BAB 6

1.1K 39 1
                                    

Aku mau cepat-cepat menyelesaikan cerita ini. :) Kuharap pembaca masih bersedia membaca dan memberikan vote. ♥

Maaf jika ada typo atau gaje. Harap pemaklumannya. Terimakasih ~ ♡

***

Tak pernahkah kau peduli, sakitnya diriku karna mencintaimu...

Author POV

Lian dan Rosa sudah setengah berlari menaiki tangga kediaman keluarga Cholasta. Setelah mendapatkan kabar bahwa Nandira sedang kembali terpuruk karna bertemu dengan Arlan, kedua gadis cantik itu bagai kesetanan langsung berangkat untuk menemui Nandira.

"Cepatlah, Rosa!" Lian menarik tangan Rosa yang agak lambat menaiki tangga ini. Wajar saja, Rosa menggunakan gaun panjang berwarna hijau lumut.

Tadi Lian dan Rosa memang sedang berbelanja bersama dan tepat saat Rosa mencoba gaun, Savana menelpon dan memberitahu mereka. Tanpa sempat berganti pakaian lagi Rosa langsung membayar dan memakai gaunnya itu.

Rosa hendak memprotes namun diurungkan niatnya setelah mereka sampai di depan pintu kamar Nandira. Tanpa menunggu lama lagi mereka membuka pintu itu.

"Nandira, kau baik-baik saja?" Rosa menatap khawatir pada Nandira. Kemudian berjalan mendekati sahabatnya itu.

"Aku tidak apa-apa." Nandira tersenyum tipis, senyumnya bahkan tak sampai hati.

Lian duduk di samping Nandira dan merangkul sahabatnya itu, "Kami sangat mencemaskanmu." Katanya lembut.

"Terimakasih." Nandira nampaknya masih berusaha terlihat tegar.

"Kupikir dia sudah bisa menguasai diri." Savana menyela memberikan senyuman pada sahabat-sahabat Nandira.

Lian dan Rosa melihat pada Nandira, sahabatnya ini masih lemah. Mereka memilih untuk tidak bertanya dulu.

"Jadi, Lian, Rosa... Bisakah kalian membantu menemani Nandira di sini? Aku sedikit ada urusan." Kata Savana menyesal. Tentu saja dia sangat ingin menemani sepupunya. Tetapi lagi-lagi urusan perusahaan ini harus dkerjakannya. Savana pun juga harus memantau Dad Nandira yang sekarang sudah mendapatkan perawatan di Singapura.

"Kakak tenang saja. Kami akan menemani Nandira." Kata Rosa sambil tersenyum pada Savana yang terlihat tidak enak.

Sahabat itu yang selalu menemani, bukan menuntut...

***

Ini Minggu pagi..

Devon melihat Arlan. Pria itu sedang bergerak-gerak di tengah taman rumah keluarga Geovano.

"Sangat senang melihatmu di sini, adikku." Gumam Devon tenang sambil berjalan dengan santai ke samping Arlan.

Dapat Devon rasakan ketika kakinya yang hanya memakai sendal biasa menginjak rerumputan hijau yang terasa lembab, karna embun.

Arlan melirik Devon, "Kau merindukanku?" Tawa hambar Arlan pecah. Pria tampan itu masih tetap melakukan pemanasan untuk merenggangkan otot-ototnya. Olahraga rutin yang selalu dilakukannya dipagi hari.

Devon tersenyum manis seperti biasa, memilih tak menjawab dan menyesap teh hijaunya. Menatap ke depan dengan matanya yang cemerlang.

"Bagaimana kejutanku?" Devon melihat Arlan yang terdiam. Namun kemudian adik sepupunya itu menoleh padanya.

"Aku terkejut." Jawab Arlan datar dan itu membuat Devon tertawa.

Devon sangat tau sikap Arlan dan dia tidak tersinggung sama sekali mendapatkan sikap dingin adik sepupunya itu, "Aku senang kau terkejut." Gumamnya misterius.

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang