorokannya. Ia kembali memuntahkan isi perutnya yang kosong.
"Susunya masih bagus kan? Soalnya aku gak liat tanggal kadaluarsanya." ucap Lidya sambil mengelus punggung Vanya.
Vanya menganggukkan kepalanya sambil menghidupkan kran air dan mencuci mulutnya.
"Kayaknya kamu perlu istirahat. Aku khawatir sama kamu."
"Gak apa-apa Lid. Aku harus kerja. Kami ada rapat penting hari ini." sambil mengelap mulutnya dengan tissue.
"Ya udah, kamu jaga kesehatan ya.. Jangan lupa makan nanti." Lidya menunjukkan raut kekhawatirannya.
"Iya.." Vanya memberikan senyumnya.
Tak lama Vanya keluar dari apartemennya sambil memegang perutnya yang masih terasa mual.
***
Vanya masih merasakan mual hingga jam kerja berakhir. Ia meneguk air mineral yang ada di tangannya sambil dirinya berjalan keluar dari hotel.
"Nona Vanya.." panggil seorang pria paruh baya yang baru Vanya kenal beberapa hari lalu.
"Ada apa pak?"
"Saya diminta untuk menjemput nona Vanya."
"Kemana?"
"Kerumah keluarga Tuan Benedict. Nyonya Benedict ingin bertemu nona."
Vanya yang merasa bingung, tetap melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam mobil sedan mewah itu.
Mobil itu segera melaju meninggalkan hotel. Butuh sejam lebih untuk sampai kerumah keluarga Benedict, karena macet yang tak terelakkan.
Setelah melewati kemacetan nya sore hari, akhirnya Vanya tiba dirumah keluarga Rionard dan dirinya diminta untuk menunggu di taman belakang dekat dengan kolam renang.
"Maaf tiba-tiba mengundangmu kemari." ucap Tiara.
"Ibu, maaf atas kejadian kemarin. Saya benar-benar minta maaf soal ibu saya." ucap Vanya sungguh - sungguh.
"Saya yang benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin. Seharusnya saya tidak merusak acara kalian."
"Vanya.. Saya tahu, seharusnya saya tidak bersikap egois terhadap kamu dan Rio. Tapi saya harus lakukan ini." sambungnya dengan raut menyesal.
"Ada apa dengan ibu saya?" Vanya semakin penasaran.
"Sulit untuk saya menceritakan ini. Karena dia ibu kamu. Saya tidak mau menggumbar kesalahan ibu kamu didepan kamu."
"Tapi saya perlu tahu.." ucap Vanya memohon.
"Saya tidak bisa bercerita banyak soal ibu kamu. Intinya adalah ibu kamu pernah mencoba mencelakakan keluarga saya. Saya hanya khawatir jika kalian meneruskan hubungan ini, akan berdampak buruk untuk kalian berdua."
"Saya berharap sebaiknya kalian tidak melanjutkan hubungan ini supaya kalian tidak mendapatkan masalah kedepannya."
Vanya tak mampu menahan airmatanya. Ia begitu sedih dan sakit membayangkan perlakuan ibunya terhadap keluarga Rionard. Orang seperti apa ibunya itu? Ia sama sekali tak tahu. Dan kali ini mungkin benar, ia harus meninggalkan Rionard demi hubungan mereka. Tidak..
Lebih tepatnya demi keselamatan Rionard."Vanya.. Maaf membuat kamu menangis. Saya tahu pasti sulit sekali untuk kamu. Saya tahu kamu mencintai anak saya. Tapi-"
"Saya mengerti bu.. Saya sangat mengerti. Sekali lagi saya minta maaf atas semua perlakuan ibu saya yang sangat tidak menyenangkan keluarga ibu." ucapnya terbata menahan tangisnya.
Setelahnya Vanya berpamitan pulang. Tiara sungguh-sungguh tak nyaman melihat kondisi Vanya saat ini. Ia mengerti bagaimana perasaan Vanya.
"Maaf Vanya.. Aku hanya takut Olivia hadir kembali dan memanfaatkanmu untuk menghancurkan keluargaku."
***
18/09/19
KAMU SEDANG MEMBACA
My Adult Senior (Complete)
General FictionBagaimana perasaan seorang Vanya Samantha ketika ia bertemu kembali dengan seorang pria yang pernah ia sukai saat masih berumur 13 tahun? Dan rahasia apa yang ditemukannya saat ia menjalin hubungan dengan sang senior? Bijak dalam memilih bacaan (21...