031

1.6K 378 50
                                        

hangyul terlambat sadar. yohan masih belum baik-baik saja berhadapan dengan mantan senior ukm-nya. dia jauh lebih pintar sembunyikan ekspresi. tapi pertahanannya sempat lolos begitu jeongguk bahas keterlibatannya dulu di ukm.

bukan lagi rahasia mengenai posisi yohan sebagai junior kesayangan jeongguk saat ia masih bergabung di ukm. kecewanya jeongguk tanggapi yohan yang berhenti sampai pengaruhi porsi latihan mereka.

hangyul tahu mereka sempat bertemu setelah yohan umumkan diri keluar dari ukm lewat grup obrolan. dia tidak mencari tahu apa saja yang mereka bicarakan. namun dia dapat menebak garis besarnya dari percakapan mereka malam ini.

selama ini yohan lebih sering keluhkan keluarganya ketimbang teman-teman ukm ketika membahas keputusannya untuk berhenti dari taekwondo. percakapan mengenai ukm yang ditinggalkannya dengan cepat diputar ke topik lain. selain hangyul, yohan seolah memutuskan hubungan dengan semuanya. itupun karena keras kepalanya dia untuk bertahan di samping yohan.

hangyul pikir sikap yohan adalah mekanismenya untuk atasi rasa bersalah. kemungkinan besar benar. dia tidak perlu konfirmasi itu karena dalam hal ini, yohan seperti buku yang terbuka buatnya. akan tetapi hangyul ingin keluarkan keluh kesahnya tentang apa yang yohan pendam selama ini. mereka tidak pernah membicarakannya. hangyul ingin yohan membicarakannya sekarang.

"seneng gak, dijadiin kandidat buat gantiin bang jeongguk?" yohan memulainya dengan pertanyaan.

"hmm, seneng, lumayan. tapi gua gak tau bisa laksanain tanggung jawab yang dikasih bang jeongguk dengan baik atau engga. gua takut ngecewain."

yohan lipat lantas peluk lututnya, duduk di atas kasurnya sembari bersender pada tembok.

"lu pasti bisa kok."

"masa?"

"soalnya gue tau kalo lu gak bakal ngecewain."

hangyul tanggapi dengan kekehan.

"tapi," yohan mengambil jeda, "gue gak enak, gyul. sama bang jeongguk." dia tertawa. hambar. "kenapa ya bang jeongguk masih aja bawa-bawa gue? udah tau gue ngecewain dia lebih dari siapapun."

diam lagi.

"lu kecewa ga sama gue pas gue mutusin buat nyerah sama taekwondo?"

hangyul tidak menjawab. pertanyaan yohan cukup sensitif buatnya.

"gyul?"

lagi, hangyul tidak menyahut.

mata yohan mengais jawaban darinya. hangyul hanya mematung. tangan kanan terkepal tidak sengaja. sudah lama hangyul mengubur jawaban yang kini diminta yohan. ia menimbang-nimbang apakah baik untuknya berikan jawaban itu untuk yohan.

"lu tau jawabannya, han."

"gue pengen denger langsung. boleh kan?"

kepalan tangan terbuka. jari telunjuk jadi mengetuk-ngetuk meja. hangyul alihkan pandangannya dari yohan. bibir ditekan rapat saat hangyul menarik napas banyak-banyak.

"hampir semua orang kecewa sama keputusan lu. bohong kalo gua bilang engga. tapi, meskipun gua kecewa, meskipun kenyataannya gua gak mau lu berenti, gua gak bisa maksain kehendak gua sama lu."

"kenapa?"

"lu ada buat diri lu sendiri. gua bukan siapa-siapa buat minta lu biar gak berenti di taekwondo. keputusan lu, kebahagiaan lu, lu yang megang. bukan orang lain."

"kata siapa? lu bisa aja minta gue balik ke taekwondo, gyul. kayak bang jeongguk, kayak papa sama adek gue."

"bukan tempat gua untuk minta itu, han."

"meskipun alasan gue berhenti adalah lee hangyul, lu masih tetep gak bakal minta gue balik?"

tiga detik untuk hangyul memproses ucapan yohan.

"lu bilang ...."

yohan gigiti bibirnya. seperti orang bodoh dia berkata, "gue gak pernah bilang, ya?"

inevitable ° gyulyohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang