tanpa kekata, yohan lepaskan pelukan hangyul. tanggalkan jaket, pergi ke kasur dan berbaring menyamping menghadap tembok. ia punggungi hangyul yang menarik kursi lipat di sebelah meja belajar untuk diduduki, tidak berniat tinggalkan yohan sendirian walau hanya dapat berdiam diri.
hangyul ambil ponsel, kirim pesan ke beberapa teman yang mungkin saja ingin pergunakan tiket film yang terlanjur ia beli. sayang bila tidak digunakan, lebih baik diberikan kepada yang luang waktunya dan memang ingin menonton.
sembari menunggu balasan, sesekali hangyul lirik yohan. hampir mengira dia tertidur bila bukan karena grasak-grusuk dan geram pelan yang terdengar.
setengah jam berselang tanpa hangyul lakukan apapun kecuali diam di tempat. entah berapa kali yohan lipat kaki kanan lalu meluruskannya, renggangkan paksa sampai ujung jempol. bekas jahitan yang memanjang terlihat sedikit dekat mata kaki, tak dapat ditutup oleh celana panjang yang dipakai yohan.
yohan berguling, sekarang menghadap hangyul. air mukanya layu. kulitnya lesi. tidak ada cengiran santai yang sering dia umbar kesana-kemari.
"maaf gyul ... gara-gara gue kita ga jadi nonton gundala." yohan bicara, terdengar menyesali sikapnya sebelum ini. dia tak mau tatap wajah hangyul.
"ga perlu dipikirin, han. gua ga bener-bener niat nonton juga kok. yang ngebet nonton kan elu."
yohan tidak langsung membalas.
"sayang tiketnya."
"temen gua ada yang mau. yang penting kepake kan?"
diam lagi.
"ga usah dipikirin. kita bisa nonton lain kali. atau nunggu keluar di indoxxi," tambah hangyul dengan sedikit humor. yohan mendengus.
"udah baikan?" hangyul bertanya setelah beberapa saat.
kali ini yohan mau menatapnya. sebelah pipinya tenggelam di permukaan bantal. ia berdehum, namun hangyul tidak dapat menentukan apakah respons yohan berarti ya atau tidak.
"mau gua peluk lagi?"
"... sambil tiduran boleh?"
jawaban hangyul adalah hampiri yohan yang beringsut mundur sampai punggung menempel pada tembok. menyesuaikan bantal lalu ikut berbaring menyamping, posisinya sedikit lebih tinggi. kepala yohan pindah gantikan bantal dengan lengan hangyul. tangan hangyul yang lain bawa yohan lebih merapat, sedang milik yohan mendarat di atas pinggangnya.
hangyul sempat lupa cara bernapas, ingat bahwa baru pertama kali mereka lakukan ini. namun pikiran itu segera dikaburkan oleh kikik yang lolos dari yohan.
"hoodie lu bau bakso," ungkapnya tiba-tiba. mendengarnya buat hangyul rotasikan bola mata.
"bekas tadi."
"jadi pengen makan bakso lagi."
"mau?"
yohan menggeleng. "gak sekarang. males keluar."
keduanya kembali diam. yohan memainkan hem hoodie yang dipakai hangyul. hening kali ini tak membuat hangyul nyaman mengingat posisi mereka.
"masih ga suka pulang ke rumah?"
tangan yohan berhenti memainkan hem hoodie alih-alih meremasnya. hangyul dapat mendengar suara ludah yang ditelan susah payah olehnya.
"papa sama adek gue masih nyayangin keputusan gue berhenti dari taekwondo," dia mulai bercerita.
"kondisi kaki gue ga cukup jadi alesan. padahal sebelum kecelakaan bus kemarin gue emang udah niat berhenti," jeda, hangyul tak ingin menginterupsi.
"mereka minta gue jalanin rehab biar kaki gue bisa balik kayak dulu. tapi gue gamau. gue gamau kaki gue balik kayak dulu. udah cukup dari kecil gue nekunin taekwondo, gue pengen ngelakuin hal lain."
"contohnya?"
"rebahan sambil scrolling twitter seharian."
yohan tertawa dengan jawabannya sendiri, mengundang hangyul untuk lakukan hal serupa.
phew. aku mandek ngerjain dari semalem saking gemesnya sama plot part ini. sebelum badai menerjang, i guess?

KAMU SEDANG MEMBACA
inevitable ° gyulyoh
Fanfictionpanik disamperin mantan, hangyul nyeletuk kalo kim yohan itu pacar barunya. +fake/pretend relationship au +texting